Surah al-Fajr 89 ~ Tafsir Ibni Katsir (4/4)

Dari Buku:
Tafsir Ibnu Katsir, Juz 30
(An-Nabā’ s.d. An-Nās)
Oleh: Al-Imam Abu Fida’ Isma‘il Ibnu Katsir ad-Dimasyqi

Penerjemah: Bahrun Abu Bakar L.C.
Penerbit: Sinar Baru Algensindo Bandung

Rangkaian Pos: Surah al-Fajr 89 ~ Tafsir Ibni Katsir

Al-Fajr, ayat: 21-30

كَلَّا إِذَا دُكَّتِ الْأَرْضُ دَكًّا دَكًّا. وَ جَاءَ رَبُّكَ وَ الْمَلَكُ صَفًّا صَفًّا. وَ جِيْءَ يَوْمَئِذٍ بِجَهَنَّمَ يَوْمَئِذٍ يَتَذَكَّرُ الْإِنْسَانُ وَ أَنّى لَهُ الذِّكْرى. يَقُوْلُ يَا لَيْتَنِيْ قَدَّمْتُ لِحَيَاتِيْ. فَيَوْمَئِذٍ لَّا يُعَذِّبُ عَذَابَهُ أَحَدٌ. وَ لَا يُوْثِقُ وَثَاقَهُ أَحَدٌ. يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ. اِرْجِعِيْ إِلَى رَبِّكِ رَاضِيَةً مَّرْضِيَّةً. فَادْخُلِيْ فِيْ عِبَادِيْ. وَ ادْخُلِيْ جَنَّتِيْ

089:21. Jangan (berbuat demikian). Apabila bumi digoncangkan berturut-turut,
089:22. dan datanglah Tuhanmu; sedang malaikat berbaris-baris.
089:23. dan pada hari itu diperlihatkan neraka Jahanam; dan pada hari itu ingatlah manusia akan tetapi tidak berguna lagi mengingat itu baginya.
089:24. Dia mengatakan: “Alangkah baiknya kiranya aku dahulu mengerjakan (amal saleh) untuk hidupku ini.”
089:25. Maka pada hari itu tiada seorang pun yang menyiksa seperti siksa-Nya,
089:26. dan tiada seorang pun yang mengikat seperti ikatan-Nya.
089:27. Hai jiwa yang tenang.
089:28. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridai-Nya.
089:29. Maka masuklah ke dalam jemaah hamba-hambaKu,
089:30. dan masuklah ke dalam surga-Ku.

 

Allah s.w.t. menceritakan peristiwa yang terjadi pada hari kiamat, yaitu huru-hara yang amat besar. Untuk itu Allah s.w.t. berfirman:

كَلَّا

Sekali-kali tidak (demikian). (al-Fajr: 17).

Yakni benar.

إِذَا دُكَّتِ الْأَرْضُ دَكًّا دَكًّا.

Apabila bumi diguncangkan berturut-turut. (al-Fajr: 21)

Maksudnya, telah diratakan sehingga menjadi rata tanpa ada gunung-gunung, dan semua makhluk dibangkitkan dari kubur mereka untuk menghadap kepada Tuhannya.

وَ جَاءَ رَبُّكَ

Dan datanglah Tuhanmu. (al-Fajr: 22).

Yakni untuk memutuskan peradilan dengan hukum-Nya di antara makhluk-Nya.

Demikian itu terjadi setelah mereka memohon syafaat kepada Allah s.w.t. melalui penghulu anak Ādam secara mutlak, yaitu Nabi Muḥammad s.a.w. sebelumnya mereka meminta hal ini kepada para rasul dari kalangan ulul-‘azmi seorang demi seorang, tetapi masing-masing dari mereka hanya menjawab: “Aku bukanlah orang yang berhak untuk mendapatkannya.” Hingga sampailah giliran mereka untuk meminta kepada Nabi Muḥammad s.a.w. Maka beliau bersabda:

أَنَا لَهَا أَنَا لَهَا

Akulah yang akan memintakannya akulah yang akan memintakannya.

Maka pergilah Nabi Muḥammad s.a.w. dan meminta syafaat kepada Allah s.w.t. untuk segera datang guna memutuskan peradilan. Dan Allah s.w.t. memberinya syafaat dengan meluluskan permintaannya; peristiwa ini merupakan permulaan dari berbagai syafaat berikutnya. Inilah yang disebutkan dengan maqām-ul-maḥmūd (kedudukan yang terpuji), sebagaimana yang telah dijelaskan dalam tafsir sūrat-ul-Isrā’.

Lalu datanglah Allah s.w.t. untuk memutuskan peradilan sebagaimana yang dikehendaki-Nya, sedangkan para malaikat datang di hadapan-Nya bershaf-shaf.

Firman Allah s.w.t.:

وَ جِيْءَ يَوْمَئِذٍ بِجَهَنَّمَ

Dan pada hari itu diperlihatkan neraka jahannam. (al-Fajr: 23).

Imām Muslim ibn-ul-Ḥajjāj telah mengatakan di dalam kitab Shaḥīḥ-nya, bahwa telah menceritakan kepada kami ‘Amr ibnu Ḥafsh, ibnu Ghayyāts, telah menceritakan kepada kami ayahku, dari Abul-‘Alā ibnu Khālid al-Kāhilī, dari Syaqīq, dari ‘Abdullāh ibnu Mas‘ūd yang mengatakan bahwa Rasūlullāh s.a.w. pernah bersabda:

يُؤْتَى بِجَهَنَّمَ يَوْمَئِذٍ لَهَا سَبْعُوْنَ أَلْفِ زَمَامٍ مَعَ كُلِّ زَمَامٍ سَبْعُوْنَ أَلْفِ مَلَكٍ يَجُرُّوْنَهَا

Neraka Jahanam pada hari itu didatangkan dengan tujuh puluh ribu kendali yang masing-masing kendali dipegang oleh tujuh puluh ribu malaikat yang menariknya.

Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imām Tirmidzī dari ‘Abdullāh ibnu ‘Abd-ur-Raḥmān ad-Dārimī, dari ‘Umar ibnu Ḥafsh dengan sanad yang sama. Imām Tirmidzī telah meriwayatkannya pula dari ‘Abdu ibnu Ḥumaid, dari Abū ‘Āmir, dari Sufyān ats-Tsaurī, dari al-‘Alā ibnu Khālid, dari Syaqīq ibnu Salamah alias Abū Wā’il, dari ‘Abdullāh ibnu Mas‘ūd dan disebutkan hanya sebagai perkataan Ibnu Mas‘ūd dan tidak me-rafa‘-kannya sampai kepada Nabi s.a.w. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Jarīr, dari al-Ḥasan ibnu ‘Arafah, dari Marwān ibnu Mu‘āwiyah al-Fazzārī, dari al-‘Alā ibnu Khālid, dari Syaqīq, dari ‘Abdullāh sebagai perkataan ‘Abdullāh.

Firman Allah s.w.t.:

يَوْمَئِذٍ يَتَذَكَّرُ الْإِنْسَانُ

Dan pada hari itu ingatlah manusia. (al-Fajr: 23)

Yakni teringat akan semua amal perbuatannya di masa lalu, baik yang telah lama maupun yang baru.

وَ أَنّى لَهُ الذِّكْرى

Akan tetapi tidak berguna lagi mengingat itu baginya. (al-Fajr: 23).

Maksudnya tiada manfaatnya lagi baginya mengingat itu.

يَقُوْلُ يَا لَيْتَنِيْ قَدَّمْتُ لِحَيَاتِيْ.

Dia mengatakan: “Alangkah baiknya kiranya aku dahulu mengerjakan (amal saleh) untuk hidupku ini.” (al-Fajr: 24).

Yaitu dia menyesali perbuatan-perbuatan durhaka yang telah dikerjakannya di masa lalu jika dia orang yang durhaka. Dan dia berharap seandainya dia dahulu menambah amal ketaatan jika dia adalah orang yang taat di masa lalunya. Imām Aḥmad sehubungan dengan hal ini mengatakan, telah menceritakan kepada kami ‘Alī ibnu Isḥāq, telah menceritakan kepada kami ‘Abdullāh ibn-ul-Mubārak, telah menceritakan kepada kami Tsaur ibnu Yazīd, dari Khālid ibnu Ma‘dān, dari Jubair ibnu Nafīr, dari Muḥammad ibnu ‘Umrah salah seorang sahabat Rasūlullāh s.a.w. yang mengatakan bahwa seandainya seseorang hamba sejak dilahirkan selalu hidup dalam amal ketaatan kepada Tuhannya sampai dia mati, niscaya di hari kiamat dia menganggap kecil amal perbuatannya, dan niscaya dia menginginkan seandainya dia dikembalikan ke dunia untuk melakukan ketaatan yang sama, agar pahalanya bertambah.

Firman Allah s.w.t.:

فَيَوْمَئِذٍ لَا يُعَذِّبُ عَذَابَهُ أَحَدٌ.

Maka pada hari itu tiada seorang pun yang menyiksa seperti siksa-Nya. (al-Fajr: 25).

Yakni tiada seorang pun yang lebih keras siksaannya terhadap orang yang durhaka kepadanya pada hari itu selain Allah s.w.t. terhadap orang yang durhaka kepada-Nya:

و لَا يُوْثِقُ وَثَاقَهُ أَحَدٌ.

Dan tiada seorang pun yang mengikat seperti ikatannya. (al-Fajr: 26).

Artinya tiada seorang pun yang lebih keras ikatannya dan pukulannya daripada ikatan dan pukulan Malaikat Zabāniyah (juru siksa) terhadap orang-orang yang kafir kepada Tuhan mereka. Hal ini hanyalah menyangkut orang-orang yang berdosa dan orang-orang yang aniaya. Adapun apa yang dialami oleh jiwa yang suci lagi tenang yang selalu tetap tunduk patuh kepada kebenaran, maka dikatakan kepadanya:

يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ. ارْجِعِيْ إِلَى رَبِّكِ

Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu. (al-Fajr: 27-28).

Yaitu ke sisi-Nya, ke pahala-Nya, dan kepada apa yang telah disediakan oleh-Nya bagi hamba-hambaNya di dalam surga-Nya:

رَاضِيَةً مَّرْضِيَّةً.

Dengan hati yang puas lagi diridhai. (al-Fajr: 28).

Yakni hati yang puas karena mendapat ridha dari Allah s.w.t.

فَادْخُلِيْ فِيْ عِبَادِيْ.

Maka masuklah ke dalam jamaah hamba-hambaKu. (al-Fajr: 29).

Maksudnya, ke dalam golongan mereka yang diridhai.

وَ ادْخُلِيْ جَنَّتِيْ

Dan masuklah ke dalam surga-Ku. (al-Fajr: 30).

Hal ini dikatakan kepada yang bersangkutan manakala dia menjelang ajalnya dan juga di saat hari kiamat. Sebagaimana para malaikat menyampaikan kepadanya berita gembira ini di saat ia menjelang ajalnya dan di saat ia dibangkitkan dari kuburnya.

Kemudian ulama tafsir berbeda pendapat tentang siapa yang melatar-belakangi turunnya ayat ini. maka menurut riwayat adh-Dhaḥḥāk, dari Ibnu ‘Abbās, ayat ini diturunkan berkenaan dengan sahabat ‘Utsmān ibnu ‘Affān. Dan menurut riwayat yang bersumberkan dari Buraidah ibn-ul-Ḥashīb, ayat ini diturunkan berkenaan dengan Hamzah ibnu ‘Abd-ul-Muththalib r.a.

Al-‘Aufī telah meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbās, bahwa dikatakan kepada arwah yang tenang di hari kiamat.

يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ. ارْجِعِيْ إِلَى رَبِّكِ

Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu. (al-Fajr: 27-28).

Maksudnya kepada temanmu masing-masing, yakni badannya masing-masing yang telah dihuninya ketika di dunia.

رَاضِيَةً مَّرْضِيَّةً.

Dengan hati yang puas lagi diridai. (al-Fajr: 28).

Diriwayatkan pula darinya bahwa dia membaca ayat ini dengan bacaan berikut:

فَادْخُلِيْ فِيْ عِبَادِيْ. وَ ادْخُلِيْ جَنَّتِيْ

Maka masuklah ke dalam jamaah hamba-hambaKu. Dan masuklah ke dalam surga-Ku. (al-Fajr: 29-30).

Hal yang sama telah dikatakan oleh ‘Ikrimah dan al-Kalbī, dan pendapat ini dipilih oleh Ibnu Jarīr, tetapi pendapat ini gharīb. Dan pendapat yang paling jelas (kuat) adalah yang pertama karena ada firman Allah s.w.t. yang menyebutkan:

ثُمَّ رُدُّوْا إِلَى اللهِ مَوْلَاهُمُ الْحَقِّ

Kemudian mereka (hamba Allah) dikembalikan kepada Allah. Penguasa mereka yang sebenarnya. (al-An‘ām: 62).

Dan firman Allah s.w.t.:

وَ أَنَّ مَرَدَّنَا إِلَى اللهِ

Dan sesungguhnya kita kembali kepada Allah. (al-Mu’min: 43).

Yakni kembali kepada hukum-Nya dan berdiri di hadapan-Nya. Ibnu Abī Ḥātim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ‘Alī ibn-ul-Ḥusain, telah menceritakan kepada kami Aḥmad ibnu ‘Abd-ur-Raḥmān ibnu ‘Abdullāh ad-Dusytukī, telah menceritakan kepadaku ayahku, dari ayahnya, dari Asy‘ats, dari Ja‘far, dari Sa‘īd ibnu Jubair, dari Ibnu ‘Abbās sehubungan dengan makna firman-Nya:

يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ. اِرْجِعِيْ إِلَى رَبِّكِ رَاضِيَةً مَّرْضِيَّةً.

Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu. Dengan hati yang puas lagi diridai. (al-Fajr: 27-28).

Bahwa ayat ini diturunkan ketika Abū Bakar r.a. sedang duduk di hadapan Nabi s.a.w., lalu ia berkata: “Wahai Rasūlullāh, alangkah baiknya hal ini.” Maka Rasūlullāh s.a.w. menjawab:

أَمَا إِنَّهُ سَيُقَالُ لَكَ هذَا

Ingatlah, sesungguhnya hal itu akan dikatakan kepadamu.

Kemudian Ibnu Abī Ḥātim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abū Sa‘īd al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Ibnu Yamān, dari Asy‘ats, dari Sa‘īd ibnu Jubair yang mengatakan bahwa ia membaca firman Allah s.w.t. berikut ini di hadapan Nabi s.a.w.:

يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ. اِرْجِعِيْ إِلَى رَبِّكِ رَاضِيَةً مَّرْضِيَّةً.

Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu. Dengan hati yang puas lagi diridai. (al-Fajr: 27-28).

Maka Abū Bakar r.a. berkata, bahwa sesungguhnya hal itu benar-benar baik. Maka Nabi s.a.w. bersabda kepadanya:

أَمَا إِنَّ الْمَلَكَ سَيَقُوْلُ لَكَ هذَا عِنْدَ الْمَوْتِ

Ingatlah sesungguhnya malaikat akan mengatakan hal itu kepadamu di saat (engkau) meninggal.

Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Jarīr dari Abū Kuraib, dari ibnu Yamān dengan sanad yang sama. Dan hadits ini berpredikat mursal lagi ḥasan.

Kemudian Ibnu Abī Ḥātim mengatakan, telah menceritakan pula kepada kami al-Ḥasan ibnu ‘Arafah, telah menceritakan kepada kami Marwān ibnu Syujā‘ al-Jazarī, dari Sālim al-Afthas, dari Sa‘īd ibnu Jubair yang mengatakan bahwa ketika Ibnu ‘Abbās meninggal dunia di Thā’if, datanglah suatu makhluk yang terbang yang tidak pernah terlihat sebelumnya berbentuk seperti Ibnu ‘Abbās. Lalu makhluk yang terbang itu masuk ke dalam katilnya dan tidak pernah kelihatan lagi keluar dari padanya. Dan ketika jenazah Ibnu ‘Abbās diletakkan di dalam liang kuburnya, maka terdengarlah ada yang membaca ayat berikut di pinggir kuburnya tanpa ada yang mengetahui siapa yang membacanya, yaitu firman-Nya:

يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ. اِرْجِعِيْ إِلَى رَبِّكِ رَاضِيَةً مَّرْضِيَّةً. فَادْخُلِيْ فِيْ عِبَادِيْ. وَ ادْخُلِيْ جَنَّتِيْ

Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu. Dengan hati yang puas lagi diridai. Maka masuklah ke dalam jamaah hamba-hambaKu. Dan masuklah ke dalam surga-Ku. (al-Fajr: 27-30).

Imām Thabrānī meriwayatkannya dari ‘Abdullāh ibnu Aḥmad, dari ayahnya, dari Marwān ibnu Syujā‘, dari Sālim ibnu ‘Ajlān al-Afthas dengan sanad yang sama, lalu disebutkan hal yang sama.

Al-Ḥāfizh Muḥammad ibn-ul-Mundzir al-Harawī yang dikenal dengan Basyukr telah menyebutkan di dalam Kitāb-ul-‘Ajā’ib berikut sanadnya dari Qubbās ibnu Razīn alias Abū Hāsyim yang mengatakan, bahwa ia ditawan di negeri Romawi, lalu Raja Romawi mengumpulkan semua tawanan, dan ia menawarkan agamanya kepada kami, bahwa barang siapa yang menolak maka akan dipenggal kepalanya. Maka murtadlah ketiga orang dari kalangan mereka, lalu datanglah orang yang ke empat; setelah ditawarkan kepadanya untuk murtad, ia menolak, maka dipenggallah kepalanya, lalu dijatuhkan (dilemparkan) ke sebuah sungai di sana.

Kemudian kepala orang itu pada mulanya tenggelam ke dalam air, tidak lama kemudian muncul mengambang dan ia memandang kepada ketiga orang temannya yang telah murtad itu dan mengatakan kepada mereka, bahwa hai Fulan, Fulan dan Fulan, dengan menyebutkan nama-nama mereka satu per satu. Lalu ia melanjutkan, bahwa Allah s.w.t. telah berfirman di dalam kitab-Nya:

يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ. ارْجِعِيْ إِلَى رَبِّكِ رَاضِيَةً مَّرْضِيَّةً. فَادْخُلِيْ فِيْ عِبَادِيْ. وَ ادْخُلِيْ جَنَّتِيْ

Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu. Dengan hati yang puas lagi diridai. Maka masuklah ke dalam jamaah hamba-hambaKu. Dan masuklah ke dalam surga-Ku. (al-Fajr: 27-30).

Kemudian kepala orang itu tenggelam kembali ke dalam air.

Abū Hāsyim melanjutkan kisahnya, bahwa pada saat itu juga hampir semua orang Nasrani masuk Islam, dan singgasana raja terjatuh; dan ketiga orang yang tadinya murtad bertobat, lalu kembali lagi kepada agama Islam.

Abū Hāsyim melanjutkan bahwa tidak lama kemudian datanglah tebusan para tawanan pasukan kaum muslim yang dikirim oleh khalifah Abū Ja‘far al-Manshūr, sehingga kami pun bebas.

Al-Ḥāfizh ibnu ‘Asākir di dalam biografi Rawwāḥah binti Abū ‘Amr al-Auzā’ī, telah menceritakan dari ayahnya, bahwa telah menceritakan kepadaku Sulaimān ibnu Ḥabīb al-Muḥāribī, telah menceritakan kepadaku Abū Umāmah, bahwa Rasūlullāh s.a.w. bersabda kepada seorang lelaki:

قُلِ اللهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ نَفْسًا بِكَ مُطْمَئِنَّةً تُؤْمِنُ بِلِقَائِكَ وَ تَرْضَى بِقَضَائِكَ وَ تَقْنَعُ بِعَطَائِكَ.

Katakanlah: “Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada Engkau jiwa yang hanya tenang kepada Engkau, beriman kepada hari bersua dengan Engkau, dan rida dengan keputusan Engkau dan menerima dengan tulus pemberian Engkau.

Kemudian Ibnu ‘Asākir meriwayatkan dari Abū Sulaimān ibnu Wabar, bahwa ia telah mengatakan bahwa hadits Rawwāḥah ini adalah hadits yang tunggal (seorang budak wanita).

Demikian akhir tafsir sūrat-ul-Fajr dengan memanjatkan puji dan syukur kepada Allah s.w.t. atas limpahan karunia-Nya.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *