Surah al-Falaq 113 ~ Tafsir as-Siraj-ul-Wahhaj

Tafsir As-Siraj-ul-Wahhaj
Terang Cahaya Juz ‘Amma

Oleh: Prof. M. Dr. Yunan Yusuf
 
Diterbitkan oleh: PENAMADANI dan az-Zahrah.
 
Tafsir JUZ ‘AMMA
As-Siraj-ul-Wahhaj

(TERANG CAHAYA JUZ ‘AMMA)

TAFSIR SURAH KE-113

سُوْرَةُ الْفَلَقِ

Al-Falaq/The Rising Dawn/Waktu Shubuḥ

AYAT 1 s/d 5

 

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ

1. Iftitāḥ

Surah yang dalam urutan tartib Mushḥaf al-‘Utsmānī ke 113 ini, diberi nama dengan surah al-Falaq, yang berarti waktu Shubuḥ. Surah al-Falaq adalah surah yang tergolong ke dalam surah Makkiyyah. Menurut Ibnu ‘Abbās jumlah ayatnya berjumlah 5 ayat, jumlah katanya ada 23 kata dan jumlah hurufnya ada 69 huruf. Urutannya dalam tartīb nuzūl diperselisihkan oleh para ulama. Ada yang mengatakan pada urutan ke 20 dan ada pula yang mengatakan pada urutan ke 21, yang turun sesudah surah al-Fīl dan sebelum surah an-Nās.

Di samping nama al-Falaq, surah ini juga dikenal dengan nama surah Qul A‘ūdzu birabb-il-Falaq. Nama ini diberikan oleh Nabi s.a.w. sendiri. Juga ia disebut dengan nama surah al-Mu‘awwidzatain yang mengandung arti dua penuntun kepada tempat perlindungan. Nama itu terambil dari kata yang terdapat pada ayat pertama masing-masing surat, yakni kata a‘ūdzu (aku berlindung).

Ada beberapa riwayat yang mengungkapkan asbāb-un-nuzūl surah ini bersama dengan surah an-Nās. Tapi kualitas haditsnya banyak ditolak oleh para mufassir. Namun yang agak kuat di antara hadits-hadits tersebut adalah apa yang diketengahkan oleh Imām Abū Na‘īm dalam kitab ad-Dalā’il-nya melalui jalur Abū Ja‘far ar-Rāzī yang telah ia terima dari ar-Rabī‘ Ibnu Anas, sementara ar-Rabī‘ menerimanya dari Anas Ibnu Mālik, dan menceritakan bahwa ada seorang Yahudi berbuat sesuatu terhadap Rasūlullāh s.a.w. Maka karena hal tersebut Rasūlullāh s.a.w. mengalami sakit keras. Ketika para sahabat datang menjenguknya mereka mengira bahwa hal itu hanya disebabkan oleh sakit biasa. Kemudian datanglah Malaikat Jibrīl dengan menurunkan kedua surah ini. Malaikat Jibrīl segera mengobatinya dengan membacakan kedua surah ini. Lalu Rasūlullāh s.a.w. keluar menemui para sahabat beliau dalam keadaan sehat dan segar bugar.

Dalam surah al-Ikhlash terdahulu Allah diyakini berada pada posisi sentral dalam aktivitas dan pemikiran seorang muslim. Setiap muslim harus menghadirkan Allah dalam sistem pengetahuan dan aktivitasnya, karena hanya Allah-lah yang menjadi sumber dan tujuan hidupnya. Hanya Allah saja tempat menyembah dan hanya kepada Allah saja tempat meminta pertolongan.

Maka dalam surah al-Falaq ini sikap menjadikan Allah sebagai titik sentral itu dirinci dengan menjadikan Allah sebagai tempat berlindung dari segala bentuk kejahatan yang ada. Kejahatan yang diperbuat oleh makhluk baik kejahatan yang dilakukan oleh tukang-tukang sihir, maupun kejahatan dari orang pendengki.

2. Hanya Allah tempat berlindung.

قُلْ أَعُوْذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ. مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ.

113: 1. Katakanlah: “Aku berlindung kepada Tuhan Yang Menguasai Shubuḥ, 113: 2. dari kejahatan makhluk-Nya

 

Ayat 1.

قُلْ أَعُوْذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ.

113: 1. Katakanlah: “Aku berlindung kepada Tuhan Yang Menguasai Shubuḥ,

Di dalam surah al-Fātiḥah, yang dibaca 17 kali sehari semalam dalam shalat, terdapat ayat yang berisi pernyataan bahwa hanya Allah sajalah yang disembah dan hanya Allah saja tempat kita meminta perlindungan. Maka pada ayat ini ditegaskan bahwa: “Katakanlah: Aku berlindung kepada Allah (Tuhannya) waktu Shubuḥ”. Allah adalah pencipta alam semesta dan juga pencipta hukum-hukum yang menggerakkan alam itu, yang disebut dengan hukum alam (natural law). Waktu shubuḥ adalah batas antara malam dengan siang. Waktu malam berakhir ketika shubuḥ datang. Sesudah itu siang menggantikan kedudukan malam.

Memang benar bahwa dalam ilmu astronomi sebenarnya yang dikatakan malam itu tidak ada Malam adalah kesepakatan para ahli dalam bidang ilmu pengetahuan untuk memberi nama waktu, ketika letak belahan bumi yang satu tidak pada posisi menghadap matahari, tetapi di belakangnya. Bahagian bumi yang tidak terkena cahaya matahari itu dikatakan sedang berada di waktu malam. Sedangkan belahan bumi yang terkena cahaya matahari dikatakan berada pada waktu siang.

Kenapa hal itu terjadi? Karena Matahari diletakkan oleh Allah pada pusat tata surya sebagai pengendali dari sistem tata surya itu sendiri. Matahari itu sebenarnya tidaklah diam. Ia bergerak berevolusi bersama jutaan bintang dalam pusaran galaksi Bima Sakti. Bumi di samping berotasi (berputar pada sumbunya) juga berevolusi (berputar mengelilingi matahari). Bumi yang berotasi pada sumbunya itu dalam satu kali putaran mencapai waktu 23 jam 56 menit dan 4,091 detik, yang sering dibulatkan menjadi 24 jam. Bumi yang berevolusi mengelilingi matahari dengan kecepatan 107 km/jam, kira-kira satu putaran itu mencapai 366 atau 365 hari. Pada saat bumi mengelilingi matahari itulah ada bahagian bumi yang persis berada di depan matahari, sedangkan bahagian bumi yang lainnya berada di baliknya. Siapa yang menggerakkan semua itu. Dialah Allah, Tuhannya waktu Shubuḥ.

Tentulah bagi orang yang cerdas dan berakal, hal ini menjadi bahan kajian dan penelitian yang berharga. Para peneliti kemudian melakukan berbagai riset dan eksperimen untuk membuka rahasia yang tersimpan di dalam hukum alam tersebut. Dari situlah ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang. Kepada Allah, Tuhan yang menguasai hukum alam Shubuḥ itulah kita berlindung.

 

Ayat 2.

مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ.

113: 2. dari kejahatan makhluk-Nya.

Peredaran matahari dan perputaran bumi mengelilingi matahari itu berada pada posisi yang harmonis, pas, tidak kurang. Maka kehidupan yang tercipta di muka bumi adalah hasil dari berjalannya ekosistem dengan sangat teratur. Bila ekosistem ini melenceng sedikit saja, maka yang akan terjadi adalah bencana. Bukankah bencana itu adalah nama lain dari kejahatan, yakni kejahatan alam.

Kita juga disuruh berlindung dari kejahatan alam ini, yakni berlindung dari bencana alam. Kita berlindung dari bencana alam, meletusnya gunung berapi yang memporak-porandakan semua yang terdapat di kaki gunung berapi tersebut. Kita berlindung dari bencana alam banjir bandang yang telah menenggelamkan beratus hektar sawah dan menghanyutkan rumah serta binatang ternak. Kita berlindung dari bencana alam angin topan dan angin puting beliung yang meluluh lantakkan semua yang dilaluinya. Siapa yang menciptakan itu semua, ialah Allah. Hanya kepada Dialah kita melindungkan diri dari berbagai bentuk kejahatan alam tersebut.

3. Berlindung kepada Allah dari segala bentuk kejahatan.

وَ مِنْ شَرِّ غَاسِقٍ إِذَا وَقَبَ. وَ مِنْ شَرِّ النَّفَّاثَاتِ فِي الْعُقَدِ. وَ مِنْ شَرِّ حَاسِدٍ إِذَا حَسَدَ.

113: 3. dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita,
113: 4. dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul,
113: 5. dan dari kejahatan orang yang dengki apabila ia dengki.”

 

Ayat 3

وَ مِنْ شَرِّ غَاسِقٍ إِذَا وَقَبَ.

113: 3. dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita.

Juga kita berlindung dari kejahatan malam, apabila sudah gelap. Waktu malam adalah situasi di mana posisi belahan bumi yang satu berada di balik belahan bumi yang tidak terkena cahaya matahari. Maka terjadilah kegelapan di belahan bumi tersebut. Kita katakanlah itu malam hari. Apakah yang dimaksud dengan kejahatan malam bila sudah gelap?

Suasana malam kadang-kadang memang menyeramkan. Pada malam hari banyak kejahatan yang terjadi. Benar, bahwa kalau mau maling, tidak peduli siang atau malam. Tetapi dalam banyak pengalaman manusia, kejahatan maling, lebih banyak terjadi pada waktu malam hari. Ketika yang si empunya rumah sedang terlelap tidur. Maling masuk ke dalam rumahnya, tanpa diketahui oleh si empunya rumah.

Suasa malam juga membuka kesempatan berlangsungnya kejahatan sex dan pesta narkoba. Pusat-pusat hiburan malam, seperti itu kota-kota besar, dihiasi oleh berbagai bentuk kejahatan tersebut. Tidak ada kehidupan malam yang tidak dihiasi oleh minuman keras, narkoba, free sex dsb. Karena kondisi malam seperti itulah agama Zoroaster, yang percaya ada dua Tuhan, yakni Tuhan Kebaikan yang bernama Ahuramazda dan Tuhan Kejahatan yang bernama Ahriman, terperosok kepada pemahaman, bahwa malam/kegelapan adalah lambang dari Tuhan Kejahatan, sedangkan siang/cahaya adalah lambang dari Tuhan Kebaikan. Oleh sebab itu kita disuruh berlindung kepada Allah dari kejahatan malam yang mungkin timbul.

 

Ayat 4

وَ مِنْ شَرِّ النَّفَّاثَاتِ فِي الْعُقَدِ.

113: 4. dan dari kejahatan tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul.

Yang dimaksud dengan “tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul” adalah para dukun yang menyebarkan penyakit melalui mantera-mantera yang secara popular di tengah masyarakat kita, yang di Jawa dikenal dengan nama santet, di Sumatera dikenal dengan nama sijundai. Santet atau sijundai adalah ilmu hitam (black magic) untuk menganiaya orang lain. Kekuatan yang dipergunakan adalah kekuatan sihir yang mengakibatkan orang lain mendapat celaka atau penyakit.

Untuk itu hanya kepada Allah sajalah tempat untuk berlindung dalam menghadapi perbuatan yang dilakukan oleh tukang-tukang sihir. Sebab dalam kenyataan sehari-hari perbuatan mencelakakan orang lain yang dilakukan secara halus itu, tidak dapat secara cepat dan dengan mudah dideteksi. Tentu saja diperlukan tingkat kehati-hatian yang tinggi dalam menangkal dan mengobatinya, sehingga kita tidak terjatuh ke lembah syirik.

 

Ayat 5.

وَ مِنْ شَرِّ حَاسِدٍ إِذَا حَسَدَ.

13: 5. dan dari kejahatan orang yang dengki apabila ia dengki.

Kita juga disuruh berlindungan kepada Allah “dari kejahatan orang yang dengki apabila ia dengki.” Sebenarnya apa itu dengki? Dengki adalah sifat dari seseorang yang tidak senang melihat orang bahagia. Sakit hatinya melihat orang mendapat keberhasilan, pada hal sebenarnya dia tidak dirugikan apa-apa.

Bila seseorang sudah mendengki maka segala cara akan dia lakukan mencelakakan orang yang didengkinya. Mulai dari cara kasar atau dengan cara halus. Bila tidak bisa melalui tindakan besar, bisa jadi dengan tindakan kecil-kecilan. Disusunnyalah berbagai fitnah, gossip, apakah itu dari mulut ke mulut, ataupun melalui media dan juga melalui surat kaleng.

Orang yang menjadi korban dari suatu kedengkian sebenarnya adalah orang sangat teraniaya. Akibat dituduhkan oleh orang yang mendengkinya, yang bersangkutan bisa masuk penjara berpuluh tahun dengan berbagai penyiksaan yang dia derita di dalam penjara itu. Teringatlah penulis kepada apa yang dialami oleh Almarhum Buya Hamka, penulis Tafsīr al-Azhār. Sebagai seorang pujangga Islam yang melahirkan karya-karya, baik karya pengetahuan agama, maupun karya roman kehidupan mengalami kedengkian ini dalam waktu yang sangat panjang. Kedengkian itu muncul dari seniman-seniman Komunis yang tergabung dalam Lembaga Kebudayaan Rakyat (LEKRA) oderbouw dari Partai Komunis Indonesia (PKI).

Karya roman Buya Hamka, Tenggelamnya Kapal van der Wijck dituduh sebagai hasil karya plagiat. Secara sistematis melalui media PKI tuduhan tersebut dilancarkan bertubi-tubi. Namun sebagai pujangga orisinal, Buya Hamka tidak dapat dijatuhkan melalui karya romannya itu. Kemudian dibuatlah tuduhan bahwa Buya Hamka berkomplot merencanakan untuk membunuh Presiden Soekarno. Atas tuduhan itu beliau kemudian ditangkap dan dimasukkan ke penjara. Di dalam penjara beliau dipaksa melalui penyiksaan-penyiksaan yang berkepanjangan untuk mengakui tuduhan tersebut. Sampai-sampai Buya Hamka hampir tergelincir untuk bunuh diri karena tidak tahan akan penderitaan siksaan tersebut.

Seluruhnya dilakukan atas tuduhan yang dikarang dan dibuat-buat oleh PKI. Tuduhan tersebut tidak dibuktikan kebenarannya, tidak pernah diproses ke pengadilan. Setelah Presiden Soekarno jatuh dari pemerintahan disebabkan kegagalan kudeta berdarah yang didalangi oleh PKI dengan G.30.S/PKI dan digantikan oleh Presiden Soeharto, Buya Hamka dibebaskan dari tahanan. Inilah yang ditulis oleh beliau dalam Tafsīr al-Azhār sbb:

Dalam bulan Febuari 1964, yaitu setelah satu bulan lebih saya ditangkap dan ditahan, siang malam saya diperiksa dan dituduhkan kepada diri saya berbagai macam fitnah. Sudah ada maksud rupanya hendak memeras keterangan dari diri saya supaya memberikan pengakuan yang cocok dengan fitnah yang telah dikarangkan dan dituduhkan kepada diri saya itu. Pada suatu malam polisi yang memeriksa masuk ke dalam ruang tahanan saya membawa sebuah bungkusan. Melihat bungkusan itu saya menyangka mungkin itu sebuah tape-recorder buat merekam pengakuan saya. Bungkusan itu telah diletakkan di bawah meja. Dan saya terus ditanyai dan ditanyai lagi, kadang-kadang dengan lemah-lembut dan kadang-kadang dengan kasar dan dengan paksa. Tetapi karena tidak ada suatu kejadian yang akan diakui, saya menjawab seperti biasa. Telah bosan menanya, polisi itupun keluar. Dan bungkusan itu dibawa kembali.

Lebih lanjut dikisahkan oleh Buya Hamka: “Besok paginya salah seorang anggota polisi yang masih muda yang sejak semalam bergiliran menjaga dan mengawal saya, masuk ke dalam kamar tahanan saya. Air matanya berlinang! Dia rupanya simpati terhadap saya. Dia berkata bahwa bungkusan semalam itu adalah alat guna menyetroom saya. Katannya pula bahwa Bapak Gazali Syahlan yang sama ditahan dengan saya, telah pernah distroom. Dia heran juga kenapa niat menyetroom saya itu tidak dijadikan. Dalam hati saya bersyukur kepada Allah. Dan saya jawab: “Mungkin bapak Inspektur polisi itu timbul kasihan setelah dilihatnya bahwa usia saya sudah lanjut.

Demikianlah betapa dahsyatnya akibat dari kedengkian seorang pendengki, yang bisa membuat seseorang masuk penjara. Akibat lebih lanjut dari masuk penjara tersebut disebabkan oleh dengki, seorang bisa disiksa, sampai-sampai mau bunuh diri karena tidak tahan akibat penyiksaan tersebut. Oleh sebab itulah kita disuruh berlindung kepada Allah dari kedengkian orang-orang pendengki, ketika dia melancarkan kedengkiannya itu. Tidak akan habis-habis penganiayaan yang dilakukannya sebelum kedengkian hatinya berhenti.

Begitu besarnya bahaya yang ditimbulkan oleh kedengkian. Orang yang mendengki tidak akan merasa aman dan tenteram sebelum orang yang didengkinya hancur kehidupannya. Segala daya dan upaya akan dia kerahkan, demi memenuhi keinginan hatinya yang dengki tadi, sampai-sampai bertindak sebagai pembunuh. Oleh sebab itulah kita berlindung kepada Allah atas kedengkian pendengki tersebut. Artinya perlindungan di sini yang paling tinggi hanyalah kepada Allah s.w.t.

4. Natijah.

  1. Konsekuensi dari prinsip tauhid, yakni meyakini bahwa Allah adalah Tuhan Yang Maha Esa dan Allah tiada Tuhan melainkan Dia, menyerahkan seluruh perlindungan hanya kepada Allah semata. Tiada pelindung lain selain Dia. Rasa aman dan tenteram ada bila kita bernaung di bawah perlindungan-Nya. Itulah hakikat dari keyakinan tauhid.
  2. Perlindungan diperlukan bila kita ditimpa oleh malapetaka. Malapetaka itu bentuknya bermacam-macam. Malapetaka yang muncul di waktu malam hari yang gelap gulita, karena lazimnya orang melakukan kejahatan lebih banyak pada malam hari. Malapetaka dalam bentuk perbuatan sihir dan malapetaka yang muncul akibat kedengkian.
  3. Agar perlindungan Allah itu selalu menyertai kita maka selalulah mendekatkan diri kepada Allah. Allah adalah eksistensi Yang Maha Suci, Maha Gagah lagi Maha Berkuasa. Kekuasaan Allah meliputi segala sesuatu, dan kekuasaan itu dapat dianugerahkan-Nya kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya.
  4. Ya Allah, Engkaulah Rabb-ul-Falaq, di dalam genggaman-Mu terletak segala upaya. Lindungilah kami dari malapetaka yang kapan saja bisa menimpa diri kami. Jauhkan dari kami kekejian yang dilakukan oleh para pendengki. Kami memohon kepada-Mu, Engkau tunjuki hati mereka para pendengki itu agar mereka berhati lemah-lembut dan kasih-sayang.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *