Surah al-Falaq 113 ~ Tafsir al-Azhar

Dari Buku:
Tafsir al-Azhar
Oleh: Prof. Dr. HAMKA

Penerbit: PT. Pustaka Islam Surabaya

Rangkaian Pos: Surah al-Falaq 113 ~ Tafsir al-Azhar

113

Sūrat-ul-Falaq

Sūrat-ul-Falaq, Ayat 1-5.

 

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ

Dengan Nama Allah, Maha Pengasih, Maha Penyayang

 

قُلْ أَعُوْذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ. مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ. وَ مِنْ شَرِّ غَاسِقٍ إِذَا وَقَبَ. وَ مِنْ شَرِّ النَّفَّاثَاتِ فِي الْعُقَدِ. وَ مِنْ شَرِّ حَاسِدٍ إِذَا حَسَدَ.

113: 1. Katakanlah: “Aku berlindung dengan Tuhan dari subuh,

113: 2. Dari kejahatan apa-apa yang telah Dia jadikan,

113-3. Dan dari kejahatan malam apabila dia telah kelam,

113-4. Dan dari kejahatan wanita-wanita peniup pada buhul-buhul,

113-5. Dan dari kejahatan orang yang dengki apabila dia melakukan kedengkian.”

 

Katakanlah” – wahai Utusan-Ku – “Aku berlindung dengan Tuhan dari cuaca Subuh.” (ayat 1). Tuhan Allah adalah tempat berlindung. Nabi s.a.w. dan kita semuanya diperintahkan Tuhan agar berlindung dengan Allah. Setengah kekuasaan Allah itu ialah bahwa Dia menciptakan dan membuat suasana cuaca Subuh. Dalam ayat ini al-Falaq yang tertulis di ujung ayat kita artikan cuaca Subuh, yaitu ketika perpisahan di antara gelap malam dengan mulai terbit fajar hari akan siang. Dengan hikmat tertinggi Tuhan mewahyukan kepada Rasul-Nya akan kepentingan saat pergantian hari dari malam kepada siang itu. Waktu sebagai modal hidup sehari semalam 24 jam lamanya. Kita disuruh melindungkan diri, memohon perlindungan dan pernaungan kepada Tuhan yang menguasai cuaca Subuh itu. Berlindung kepada Tuhan agar terlepas dari segala bahaya yang ada di hadapan kita, yang kita sendiri tidak tahu.

Al-Falaq ada juga diartikan dengan peralihan. Peralihan dari malam ke siang, peralihan dari tanah yang telah sangat kering karena kemarau, lalu turun hujan, maka hiduplah kembali tumbuh-tumbuhan. Peralihan dari biji kering terlempar ke atas tanah, lalu timbul uratnya dan dia memulai hidup. Maka berlindunglah kita kepada Tuhan, dalam sebutan-Nya sebagai RABB, yang berarti mengatur, mendidik dan memelihara; supaya berkenanlah kiranya Tuhan memperlindungi kita, dari kemungkinan-kemungkinan bahaya yang terkandung pada pergantian siang dan malam atau peralihan musim.

Dari kejahatan apa-apa yang telah Dia jadikan.” (ayat 2). Semua makhluk ini Allahlah yang menciptakannya; baik langit dengan segala matahari, bulan dan bintang gemintangnya, sampai kepada awan-awan berarak. Atau bumi dengan segala isi penghuninya, lautnya dan daratnya, bukitnya dan lurahnya. Semuanya adalah ciptaan Tuhan, sedang kita manusia ini hanyalah satu makhluk kecil saja yang terselat di dalamnya. Dan segala yang telah dijadikan Allah itu bisa saja membahayakan bagi manusia, meskipun sepintas lalu kelihatan tidak apa-apa.

Hujan yang lebat bisa menjadi banjir dan kita ditimpa celaka kejahatan banjir, hanyut dan tenggelam. Panas yang terik bisa menjelma menjadi kebakaran besar, dan kita bisa saja turut hangus terbakar.

Gunung yang tinggi yang sepintas lalu menjadi perhiasan alam keliling dan penangkis angin dan ribut, bisa runtuh dan longsor, kita pun mati terhimpit dalam timbunan tanah.

Lautan yang luas dapat kita layari. Tetapi kapal yang kita tumpang bisa saja dihantam badai, tiang patah, atau tersandung kepada gunung salju, kapal pun tenggelam, kita pun mati.

Naik kapal udara adalah alat perhubungan yang paling cepat di zaman modern ini. Bisa saja awan sangat tebal sehingga tidak dapat ditembus penglihatan, sehingga tiba-tiba kapal terbang terbentur kepada gunung, dia pun hancur dan kita pun turut hancur di dalamnya. Atau sangat keras badai di laut sehingga kapal udara itu tidak dapat mengatasinya, dia pun tenggelam dan kita pun turut tenggelam ke dalam perut lautan.

Bermain-main di bawah pohon kayu besar. Tiba-tiba angin puyuh datang berhembus, pohon itu naik tumbang, kita mati dihimpitnya. Naik kereta api yang tergelincir relnya, sehingga jatuh dan hancur. Naik mobil yang tiba-tiba tidak terkendalikan, sehingga masuk ke dalam lurah. Sedang kita enak-enak berjalan di jalan raya, tiba-tiba ada orang mengamuk, mana yang bertemu ditikamnya, kita pun kena. Kompor minyak sedang orang perempuan bertanak di dapur, tiba-tiba meletus. Perempuan yang tengah bertanak itu dikeluyut minyak tanah terbakar dan mati. Orang sedang naik sepeda kencang, tiba-tiba terbentur ke batu besar, terlempar badannya, kena tonggak kawat, pecah kepalanya dan mati.

Maka semua yang dijadikan Allah itu mungkin saja ada bahayanya, yang tidak kita sangka: Januari 1973 meletus gunung di Iceland dengan tiba-tiba padahal menurut penyelidikan ahli-ahli sudah 7000 tahun gunung itu tidak berapi lagi. Kita manusia ini hanya satu makhluk kecil saja hidup di antara makhluk Allah yang lebih besar dan lebih dahsyat.

Sepaku kecil yang terlepas daripada terompah orang di jalan raya. Apalah artinya sepaku kecil itu. Tiba-tiba terpijak di kaki seorang yang sedang berjalan kaki, karena kebetulan dia tidak memakai alas kaki. Sepaku itu berkarat dan karatnya itu berbisa. Dia terpijak oleh telapak kaki, lalu pada luka kecil itu timbul infeksi keracunan darah. Tidak lama kemudian matilah orang yang kena infeksi itu setelah paku kecil yang bercampak di tengah jalan yang tidak berarti itu.

Sebab itu maka dapatlah dikatakan bahwa di mana-mana ada bahaya. Kita tidak boleh lupa hal ini. Tuhan Allah sebagai Pencipta seluruh alam Maha Kuasa pula menyelipkan bahaya pada barang-barang atau sesuatu yang kita pandang remeh. Oleh sebab itu di dalam ayat ini kita disuruh memperlindungkan diri kepada Tuhan dalam namanya sebagai RABB, penjaga, pemelihara, pendidik dan pengasuh, agar diselamatkanlah kiranya kita daripada segala bahaya yang mungkin ada saja di seluruh Alam Yang Tuhan Ciptakan. “Dan dari kejahatan malam apabila dia telah kelam.” (ayat 3). Apabila matahari telah terbenam dan malam telah datang menggantikan siang, bertambah lama bertambah tersuruklah matahari itu ke sebalik bumi dan bertambah kelamlah malam. Kelamnya malam merobah sama sekali suasana. Di rimba-rimba belukar yang lebat, di padang-padang dan gurun pasir timbullah kesepian dan keseraman mencekam. Maka dalam malam hari itu berbagai ragamlah bahaya dapat terjadi. Binatang-binatang berbisa seperti ular, kala dan lipan, keluarlah gentayangan di malam hari. Kita tidur dengan enak, siapa yang memelihara kita dari bahaya tengah kita tidur itu kalau bukan Tuhan.

Dan orang pemaling pun keluar dalam malam hari, sedang orang enak tidur. Kadang-kadang demikian enaknya tidur, sehingga segala barang-barang berharga yang ada dalam rumah diangkat dan diangkut pencuri kita samasekali tidak tahu. Setelah bangun pagi baru kita tercongong melihat barang-barang yang penting, milik-milik kita yang berharga telah licin tandas dibawa maling.

Dalam kehidupan modern dalam kota yang besar-besar lebih dahsyat lagi bahaya malam. Orang yang tenggelam dalam lautan hawa nafsu, yang tidak lagi menuntut kesucian hidup, pada malam hari itulah dia keluar dari rumah ke tempat-tempat maksiat. Di malam harilah harta-benda dimusnahkan di meja judi atau dalam pelukan perempuan jahat. Di malam hari suami mengkhianati istrinya. Di malam harilah gadis-gadis remaja yang hidup bebas dirusakkan perawannya, dihancurkan hari depannya oleh manusia-manusia yang tidak pula mengingat lagi hari depannya sendiri.

Sebab itu maka di segala zaman disuruhlah kita berlindung kepada Allah sebagai Rabb dari bahaya kejahatan malam apabila dia telah kelam.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *