Surah al-Falaq 113 ~ Tafsir al-Munir – Marah Labid

TAFSĪR AL-MUNĪR
(MARĀḤ LABĪD)
(Judul Asli: At-Tafsīr-ul-Munīru Lima‘ālim-it-Tanzīl)
Penyusun: Al-‘Allamah asy-Syaikh Muhammad Nawawi al-Jawi (Banten).

(Jilid ke 6 dari Surah al-Aḥqāf s.d. an-Nās)

Penerjemah: Bahrun Abu Bakar, L.C.
Dibantu oleh: H. Anwar Abu Baka, L.C.

Penerbit: Penerbit Sinar Baru Algensindo Bandung

سُوْرَةُ الْفَلَقِ

SURAH AL-FALAQ

Surah al-Falaq termasuk ke dalam kelompok surah Madaniyyah, terdiri atas lima ayat, dua puluh tiga kalimat, dan tujuh puluh empat huruf.

 

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang

 

Menurut suatu pendapat disebutkan bahwa sesungguhnya Allah s.w.t. menurunkan surah mu‘awwidzatain kepada Nabi s.a.w. untuk dijadikan sebagai ruqyah dari penyakit ‘ain.

Diriwayatkan bahwa malaikat Jibril menemui Nabi s.a.w. lalu berkata:

إنَّ عِفْرِيْتًا مِنَ الْجِنِّ يَكِيْدُكَ فَقَالَ: إِذَا أَوَيْتَ إِلَى فِرَاشِكَ قُلْ أَعُوْذُ بِرَبِّ السُّوْرَتَيْنِ.

Sesungguhnya ada ‘ifrīt dari kalangan jin yang hendak memperdayamu, untuk itu Jibril berkata: “Apabila engkau hendak beristirahat di peraduanmu, maka bacalah dua surah mu‘awwidzatain.”

Ibnu ‘Abbās mengatakan bahwa Rasūlullāh s.a.w. Pernah mengajarkan kepada kami doa berikut untuk mengobati segala penyakit juga demam, yaitu:

بِسْمِ اللهِ الْكَرِيْمِ أَعُوْذُ بِاللهِ الْعَظِيْمِ مِنْ شَرِّ كُلِّ عِرْقٍ نَعَّارٍ وَ مِنْ شَرِّ حَرِّ النَّارِ.

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Mulia, aku berlindung kepada Allah Yang Maha Besar dari keburukan setiap pembuluh darah yang pecah juga dari keburukan panasnya api (penyakit demam).

 

قُلْ أَعُوْذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ

  1. Katakanlah: “Aku berlindung kepada Tuhan Yang Menguasai subuh. (al-Falaq [113]: 1)

(قُلْ أَعُوْذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ) “Katakanlah: “Aku berlindung kepada Tuhan Yang Menguasai subuh”.” Yakni waktu shubuh, karena sesungguhnya waktu itu merupakan waktu berdoa bagi orang-orang yang sedang dalam keadaan darurat dan terkabulnya orang-orang yang meminta pertolongan.

Seakan-akan dikatakan bahwa katakanlah: “Aku berlindung kepada Tuhan yang menguasai waktu yang dilenyapkan segala kesusahan. Selain itu, karena mengingat waktu itu merupakan gambaran dan contoh bagi keadaan hari kiamat. Seluruh makhluk bagaikan mati tak bernyawa dan rumah-rumah bagaikan kuburan. Kemudian, di antara mereka ada orang yang ke luar dari rumahnya dalam keadaan tidak berharta dan telanjang.

Selain itu, di antara mereka ada yang berutang, sehingga dia diseret ke dalam rumah tahanan, dan di antara mereka ada yang sebagai raja yang ditaati dan disegani, sehingga ia berjalan dengan diiringi oleh barisan pengawalnya dan semua orang yang berada di hadapannya berdiri menghormatinya.

Demikian pula keadaannya pada hari kiamat, sebagian dari mereka datang dengan tangan hampa tanpa berpahala dan telanjang dari pakaian taqwa, sehingga dia diseret ke hadapan Raja Yang Maha Perkasa dan Maha Mengalahkan. Selain itu, sebagian dari mereka ada yang taat kepada Tuhannya selama di dunia, sehingga dia menjadi raja yang ditaati di kemudian hari dan kendaraan Buraq diberikan kepadanya.

Menurut pendapat yang lain disebutkan bahwa yang dimaskud dengan al-falaq adalah sebuah lembah di dalam neraka Jahannam, atau sebuah sumur yang terdapat di dalamnya.

Diriwayatkan dari sebagian sahabat bahwa dia tiba di negeri Syam dan malaikat rumah-rumah ahli zhimmah yang mewah dan kehidupan mereka sangat makmur. Maka ia berkata:

لَا أُبَالِيْ أَلَيْسَ مِنْ وَرَائِهِمُ الْفَلَقِ.

Aku tidak perduli, bukankah di belakang mereka siap menunggu al-Falaq?

Lalu ada yang bertanya: “Apakah al-Falaq itu?” Ia menjawab:

بَيْتٌ فِيْ جَهَنَّمَ إِذَا فُتِحَ صَاحَ جَمِيْعُ أَهْلِ النَّارِ مِنْ شِدَّةِ حَرِّهِ.

Sebuah rumah di dalam neraka Jahannam, apabila pintunya dibuka, maka semua penghuni neraka menjerit karena sangat panas.

Sesungguhnya Allah s.w.t. menyebut al-Falaq secara khusus karena Dia-lah yang berkuasa untuk mengadakan penyiksaan seperti ini. Selain itu, sesungguhnya telah ditetapkan bahwa rahmat Allah itu lebih besar daripada adzab-Nya. Seakan-akan orang yang diperitahkan memanjatkan doa: “Wahai Pemilik adzab yang keras, aku berlindung dengan rahmat-Mu yang lebih besar dan lebih dahulu dari adzab-Mu.”

Ar-Rāzī mengatakan bahwa ta’wil yang mendekati kebenaran adalah yang menyebutkan bahwa al-falaq adalah segala sesuatu yang dibukakan oleh Allah s.w.t. seperti bumi merekah karena munculnya tanam-tanaman, gunung-gunung mengeluarkan mata-mata air, awan mengeluarkan hujan dan rahim mengeluarkan anak, telur mengeluarkan itik dan hati mengeluarkan pengetahuan.

Seakan-akan Allah s.w.t. adalah Yang menyingkapkan gelapnya ketiadaan kepada cahaya keberadaan. Selain itu, seakan-akan Allah s.w.t. memerintahkan: “Katakanlah, Aku berlindung kepada Tuhan yang menguasai seluruh makhluk dan menciptakan seluruh kejadian.” Oleh karena itu, pengertian mengagungkan dengan ta’wil ini lebih besar dan pagi hari serta sumur dalam neraka merupakan salah satu dari pengertian yang termasuk ke dalam makna ta’wil ini.

مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ

  1. dari kejahatan (makhluk yang) Dia ciptakan. (al-Falaq [113]: 2)

(مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ) “dari kejahatan (makhluk yang) Dia ciptakan” yakni dari kejahatan setiap makhluk yang jahat yang telah diciptakan oleh Tuhan seperti Iblis, neraka Jahannam, dan berbagai macam hewan yang berbahaya seperti hewan pemangsa dan binatang melata yang beracun serta yang lain-lainnya.

وَ مِنْ شَرِّ غَاسِقٍ إِذَا وَقَبَ

  1. dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita (al-Falaq [113]: 3)

(وَ مِنْ شَرِّ غَاسِقٍ إِذَا وَقَبَ) “dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita” yakni dari kejahatan rembulan apabila telah muncul sebagaimana yang diketengahkan oleh Imām Tirmidzī melalui hadits ‘Ā’isyah r.a. yang telah menceritakan bahwa Rasūlullāh s.a.w. memegang tanganku lalu menunjuk ke arah bulan dan berdoa:

نَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شَرِّ هذَا فَإِنَّهُ الْغَاسِقُ إِذَا وَقَبَ.

Kami berlindung kepada Allah dari kejahatan ini, karena sesungguhnya dialah yang disebut al-ghāsiq apabila telah gelap.

Makna ghusuq-ul-qamari adalah saat rembulan sedang purnama dan wuqūb berarti saat mengalami gerhana.

Atau, dari kejahatan matahari apabila tenggelam, seperti yang dikatakan oleh Ibnu Syihāb. Sesungguhnya matahari disebut ghāsiq karena ia berada di cakrawala dan beredar seperti berenang, sehingga peredarannya ini disebut ghāsiq dan yang dimaksud dengan wuqūb adalah saat ia berada di bawah bumi yakni tenggelam.

Atau, dari kejahatan bintang Tsurayya apabila ia tenggelam, karena banyak penyakit yang mewabah saat bintang Tsurayya tenggelam dan semua penyakit menjadi lenyap saat bintang Tsurayya terbit, sebagaimana yang dikatakan oleh ‘Abd-ur-Rahman ibnu Zaid.

Oleh karena itu, bintang Tsurayya disebut ghāsiq karena ia turun pada saat tenggelam ke arah barat dan yang dimaksud dengan wuqūb ialah pada saat ia berada di bawah bumi dan lenyap dari pandangan mata.

Atau, makna yang dimaksud ialah aku berlindung kepada Tuhan dari kejahatan ular yang berbisa apabila menyengat atau menggigit.

وَ مِنْ شَرِّ النَّفَّاثَاتِ فِي الْعُقَدِ

  1. dan dari kejahatan perempuan-perempuan penyihir yang meniup pada buhul-buhul (talinya). (al-Falaq [113]: 4)

(وَ مِنْ شَرِّ النَّفَّاثَاتِ فِي الْعُقَدِ) “dan dari kejahatan perempuan-perempuan penyihir yang meniup pada buhul-buhul (talinya)” yakni dari kejahatan wanita-wanita yang memadamkan tekad kaum laki-laki dengan tipu dayanya, sebagaimana yang dipilih oleh Abū Muslim.

Dengan demikian, makna ayat adalah karena kaum wanita itu sangat dicintai oleh kaum pria, ia membuat kaum pria mabuk kepayang kepadanya, sehingga mereka dapat mengatur kaum pria dan mengalihkan mereka dari satu pendapat ke pendapat yang lain dan dari satu tekad ke tekad yang lain.

Oleh karena itu Allah s.w.t. memerintahkan kepada Rasūl-Nya supaya memohon perlindungan kepada-Nya dari kejahatan wanita-wanita itu.

وَ مِنْ شَرِّ حَاسِدٍ إِذَا حَسَدَ

  1. dan dari kejahatan orang yang dengki apabila ia dengki. (al-Falaq [113]: 5)

(وَ مِنْ شَرِّ حَاسِدٍ إِذَا حَسَدَ) “dan dari kejahatan orang yang dengki apabila ia dengki” yakni apabila ia menyatakan kedengkian yang ada dalam dirinya lalu melakukan tindakan yang seiring dengan kedengkiannya, yaitu dengan cara merencanakan sikap yang membahayakan orang yang ia dengki, baik itu berupa ucapan maupun perbuatan.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *