بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang
SURAH AN-FALAQ
MADANIYYAH, LIMA AYAT
Statis Makkiyyah atau Madaniyyah Surah
Surah ini dan surah an-Nas adalah surah Makkiyah menurut pendapat Hasan, ‘Atha’, ‘Ikrimah dan Jabir. Hal ini merupakan pendapat mayoritas. Surah ini merupakan surah Madaniyyah menurut riwayat dari Ibnu ‘Abbas, Qatadah dan sebagian orang. Ada yang mengatakan bahwa ini adalah pendapat yang benar.
Penamaan Surah
Surah ini dinamakan surah al-Falaq karena dimulai dengan firman Allah s.w.t. (قُلْ أَعُوْذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ.). Al-Falaq berarti terbelah dan terpisahnya sesuatu dari bagiannya yang lain. Itu mencakup segala apa yang terbelah dari biji-bijian dan tumbuh-tumbuhan bumi, mata air dari gunung-gunung, hujan dari mendung dan anak dari rahim. Di antaranya adalah firman Allah s.w.t. (فَالِقُ الْحَبِّ وَ النَّوَى.) “Sungguh, Allah yang menumbuhkan butir (padi-padian) dan biji (kurma).” (al-An‘ām: 95) dan firman-Nya (فَالِقُ الْإِصْبَاحِ) “Dia menyingsingkan pagi.” (al-An‘ām: 96).
Persesuaian Surah ini dengan Surah Sebelumnya
Allah s.w.t. menjelaskan perkara ketuhanan di surah al-Ikhlāsh untuk menyucikan-Nya dari segala hal yang tidak pantas bagi-Nya dalam dzat dan sifat-Nya. Di dalam surah ini dan setelahnya (yang lebih dikenal dengan mu‘awwidzatain). Allah s.w.t. menjelaskan apa yang dapat digunakan oleh seorang Muslim untuk berlindung kepada Allah dari segala keburukan di alam semesta ini. Allah juga menjelaskan mengenai tingkatan makhluk-makhlukNya yang mencegah manusia untuk menauhidkan Allah, seperti kaum musyrikin dan seluruh setan dari kalangan manusia dan jin. Surah ini dimulai dengan al-Isti‘ādzah (permintaan perlindungan) dari kejahatan seluruh makhluk, kegelapan malam, sihir dan orang-orang yang hasud atau dengki. Kemudian Allah s.w.t. menyebutkan di dalam surah an-Nās al-Isti‘ādzah dari kejahatan setan-setan dari kalangan manusia dan jin. Oleh karena itu, ketiga surah ini (al-Ikhlash, al-Falaq dan an-Nas) dalam sebuah hadits dinamakan surah al-Mu‘awwidzāt (surah-surah untuk berlindung dari kejahatan). Urutan surah al-Falaq ini lebih didahulukan karena wazan lafalnya sesuai dengan akhir kalimat pada surah al-Ikhlash dan permulaan surah al-Lahab.
Kandungan Surah
Surah ini berisi tentang isti‘ādzah dari kejahatan seluruh makhluk, khususnya kegelapan malam, para penyihir, tukang adu domba, dan para pendengki. Itu merupakan pelajaran agung dan bermanfaat untuk menjaga sebagian manusia dari lainnya sebab adanya penyakit dalam diri mereka. Surah ini juga menjaga mereka dari kejahatan sesuatu yang mempunyai racun dan kejahatan malam jika gelap karena banyak mengandung rasa takut dan hal-hal yang mengagetkan, khususnya di daratan dan hutan.
Keutamaan Surah al-Mu‘awwidzatain
Muslim, Ahmad, Tirmidzi, dan Nasa’i meriwayatkan dari ‘Uqbah bin ‘Amr, ia berkata: “Rasulullah s.a.w. bersabda:
أَلَمْ تَرَ آيَاتٍ أُنْزِلَتِ اللَّيْلَةَ لَمْ يُرَ مِثْلُهُنَّ قَطٌّ: قُلْ أَعُوْذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ وَ قُلْ أَعُوْذُ بِرَبِّ النَّاسِ.
Diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, dan Nasa’i dari ‘Uqbah bin ‘Amir, ia berkata: “Rasulullah s.a.w. memerintahkanku untuk membaca al-Mu‘awwidzāt (surah-surah perlindungan; al-Ikhlāsh, al-Falaq, dan an-Nās) setiap selesai shalat.”
Imam Ahmad, Abu Dawud dan Nasa’i meriwayatkan dari ‘Uqbah bin ‘Amir ia berkata: “Ketika aku menuntun hewan tunggangan Rasulullah s.a.w. di suatu jalan (di Madinah) beliau bersabda kepadaku: “Aku khawatir itu akan menjadi kemaksiatan. Lantas Rasulullah s.a.w. turun dan aku naik sebentar, kemudian beliau juga naik. Kemudian beliau bersabda: “Wahai ‘Uqbah, maukah kamu aku beritahu dua surah terbaik yang dibaca oleh manusia?” Aku menjawab: “Iya, wahai Rasulullah.” Lantas beliau membacakanku surah al-Falaq dan an-Nas. Lantas shalat segera ditunaikan. Rasulullah s.a.w. maju untuk menjadi imam dan membaca kedua surah tersebut. Kemudian beliau menghampiriku dan bersabda: “Bagaimana menurutmu wahai ‘Uqbah? Bacalah kedua surah itu setiap kali kamu tidur dan bangun!”
Diriwayatkan oleh Nasa‘i dari Abu ‘Abdullah bin ‘Abis al-Juhani bahwasanya Nabi s.a.w. pernah bersabda kepadanya:
يَا ابْنَ عَابِسٍ: أَلَا أَدُلُّكَ أَوْ – أَلَا أُخْبِرُكُ – بِأَفْضَلِ مَا يَتَعَوَّذُ بِهِ الْمُتَعَوِّذُوْنَ؟ قَالَ: بَلَى يَا رَسُوْلَ اللهِ، قَالَ: قُلْ أَعُوْذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ وَ قُلْ أَعُوْذُ بِرَبِّ النَّاسِ هَاتَيْنِ السُّوْرَتَيْنِ.
“Wahai Ibnu ‘Abis, maukah kamu aku tunjukkan – atau maukah kamu aku beritahu (2831) – sesuatu yang paling baik digunakan untuk berlindung?” Dia menjawab: “Iya wahai Rasulullah.” Beliau bersabda: “al-Falaq dan an-Nās, dua surah ini.”
Ibnu Katsir meriwayatkan banyak hadits yang semakna dengan hal di atas dan berkomentar: “Jalur-jalur riwayat dari ‘Uqbah ini seperti sesuatu yang mutawātir darinya. Jalur-jalur tersebut memberi faedah qath‘i (pasti) menurut kebanyakan para pakar hadits.
Dalam hadits riwayat Shadi bin ‘Ajalan, Nabi s.a.w. bersabda:
أَلَا أُعَلِّمُكَ ثَلَاثَ سُوَرٍ، لَمْ يَنْزِلْ فِي التَّوْرَاةِ، وَ لَا فِي الْإِنْجِيْلِ، وَ لَا فِي الزَّبُوْرِ، وَ لَا فِي الْفُرْقَانِ مِثْلَهُنَّ: قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ وَ قُلْ أَعُوْذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ وَ قُلْ أَعُوْذُ بِرَبِّ النَّاسِ.
“Maukah kamu aku beritahu tiga surah yang tidak turun di kitab Taurat, Injil, Zabur dan al-Qur’an semisalnya, yaitu surah al-Ikhlāsh, al-Falaq, dan an-Nās.”
Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan para pemilik sunan mengenai perihal berobat dengan ketiga surah ini:
عَنْ عَائِشَةَ: أَنَّ النَّبِيَّ (ص) كَانَ إِذَا أَوَى إِلَى فِرَاشِهِ كُلَّ لَيْلَةٍ، جَمَعَ كَفَّيْهِ، ثُمَّ نَفَثَ فِيْهِمَا فَقَرَأَ فِيْهِمَا: قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ وَ قُلْ أَعُوْذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ وَ قُلْ أَعُوْذُ بِرَبِّ النَّاسِ، ثُمَّ يَمْسَحُ بِهِمَا مَا اسْتَطَاعَ مِنْ جَسَدِهِ، يَبْدَأُ بِهِمَا عَلَى رَأْسِهِ وَ وَجْهِه، وَ مَا أَقْبَلَ مِنْ جَسَدِهِ، يَفْعَلُ ذلِكَ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ.
“Dari ‘A’isyah bahwasanya Nabi s.a.w. jika pergi ke tempat tidur beliau setiap malam, beliau mengumpulkan kedua telapak tangan beliau, kemudian beliau meniupkan dalam kedua telapak tangannya dan membaca surah al-Ikhlāsh, al-Falaq dan an-Nās. Kemudian dengan kedua telapak tangannya, beliau mengusap tubuh beliau, dimulai dari kepala dan wajah beliau serta anggota tubuh bagian luar. Beliau melakukan hal itu sebanyak tiga kali.”
Sebab Turunnya al-Mu‘awwidzatain:
Sebab turunnya adalah kisah Lubaid bin ‘Ashim, seorang Yahudi yang menyihir Rasulullah s.a.w. sebagaimana dijelaskan dalam Shaḥīḥ Bukhari dan Shaḥīḥ Muslim dari ‘A’isyah. Dia menyihir beliau dengan media pelepah kurma yang berisi rambut Rasulullah s.a.w. yang rontok ketika bersisir, dan beberapa gigi sisir beliau serta sebuah benang yang terdapat sebelas ikatan yang ditusuk dengan jarum. Lantas kedua surah al-Mu‘awwidzatain diturunkan kepada beliau. Setiap satu ayat dibacakan terlepaslah satu ikatan dan Rasulullah s.a.w. merasa lebih ringan hingga ikatan terakhir terlepas. Seakan-akan beliau dibelenggu dengan tali. (2842) Jibril meruqyah Rasulullah s.a.w. dan berkata: “Dengan nama Allah aku meruqyahmu dari segala apa yang dapat mengganggumu. Dari kejahatan orang hasud dan ‘ain. Semoga Allah menyembuhkanmu.”
Berlindung Dari Kejahatan Semua Makhluk.
Surah al-Falaq, Ayat 1-5:
قُلْ أَعُوْذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ. مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ. وَ مِنْ شَرِّ غَاسِقٍ إِذَا وَقَبَ. وَ مِنْ شَرِّ النَّفَّاثَاتِ فِي الْعُقَدِ. وَ مِنْ شَرِّ حَاسِدٍ إِذَا حَسَدَ.
113: 1. Katakanlah: “Aku berlindung kepada Tuhan Yang Menguasai subuh, 113: 2. dari kejahatan makhluk-Nya,
113-3. dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita,
113-4. dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul,
113-5. dan dari kejahatan orang yang dengki apabila ia dengki”.
I‘rāb
(قُلْ أَعُوْذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ) kata (أَعُوْذُ) adalah fi‘il mu‘tal yang dinamakan ajwaf. Asalnya adalah (أَعُوْذُ) sesuai wazan (أَفْعُلُ). Hanya saja harakat dhammah pada huruf wawu berat untuk diucapkan karena wawu adalah hurūf ‘illah. Lantas harakat dhammah tersebut dipindah dari wawu ke huruf sebelumnya.
(مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ.) kata (شَرِّ) tanpa di-tanwīn karena di-idhāfah-kan menurut qira’ah yang masyhur. Huruf (مَا) adalah huruf mashdar, perkiraan kalimatnya (مِنْ شَرِّ خَلْقِهِ) juga dibaca dengan men-tanwīn-kan kata (شَرِّ) dan ini adalah bacaan yang diriwayatkan dari Abu Hanifah, sedangkan huruf (مَا) adalah huruf mashdar yang di-jār sebagai badal dari (شَرِّ) yakni (مِنْ شَرِّ خَلْقِهِ).
Balāghah
(الْفَلَقِ) dan (خَلَقَ) kedua kata tersebut merupakan jinās nāqish.
(وَ مِنْ شَرِّ النَّفَّاثَاتِ) (وَ مِنْ شَرِّ غَاسِقٍ) (شَرِّ مَا خَلَقَ) terdapat takrīr (pengulangan)
Kata (شَرِّ) yang bertujuan untuk memperingatkan buruk sifat-sifat ini.
(شَرِّ حَاسِدٍ) (شَرِّ النَّفَّاثَاتِ) (شَرِّ غَاسِقٍ) kalimat khusus ini disebutkan setelah kalimat yang umum, yaitu kalimat (مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ).
(حَاسِدٍ وَ حَسَدَ) kedua kata tersebut merupakan jinās isytiqāq.
(حَسَدَ) (الْعُقَدِ) (خَلَقَ) (الْفَلَقِ) ada persesuaian kata akhir untuk menyesuaikan akhir ayat.
Mufradāt Lughawiyyah
(أَعُوْذُ) aku berlindung.
(الْفَلَقِ) membelah sesuatu dan memisahkan sebagiannya dari sebagian yang lain. Kata yang sama juga ada pada surah al-An‘ām ayat 95 dan 96. Al-Falaq mencakup segala sesuatu yang dipisahkan oleh Allah dari lainnya, seperti pemisahan gelapnya malam dengan terbitnya fajar, memancarkan sumber air, hujan, tumbuh-tumbuhan, dan anak. Al-Falaq secara tradisi dikhususkan dengan arti subuh (fajar). Oleh karena itu, kata al-Falaq ditafsiri dengan arti tersebut. Pengkhususan tersebut terjadi karena terdapat makna perubahan keadaan; pergantian gelap malam yang menakutkan ke cahaya pagi yang menyenangkan. Itu menunjukkan bahwa Zat yang mampu menghilangkan kegelapan malam dari alam ini pastilah mampu menghilangkan ketakutan orang yang berlindung kepada-Nya. Lafal ar-Rabb di sini lebih tepat dari semua nama-nama Allah karena meninta perlindungan dari bahaya merupakan bentuk pemeliharaan dan penjagaan.
(مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ) dari segala kejahatan seluruh makhluk. Permintaan perlindungan tersebut dikhususkan pada alam makhluk karena segala bentuk kejahatan hanya ada dalam alam makhluk. Alam tersebut mencakup hewan, manusia dan benda mati, seperti racun dan lainnya.
(غَاسِقٍ) malam yang gelap gulita.
(وَقَبَ) masuk kegelapannya. Mengkhususkan waktu malam hari karena bahaya banyak terjadi di waktu malam dan sulit untuk dibendung.
(النَّفَّاثَاتِ) para penyihir atau para wanita yang meniupkan sihir. (فِي الْعُقَدِ) dalam ikatan yang diikat di benang. Kata (النَّفَّاث) berarti tiupan disertai dengan percikan ludah dari mulut dan kata.
(الْعُقَدِ) adalah bentuk jamak dari kata (عقدة) yang berarti sesuatu yang diikat dari tali, benang atau semisalnya.
(حَاسِدٍ) orang hasud adalah orang yang ingin kenikmatan orang yang dihasud itu hilang. Orang hasud secara khusus disebutkan di sini karena secara zahir dia merupakan sebab utama dalam mencelakai manusia, hewan, dan lainnya. Allah s.w.t. menyebutkan ketiga golongan ini setelah menyebutkan makhluk secara umum dalam kalimat mā khalaq karena ketiga golongan tersebut sangat berbahaya.
Tafsir dan Penjelasan
“Katakanlah: “Aku berlindung kepada Tuhan yang menguasai Shubuh (fajar), dari kejahatan (makhluk yang) Dia ciptakan.” (al-Falaq: 1-2).
Wahai Nabi katakanlah, Aku kembali kepada Allah dan berlindung kepada Tuhan Shubuh (fajar) karena malam telah sirna darinya atau aku berlindung kepada Tuhan segala sesuatu yang hilang dari semua makhluk Allah berupa hewan, waktu Shubuh, serbuk, biji dan segala sesuatu dari tumbuh-tumbuhan dari lainnya. Aku berlindung kepada Allah Tuhan seluruh alam dari kejahatan seluruh makhluk yang telah diciptakan oleh Allah s.w.t. Dalam ayat tersebut terdapat petunjuk bahwa Zat yang mampu menghilangkan kegelapan dari muka bumi, Dia akan mampu menolak kegelapan kejahatan dan bahaya dari hamba-Nya,
Tirmidzi dan Baihaqi meriwayatkan dari Abu Sa‘id al-Khudri, ia berkata: “Rasulullah s.a.w. dari ‘ain jin dan manusia, tatkala turun surah mu‘awwidzatain ini, beliau menggunakan kedua surah tersebut dan meninggalkan surah-surah lainnya.” Menurut Tirmidzi hadits ini derajatnya ḥasan.
Dalam kitab al-Muwaththa’, Malik meriwayatkan dari ‘A’isyah r.a.: “Bahwasanya jika Rasulullah s.a.w. sakit, beliau membacakan sendiri dua surah mu‘awwidzatain dan meniupkannya kepada diri beliau. Ketika sakit beliau semakin parah, aku membacakan kedua surah tersebut kepada beliau dan mengusapkan tangan beliau kepada diri beliau dengan berharap keberkahan kedua surah tersebut.”
Setelah Allah s.w.t. menyebutkan secara umum isti‘ādzah (permintaan perlindungan) dari seluruh makhluk, Allah menyebutkan secara khusus tiga golongan. Hal itu untuk memperingatkan bahwa ketiga golongan tersebut adalah kejahatan yang paling besar dan sesuatu yang paling penting untuk dibacakan isti‘adzah. Ketiga golongan tersebut adalah:
“Dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita.” (al-Falaq: 3).
Aku berlindung kepada Allah dari kejahatan malam jika telah datang. Karena dalam waktu malam terdapat hal-hal yang menakutkan dan mengkhawatirkan berupa hewan buas, kutu-kutu bumi, dan orang-orang yang jahat, fasiq dan rusak.
“Dan dari kejahatan (perempuan-perempuan) penyihir yang meniup pada buhul-buhul (talinya).” (al-Falaq: 4).
Aku berlindung dari kejahatan orang-orang atau para perempuan penyihir, meniupkan sihir pada ikatan benang. Kata an-Nafats berarti meniup dengan disertai percikan ludah dari mulut. Ada yang berpendapat bahwa artinya hanya meniup saja. Abu ‘Ubaidah berkata: “Para perempuan penyihir itu adalah putri-putri Labid bin al-A‘sham, seorang Yahudi yang telah menyihir Nabi s.a.w.”
“Dan dari kejahatan orang yang dengki apabila dia dengki.” (al-Falaq: 5).
Aku berlindung kepada Allah dari kejahatan setiap orang hasud ketika hasud. Orang hasud adalah orang yang berharap hilangnya kenikmatan yang telah Allah s.w.t. berikan kepada orang yang dihasud.
Fiqih Kehidupan atau Hukum-hukum
1. Surah yang mulia ini mengajarkan kepada manusia tata cara meminta perlindungan dari segala macam kejahatan di dunia dan akhirat. Meminta perlindungan dari kejahatan manusia, jin, setan, hewan buas, kutu, neraka, dosa, hawa nafsu dan kejahatan perbuatan serta kejahatan makhluk-makhluk lainnya, bahkan kejahatan diri sendiri.
2. Tidak ada hal yang menghalangi surah ini turun untuk digunakan berlindung oleh Rasulullah s.a.w. Hadits tentang hal ini derajatnya shaḥīḥ. Ini tidak bertentangan dengan nash al-Qur’an. Sihir yang terjadi pada Nabi s.a.w. hanyalah terjadi ketika dalam beberapa urusan dunia beliau mengalami sedikit pusing. Inilah makna kata at-Takhayyul yang terdapat dalam hadits. Takhayyul terkadang terjadi saat bangun, sebagaimana halnya terjadi waktu tidur. Hal itu tidak menguasai akal pikiran beliau secara mutlak sebagaimana tidak memengaruhi segala yang berkaitan dengan wahyu dan risalah. Karena Allah s.w.t. menjaga beliau dari berbagai keburukan, pikiran yang kacau atau kecemasan, sebagaimana firman Allah s.w.t:
“Dan Allah memelihara engkau dari (gangguan) manusia.” (al-Mā’idah: 67). (2853)
3. Allah menunjukkan secara khusus kepada kita untuk berlindung dari tiga golongan, yaitu: (1) malam jika telah menjelang karena di waktu malam, sebagaimana disebutkan oleh ar-Razi, hewan-hewan buas keluar dari persembunyiannya, kutu-kutu dari tempatnya, pencuri mulai melancarkan aksinya, terjadi kebakaran, sedikit adanya pertolongan dan orang-orang jahat melancarkan aksinya; (2) para penyihir perempuan yang meniupkan sihirnya dalam ikatan benang saat melakukan aksi sihir mereka; (3) orang yang hasud kepada orang lain, yaitu orang yang menginginkan kenikmatan orang lain hilang meskipun dia tidak memperoleh kenikmatan yang sama, sifat ini tercela. Adapun sifat Ghibthah atau munafasah kedua sifat itu diperbolehkan karena sifat tersebut adalah mengharap kenikmatan seperti yang diperoleh orang lain tanpa mengharap nikmat tersebut hilang dari orang yang mendapatkannya. Diriwayatkan dari Nabi s.a.w. bahwa beliau bersabda:
الْمُؤْمِنُ يَغْبِطُ، وَ الْمُنَافِقُ يَحْسُدُ.
“Seorang mu’min itu ghibthah dan orang munafik hasud.” (2864).
Dalam Shaḥīḥ Bukhari dan Muslim diriwayatkan:
لَا حَسَدَ إِلَّا فِيْ اثْنَتَيْنِ.
“Tidak ada kehasudan melainkan pada dua hal.”
Maksud hasud dalam hadits ini adalah ghibthah.
Para ulama berkata bahwa orang yang hasud tidak berbahaya kecuali jika sifat hasudnya telah berefek pada perbuatan dan perkataan. Hal itu jika sifat hasudnya membuatnya berbuat jahat kepada orang yang dia hasudi. Dengan demikian, dia akan mencari-cari kejelekan dan keburukan orang tersebut. Hasud adalah dosa maksiat kepada Allah pertama kali yang terjadi di langit dan dosa maksiat pertama kali yang terjadi di bumi. Iblis hasud kepada Nabi Adam dan Qabil hasud kepada Habil. Orang yang hasud sangat dibenci dan dilaknat.
Para ulama juga mengatakan bahwa sihir, ‘ain, hasud dan semisalnya tidak berbahaya dengan sendirinya, tetapi berbahaya dengan seizin Allah. Pengaruh jahat tersebut ditujukan kepada hal-hal itu secara zahir saja. Allah s.w.t. berfirman tentang sihir:
“Mereka tidak akan dapat mencelakakan seseorang dengan sihirnya kecuali dengan izin Allah.” (al-Baqarah: 102).
Meskipun hal-hal ini hakikatnya tidak memiliki pengaruh sedikit pun di antaranya juga penyakit-penyakit lambung, seperti wabah dan TBC, secara syari‘at diminta untuk berhati-hati dan menjauhi penyebab-penyebab penyakit tersebut semampunya. Ini untuk mengamalkan perbuatan ‘Umar dan para sahabat ketika terjadi wabah ‘amwās dan perintah untuk berhati-hati dengan ‘ain dan menghindar dari orang yang terkena penyakit lepra.
4. Kebanyakan para ulama membolehkan untuk menggunakan ruqyah, karena Nabi s.a.w. pernah sakit dan diruqyah oleh Jibril a.s. Jibril berkata: “Dengan nama Allah aku meruqyahmu dari segala sesuatu yang mengganggumu. Semoga Allah menyembuhkanmu,” sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya. Ibnu ‘Abbas berkata: “Untuk mengobati seluruh penyakit dan demam, Rasulullah s.a.w. mengajari kami doa ini:
بِسْمِ اللهِ الْكَرِيْمُ، أَعُوْذُ بِاللهِ الْعَظِيْمِ مِنْ شَرِّ كُلِّ عِرْقٍ نَعَّارٍ، وَ مِنْ شَرِّ حَرِّ النَّارِ.
“Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Mulia. Aku berlindung kepada Allah Yang Maha Agung dari keburukan segala darah yang meninggi dan keburukan panasnya api.”
Nabi s.a.w. pernah bersabda:
مَنْ دَخَلَ عَلَى مَرِيْضٍ لَمْ يَحْضُرْ أَجَلُهُ، فَقَالَ أَسْأَلُ اللهَ الْعَظِيْمَ رَبَّ الْعَرْشِ الْعَظِيْمِ أَنْ يَشْفِيَكَ – سَبْعَ مَرَّاتٍ، شَفَى.
“Barang siapa menjenguk orang sakit yang belum saatnya meninggal dunia, lantas ia berkata: “Aku meminta kepada Allah Yang Maha Agung, Tuhan ‘Arasy Yang Agung untuk menyembuhkanmu, sebanyak tujuh kali, maka pastilah orang sakit tersebut akan sembuh.”
Dari ‘Ali r.a., ia berkata: “Jika Rasulullah s.a.w. menjenguk orang sakit, beliau berdoa:
أَذْهِبِ الْبَأْسَ رَبَّ النَّاسِ، وَ اشْفِ أَنْتَ الشَّافِيْ، لَا شَافِيَ إِلَّا أَنْتَ.
“Wahai Tuhan manusia, hilangkanlah penyakit ini. Sembuhkanlah karena Engkau adalah Zat Yang Maha Menyembuhkan. Tiada yang dapat menyembuhkan melainkan Engkau.”
Dari Ibnu ‘Abbas r.a., ia berkata: “Rasulullah s.a.w. pernah membacakan ta‘awwudz untuk Hasan dan Husain, beliau bersabda:
“Aku memintakan perlindungan untuk kalian berdua dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna dari segala godaan setan dan gangguan dan dari setiap ‘ain (mata) yang mencela.”
Dari ‘Utsman bin Abi ‘Ash ats-Tsaqafi ia berkata:
قَدِمْتُ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ (ص)، وَ بِيْ وَجَعٌ قَدْ كَادَ يُبْطِلُنِيْ، فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ (ص): اِجْعَلْ يَدَكَ الْيُمْنَى عَلَيْهِ وَ قُلْ: بِسْمِ اللهِ أَعُوْذُ بِعِزَّةِ اللهِ وَ قُدْرَتِهِ مِنْ شَرِّ مَا أَجِدُ – سَبْعَ مَرَّاتٍ. فَفَعَلْتُ ذلِكَ فَشَفَانِيَ اللهُ.
“Aku datang kepada Rasulullah s.a.w. saat aku sakit yang hampir membinasakanku. Lantas Rasulullah s.a.w. bersabda: “Letakkan tangan kananmu di atas bagian yang sakit dan bacalah: “Dengan menyebut nama Allah, aku berlindung dengan kemuliaan Allah dan kekuasaan-Nya dari keburukan yang aku dapati, sebanyak tujuh kali.” Lantas aku melakukan hal itu dan Allah menyembuhkanku.”
Dan diriwayatkan pula bahwasanya Rasulullah s.a.w. jika bepergian dan bermukim di suatu tempat maka beliau bersabda:
يَا أَرْضُ، رَبِّيْ وَ رَبُّكَ اللهُ، أَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شَرِّكَ وَ شَرِّ مَا فِيْكَ، وَ شَرِّ مَا يَخْرُجُ مِنْكَ، وَ شَرِّ مَا يَدُبُّ عَلَيْكَ، وَ أَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ أَسَدٍ وَ أُسُوْدٍ، وَ حَيِّةٍ وَ عَقْرَبٍ، وَ مِنْ شَرِّ سَاكِنِي الْبَلَدِ وَ وَالِدٍ وَ مَا وُلِدَ.
“Wahai bumi, Tuhanku dan Tuhanmu adalah Allah. Aku berlindung kepada Allah dari keburukanmu, keburukan yang ada di dalammu, keburukan yang keluar darimu, dan keburukan apa yang melata di atasmu. Dan aku berlindung kepada Allah dari singa, ular, dan kalajengking. Juga dari kejahatan para penduduk negeri, yang melahirkan dan yang dilahirkan.”
Dalam hadits yang telah disebutkan ‘A’isyah berkata: “Jika Rasulullah s.a.w. merasakan sakit pada badan beliau, beliau membaca surah al-Ikhlāsh dan dua surah al-Mu‘awwidzatain di telapak tangan kanan beliau. Lantas beliau mengusap bagian yang sakit dengan telapak tangan kanan tersebut.” (2875).
Pendapat yang benar adalah dibolehkannya an-Nafats (meniupkan dengan disertai percikan liur) saat melakukan ruqyah (pengobatan dengan doa). Itu dengan dalil yang diriwayatkan oleh para imam dari ‘A’isyah bahwasanya Nabi s.a.w. meniupkan nafas dengan disertai percikan liur saat melakukan ruqyah. Al-Baqir membolehkan mengalungkan tulisan surah al-Mu‘awwidzatain di leher anak-anak kecil. Sementara itu, larangan dalam ruqyah adalah ruqyah yang tidak diketahui makna bacaannya.
Catatan: