Sūrat-ul-Falaq
(Waktu Subuh)
Makkiyyah atau Madaniyyah, 5 ayat
Turun sesudah Sūrat-ul-Fīl
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ
Dengan nama Allah, Yang Maha Pemurah, Lagi Maha Penyayang
Al-Falaq, ayat 1-5
قُلْ أَعُوْذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ. مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ. وَ مِنْ شَرِّ غَاسِقٍ إِذَا وَقَبَ. وَ مِنْ شَرِّ النَّفَّاثَاتِ فِي الْعُقَدِ. وَ مِنْ شَرِّ حَاسِدٍ إِذَا حَسَدَ
[113:1] Katakanlah: “Aku berlindung kepada Tuhan Yang Menguasai subuh,
[113:2] dari kejahatan makhluk-Nya,
[113:3] dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita,
[113:4] dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul,
[113:5] dan dari kejahatan orang yang dengki apabila ia dengki”.
Ibnu Abi Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Isham, telah menceritakan kepada kami Abu Ahmad az-Zubairi, telah menceritakan kepada kami Hasan ibnu Saleh, dari ‘Abdullah bin Muhammad ibnu ‘Aqil, dari Jabir yang mengatakan bahwa al-falaq artinya subuh.
Al-‘Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya, “Al-Falaq”, bahwa makna yang dimaksud ialah subuh. Dan telah diriwayatkan hal yang semisal dari Mujahid, Sa‘id ibnu Jubair, ‘Abdullah ibnu Muhammad ibnu ‘Aqil, al-Hasan, Qatadah, Muhammad ibnu Ka‘b al-Qurazi, ibnu Zaid, dan Malik, dari Zaid ibnu Aslam.
Al-Qurazi, Ibnu Zaid, dan Ibnu Jarir mengatakan bahwa makna yang dimaksud sama dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat yang lain, yaitu:
فَالِقُ الإِصْبَاحِ
Dia menyingsingkan pagi (al-An‘ām 6: 96)
‘Ali bin Abu Thalhah telah meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: “Al-Falaq”, bahwa makna yang dimaksud ialah makhluk. Hal yang sama telah dikatakan oleh adh-Dhahhak, bahwa Allah memerintahkan kepada Nabi-Nya untuk membaca ta‘awwuz dari kejahatan semua makhluk-Nya.
Ka‘b-ul-Ahbar mengatakan bahwa al-Falaq adalah nama sebuah penjara di dalam neraka Jahanam, apabila pintunya dibuka, maka semua penghuni neraka menjerit karena panasnya yang sangat. Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya, untuk itu ia mengatakan bahwa telah meriwayatkan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Suhail ibnu ‘Utsman, dari seorang lelaki, dari as-Saddi, dari Zaid ibnu ‘Ali, dari kakek moyangnya, bahwa mereka telah mengatakan bahwa al-Falaq adalah nama sebuah sumur di dasar neraka Jahanam yang mempunyai tutup. Apabila tutupnya dibuka, maka keluarlah darinya api yang menggemparkan neraka Jahanam karena panasnya yang sangat berlebihan. Hal yang sama telah diriwayatkan dari ‘Amr ibnu Anbasah dan as-Saddi serta lain-lainnya.
Sehubungan dengan hal ini, telah ada sebuah hadits marfū‘ yang berpredikat munkar; untuk itu Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ishaq ibnu Wahhab al-Wasithi, telah menceritakan kepada kami Mas‘ud ibnu Musa ibnu Misykan al-Wasithi, telah menceritakan kepada kami Nashr ibnu Khuzaimah al-Khurrasani, dari Syu‘aib ibnu Shafwan, dari Muhammad ibnu Ka‘b al-Qurazi, dari Abu Hurairah, dari Nabi s.a.w. yang telah bersabda:
الْفَلَقُ جُبٌّ فِيْ جَهَنَّمَ مُغَطًّى
Falaq adalah sebuah sumur di dalam neraka Jahanam yang mempunyai penutup.
Sanad hadits ini gharīb dan predikat marfū‘-nya tidak sahih.
Abu ‘Abd-ur-Rahman al-Habli telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya, bahwa al-Falaq adalah nama lain dari neraka Jahanam. Ibnu Jarir mengatakan bahwa yang benar adalah pendapat yang pertama, yaitu yang mengatakan bahwa sesungguhnya al-Falaq adalah subuh. Pendapat inilah yang shaḥīḥ dan dipilih oleh Imam Bukhari di dalam kitab shaḥīḥ-nya.
Firman Allah s.w.t.:
مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ
Dari kejahatan makhluk-Nya (al-Falaq: 2)
Yakni dari kejahatan semua makhluk. Sabit al-Bannani dan al-Hasan al-Bashri telah mengatakan bahwa Jahanam, Iblis, dan keturunannya termasuk makhluk yang diciptakan oleh Allah s.w.t.
Allah s.w.t. berfirman:
وَ مِنْ شَرِّ غَاسِقٍ إِذَا وَقَبَ
Dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita. (al-Falaq: 3)
Mujahid mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah bila matahari telah tenggelam; demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Mujahid. Hal yang sama telah dikatakan oleh Ibnu Abu Najih, dari Mujahid. Dan hal yang sama telah dikatakan oleh Ibnu ‘Abbas, Muhammad ibnu Ka‘b al-Qurazi, adh-Dhahhak, Khashif, al-Hasan, dan Qatadah, bahwa sesungguhnya makna yang dimaksud ialah malam hari apabila datang dengan kegelapan.
Az-Zuhri mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:
وَ مِنْ شَرِّ غَاسِقٍ إِذَا وَقَبَ
Dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita. (al-Falaq: 3)
Yakni matahari apabila telah tenggelam. Telah diriwayatkan pula dari ‘Athiyyah dan Qatadah sehubungan dengan makna firman-Nya:
إِذَا وَقَبَ
Apabila gelap telah gulita (al-Falaq: 3)
Yaitu malam hari bila telah pergi. Abu Mizan mengatakan dari Abu Hurairah sehubungan dengan makna firman-Nya:
وَ مِنْ شَرِّ غَاسِقٍ إِذَا وَقَبَ
Dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita. (al-Falaq: 3)
Bahwa makna yang dimaksud ialah bintang. Ibnu Zaid mengatakan, dahulu orang-orang Arab mengatakan bahwa al-Ghāsiq artinya jatuhnya bintang surayya. Berbagai penyakit dan Ta‘un mewabah seusai jatuhnya bintang surayya, dan menjadi lenyap dengan sendirinya bila bintang surayya terbit. Yang dimaksud dengan jatuh ialah tenggelam.
Ibnu Jarir mengatakan bahwa di antara atsar yang bersumber dari mereka ialah apa yang diceritakan kepadaku oleh Nashr ibnu ‘Ali, telah menceritakan kepadaku Bakkar, dari ‘Abdullah keponakan Hammam, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu ‘Abd-ul-‘Aziz ibnu ‘Umar, dari ‘Abd-ur-Rahman ibnu ‘Auf, dari ayahnya, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah dari Nabi s.a.w. sehubungan dengan makna firman-Nya:
وَ مِنْ شَرِّ غَاسِقٍ إِذَا وَقَبَ
Dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita. (al-Falaq: 3)
Lalu beliau s.a.w. bersabda, bahwa makna yang dimaksud ialah bintang bila telah tenggelam.
Menurut hemat saya, predikat marfū‘ hadits ini tidak shaḥīḥ sampai kepada Nabi s.a.w. Ibnu Jarir mengatakan, ulama lainnya mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah rembulan. Menurut hemat saya, yang dijadikan pegangan oleh orang-orang yang berpendapat demikian ialah apa yang telah diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Abu Daud al-Hafri, dari Ibnu Abu Dzi’, dari al-Harits ibnu Abu Salamah yang mengatakan bahwa Siti ‘A’isyah r.a. telah mengatakan bahwa Rasulullah s.a.w. memegang tangannya, lalu memperlihatkan kepadanya rembulan pada saat terbitnya, kemudian beliau s.a.w. bersabda:
تَعَوُّذِيْ بِاللهِ مِنْ شَرِّ هذَا الْغَاسِقِ إِذَا وَقَبَ
Mohonlah perlindungan kepada Allah dari kejahatan rembulan ini apabila telah tenggelam.
Imam Tirmidzi dan Imam Nasa’i telah meriwayatkan di dalam kitab tafsir dari kitab sunan masing-masing melalui hadits Muhammad ibnu ‘Abd-ur-Rahman ibnu Abu Dzi‘b, dari pamannya (yaitu al-Harits ibnu ‘Abd-ur-Rahman) dengan lafaz yang sama; dan Imam Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini ḥasan shaḥīḥ. Lafaznya berbunyi seperti berikut:
تَعَوُّذِيْ بِاللهِ مِنْ شَرِّ هذَا فَإِنَّ هذَا الْغَاسِقِ إِذَا وَقَبَ
Mohonlah perlindungan kepada Allah dari kejahatan rembulan ini, yaitu apabila ia telah tenggelam.
Menurut lafaz Imam Nasa’i disebutkan seperti berikut:
تَعَوُّذِيْ بِاللهِ مِنْ شَرِّ هذَا، هذَا الْغَاسِقِ إِذَا وَقَبَ
Mohonlah perlindungan kepada Allah dari kejahatan rembulan ini apabila telah tenggelam.
Orang-orang yang mengatakan pendapat pertama mengatakan bahwa rembulan merupakan pertanda malam hari telah muncul, dan ini tidaklah bertentangan dengan pendapat kami. Karena sesungguhnya rembulan merupakan pertanda malam hari dan rembulan tidak berperan kecuali hanya di malam hari. Demikian pula halnya dengan bintang-bintang, bintang-bintang tidak dapat bersinar kecuali di malam hari; dan hal ini sejalan dengan pendapat yang kami katakan; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.