بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ.
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
Ayat 1-9: Sumpah Allah subḥānahu wa ta‘ālā dengan langit, hari Kiamat, dan para rasūl, bahwa orang-orang yang menindas kaum mu’min akan binasa dan di sana terdapat isyārat bahwa Orang-orang yang menentang Nabi Muḥammad shallallāhu ‘alaihi wa sallam juga akan mengalami kehancuran sebagaimana yang dialami umat-umat terdahulu yang menentang rasūl-rasūl mereka.
وَ السَّمَاءِ ذَاتِ الْبُرُوْجِ. وَ الْيَوْمِ الْمَوْعُوْدِ. وَ شَاهِدٍ وَ مَشْهُوْدٍ. قُتِلَ أَصْحَابُ الْأُخْدُوْدِ. النَّارِ ذَاتِ الْوَقُوْدِ. إِذْ هُمْ عَلَيْهَا قُعُوْدٌ. وَ هُمْ عَلَى مَا يَفْعَلُوْنَ بِالْمُؤْمِنِيْنَ شُهُوْدٌ. وَ مَا نَقَمُوْا مِنْهُمْ إِلَّا أَنْ يُؤْمِنُوْا بِاللهِ الْعَزِيْزِ الْحَمِيْدِ. الَّذِيْ لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَ الْأَرْضِ وَ اللهُ عَلى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيْدٌ.
كَانَ ملك فيمن كَانَ قَبلَكم و كَانَ لَه ساحر فَلَما كَبِر قَالَ للْملك إِني قَد كَبِرت فَابعثْ إِلَي غلَاما أعلِّمه السحر فَبعثَ إِلَيه غلَاما يعلِّمه فَكَانَ في طَرِيقه إِذَا سلَك راهب فَقَعد إِلَيه و سمع كَلَامه فَأَعجبه فَكَانَ إِذَا أَتى الساحر مر بِالراهبِ و قَعد إِلَيه فَإِذَا أَتى الساحر ضربه فَشكَا ذَلك إِلَى الراهبِ فَقَالَ إِذَا خشيت الساحر فَقلْ حبسنِي أَهلي و إِذَا خشيت أَهلَك فَقلْ حبسنِي الساحر فَبينما هو كَذَلك إِذْ أَتى علَى دابة عظيمة قَد حبست الناس فَقَالَ الْيوم أَعلَم آلساحر أَفْضل أَم الراهب أَفْضل فَأَخذَ حجرا فَقَالَ اللَّهم إِنْ كَانَ أَمر الراهبِ أَحب إِلَيك من أَمرِ الساحرِ فَاقْتلْ هذه الدابةَ حتى يمضي الناس فَرماها فَقَتلَها و مضى الناس فَأَتى الراهب فَأَخبره فَقَالَ لَه الراهب أَي بني أَنت الْيوم أَفْضل مني قَد بلَغَ من أَمرِك ما أَرى و إِنك ستبتلَى فَإِنْ ابتليت فَلَا تدلَّ علَي و كَانَ الْغلَام يبرِئ الْأَكْمه و الْأَبرص و يداوِي الناس من سائرِ الْأَدواءِ فَسمع جليس للْملك كَانَ قَد عمي فَأَتاه بِهدايا كَثيرة فَقَالَ ما ها هنا لَك أَجمع إِنْ أَنت شفَيتنِي فَقَالَ إِني لَا أَشفي أَحدا إِنما يشفي اللَّه فَإِنْ أَنت آمنت بِاللَّه دعوت اللَّه فَشفَاك فَآمن بِاللَّه فَشفَاه اللَّه فَأَتى الْملك فَجلَس إِلَيه كَما كَانَ يجلس فَقَالَ لَه الْملك من رد علَيك بصرك قَالَ ربي قَالَ و لَك رب غَيرِي قَالَ ربي و ربك اللَّه فَأَخذَه فَلَم يزلْ يعذِّبه حتى دلَّ علَى الْغلَامِ فَجِيءَ بِالْغلَامِ فَقَالَ لَه الْملك أَي بني قَد بلَغَ من سحرِك ما تبرِئ الْأَكْمه و الْأَبرص و تفْعل و تفعلُ فَقَالَ إِني لَا أَشفي أَحدا إِنما يشفي اللَّه فَأَخذَه فَلَم يزلْ يعذِّبه حتى دلَّ علَى الراهبِ فَجِيءَ بِالراهبِ فَقيلَ لَه ارجِع عن دينِك فَأَبى فَدعا بِالْمئْشارِ فَوضع الْمئْشار في مفْرِقِ رأْسه فَشقَّه حتى وقَع شقَّاه ثم جِيءَ بِجليسِ الْملك فَقيلَ لَه ارجِع عن دينِك فَأَبى فَوضع الْمئْشار في مفْرِقِ رأْسه فَشقَّه بِه حتى وقَع شقَّاه ثم جِيءَ بِالْغلَامِ فَقيلَ لَه ارجِع عن دينِك فَأَبى فَدفَعه إِلَى نفَرٍ من أَصحابِه فَقَالَ اذْهبوا بِه إِلَى جبلِ كَذَا وكَذَا فَاصعدوا بِه الْجبلَ فَإِذَا بلَغتم ذروته فَإِنْ رجع عن دينِه و إِلَّا فَاطْرحوه فَذَهبوا بِه فَصعدوا بِه الْجبلَ فَقَالَ اللَّهم اكْفنِيهِم بِما شئْت فَرجف بِهِم الْجبلُ فَسقَطوا و جاءَ يمشي إِلَى الْملك فَقَالَ لَه الْملك ما فَعلَ أَصحابك قَالَ كَفَانِيهِم اللَّه فَدفَعه إِلَى نفَرٍ من أَصحابِه فَقَالَ اذْهبوا بِه فَاحملوه فيُقرقورٍ فَتوسطوا بِه الْبحر فَإِنْ رجع عن دينِه و إِلَّا فَاقْذفوه فَذَهبوا بِه فَقَالَ اللَّهم اكْفنِيهِم بِما شئْت فَانكَفَأَت بِهِم السفينة فَغرِقوا و جاءَ يمشي إِلَى الْملك فَقَالَ لَه الْملك ما فَعلَ أَصحابك قَالَ كَفَانِيهِم اللَّه فَقَالَ للْملك إِنك لَست بِقَاتلي حتى تفْعلَ ما آمرك بِه قَالَ و ما هو قَالَ تجمع الناس في صعيد واحد و تصلبنِي علَى جِذْعٍ ثم خذْ سهما من كنانتي ثم ضع السهم في كَبِد الْقَوسِ ثم قلْ بِاسمِ اللَّه رب الْغلَامِ ثم ارمنِي فَإِنك إِذَا فَعلْت ذَلك قَتلْتنِي فَجمع الناس في صعيد واحد و صلَبه علَى جِذْعٍ ثم أَخذَ سهما من كنانته ثم وضع السهم في كَبد الْقَوسِ ثم قَالَ بِاسمِ اللَّه رب اْلغلَامِ ثم رماه فَوقَع السهم في صدغه فَوضع يده في صدغه في موضعِ السهمِ فَمات فَقَالَ الناس آمنا بِرب الْغلَامِ آمنا بِرب الْغلَامِ آمنا بِرب الْغلَامِ
فَأتي الْملك فَقيلَ لَه أَرأَيت ما كنت تحذَر قَد و اللَّه نزلَ بِك حذَرك قَد آمن الناس فَأَمر بِالْأخدود في أَفْواه السكَك فَخدت و أَضرم النيرانَ وقَالَ من لَم يرجِع عن دينِه فَأَحموه فيها أَو قيلَ لَه اقْتحم فَفَعلوا حتى جاءَت امرأَة و معها صبِي لَها فَتقَاعست أَنْ تقَع فيها فَقَالَ لَها الْغلَام يا أمه اصبِرِي فَإِنك علَى الْحق.
“Ada seorang raja pada zaman sebelum kalian. Ia memiliki seorang tukang sihir. Ketika tukang sihir itu sudah tua, ia berkata kepada si raja: “Sesungguhnya usiaku telah tua. Oleh karena itu, utuslah kepadaku seorang pemuda agar aku ajarkan sihir.” Maka diutuslah seorang pemuda yang kemudian diajarkannya sihir. Di jalan menuju tukang sihir itu terdapat seorang rahib (‘ulamā’). Pemuda itu mendatangi si rahib (‘ulamā’) dan mendengarkan kata-katanya. Si pemuda begitu kagum dengan kata-kata rahib. Oleh sebab itu, ketika ia pergi menuju tukang sihir, ia mampir dulu kepada si rahib sehingga (karena terlambat datang) tukang sihir itu memukulinya. Maka pemuda itu mengeluh kepada si rahib, lalu rahib itu menasihatinya dan berkata: “Jika kamu takut kepada pesihir, maka katakanlah: “Keluargaku menahanku. Dan jika kamu takut kepada keluargamu, maka katakanlah: “Tukang sihir menahanku.” Ketika keadaan seperti itu, ia bertemu dengan binatang besar yang menghalangi jalan manusia (sehingga mereka tidak bisa lewat). Maka si pemuda berkata: “Pada hari ini aku akan mengetahui, apakah si pesihir lebih utama ataukah si rahib (‘ulamā’).” Setelah itu, ia mengambil batu sambil berkata: “Ya Allah, jika perintah rahib (‘ulamā’) lebih Engkau cintai daripada perintah pesihir maka bunuhlah binatang ini, sehingga manusia bisa lewat.” Lalu ia melemparnya, dan binatang itu pun terbunuh dan orang-orang bisa lewat. Lalu ia mendatangi si rahib dan memberitahukan hal itu kepadanya. Rahib (‘ulamā’) berkata: “Wahai anakku, pada hari ini engkau telah menjadi lebih utama dari diriku. Urusanmu telah sampai pada tingkatan yang aku saksikan. Kelak, engkau akan diuji. Jika engkau diuji maka jangan tunjukkan diriku.” Selanjutnya, pemuda itu bisa menyembuhkan orang yang buta, sopak dan segala jenis penyakit. Alkisah, ada pejabat raja yang buta yang mendengar tentang si pemuda. Maka ia membawa hadiah yang banyak kepadanya sambil berkata: “Apa yang ada di sini, aku kumpulkan untukmu jika engkau dapat menyembuhkan aku.” Pemuda itu menjawab: “Aku tidak bisa menyembuhkan seseorang. Yang menyembuhkan adalah Allah. Jika engkau beriman kepada Allah, maka saya akan berdoa kepada Allah, agar Dia menyembuhkanmu.” Lalu ia beriman kepada Allah, dan Allah menyembuhkannya. Kemudian ia datang kepada raja dan duduk di sisinya seperti biasanya. Si raja berkata: ”Siapa yang menyembuhkan penglihatanmu?” Ia menjawab: “Tuhanku.” Raja berkata: “Apakah kamu memiliki Tuhan selain diriku?” Ia menjawab: “Ya, Tuhanku dan Tuhanmu adalah Allah.” Maka Raja menangkapnya dan terus-menerus menyiksanya sampai ia menunjukkan kepada si pemuda. Pemuda itu pun didatangkan. Si raja berkata: “Wahai anakku, sihirmu telah sampai pada tingkat kamu bisa menyembuhkan orang buta, sopak dan kamu bisa berbuat ini dan itu.” Si pemuda menjawab: “Aku tidak mampu menyembuhkan seorang pun. Yang menyembuhkan hanyalah Allah.” Lalu ia pun ditangkap dan terus disiksa sehingga ia menunjukkan kepada rahib (‘ulamā’). Maka rahib (‘ulamā’) itu pun didatangkan. Si raja berkata: “Kembalilah kepada agamamu semula!” Ia menolak. Lalu di tengah-tengah kepalanya diletakkan geregaji dan ia dibelah menjadi dua. Kepada pejabat raja yang (dulunya) buta juga dikatakan: “Kembalilah kepada agamamu semula!” Ia menolak. Lalu di tengah-tengah kepalanya diletakkan geregaji dan ia dibelah menjadi dua. Kepada si pemuda juga dikatakan, “Kembalilah kepada agamamu semula!” Ia menolak. Lalu ia diserahkan kepada beberapa orang untuk dibawa ke gunung ini dan itu. (Sebelumnya) si raja berkata: “Ketika kalian telah sampai pada puncak gunung maka jika ia kembali kepada agamanya (biarkanlah dia). Jika tidak, maka lemparkanlah dia!” Mereka pun berangkat. Ketika sampai di puncak gunung, si pemuda berdoa: ‘Ya Allah, jagalah diriku dari mereka, sesuai dengan kehendak-Mu.” Tiba-tiba gunung itu mengguncang mereka, sehingga semuanya terjatuh. Lalu si pemuda datang sampai bertemu raja kembali. Raja berkata: “Apa yang terjadi dengan orang-orang yang bersamamu?” Ia menjawab: “Allah menjagaku dari mereka.” Lalu ia diserahkan kepada beberapa orang dalam sebuah perahu. Raja berkata, “Bawalah dia dan angkut ke dalam sebuah kapal. Jika kalian berada di tengah lautan (maka lepaskanlah ia) jika kembali kepada agamanya semula. Jika tidak, lemparkanlah dia ke laut.” Si pemuda berdoa: ‘Ya Allah, jagalah aku dari mereka, sesuai dengan kehendak-Mu.” Akhirnya perahu terbalik dan mereka semua tenggelam (kecuali si pemuda). Si pemuda datang lagi kepada raja. Si raja berkata: “Apa yang terjadi dengan orang-orang yang bersamamu?” Ia menjawab: “Allah menjagaku dari mereka.” Lalu si pemuda berkata: “Wahai raja, kamu tidak akan bisa membunuhku sehingga kamu melakukan apa yang kuperintahkan.“ Raja bertanya: “Apa perintah itu?” Si pemuda menjawab: “Kamu kumpulkan orang-orang di satu lapangan yang luas, lalu kamu salib aku di batang pohon. Setelah itu, ambillah anak panah dari wadah panahku, dan letakkanlah panah itu di tengah busurnya kemudian ucapkanlah: “Bismillāhi rabb-il-ghulām (dengan nama Allah; Tuhan si pemuda).” Maka raja memanahnya dan anak panah itu tepat mengenai pelipisnya. Pemuda itu meletakkan tangannya di bagian yang terkena panah lalu ia meninggal dunia. Maka orang-orang berkata: “Kami beriman kepada Tuhan si pemuda. Kami beriman kepada Tuhan si pemuda. Lalu raja didatangi dan diberitahukan: “Tahukah engkau, sesuatu yang selama ini engkau takutkan?” Demi Allah, sekarang telah tiba, semua orang telah beriman.”
Lalu ia memerintahkan membuat parit-parit di beberapa pintu jalan, kemudian dinyalakan api di dalamnya.
Raja pun menetapkan: “Siapa yang kembali kepada agamanya semula, maka biarkanlah dia. Jika tidak, maka bakarlah dia di dalamnya,” atau raja berkata: “Masukkanlah.” Maka orang-orang pun melakukannya (masuk ke dalam parit dan menolak murtad). Hingga tibalah giliran seorang wanita bersama anaknya. Sepertinya, ibu itu enggan untuk terjun ke dalam api. Lalu anaknya berkata: “Bersabarlah wahai ibuku, sesungguhnya engkau berada di atas kebenaran.” (Hadits ini diriwayatkan pula oleh Aḥmad, Nasā’ī dan Tirmidzī. Ibnu Isḥāq memasukkannya dalam as-Sīrah dan disebutkan bahwa nama pemuda itu adalah ‘Abdullāh bin at-Tāmir)
Ibnu Abī Ḥātim meriwayatkan dari ar-Rabī‘ bin Anas tentang firman Allah ta‘ālā: “Binasalah orang-orang yang membuat parit.” Ia berkata: “Kami mendengar, bahwa mereka adalah orang-orang yang berada di zaman fatrah (kekosongan nabi). Ketika mereka melihat fitnah dan keburukan yang menimpa manusia saat itu sehingga manusia ketika itu terbagi menjadi beberapa golongan, di mana masing-masing golongan bangga dengan apa yang ada padanya, maka mereka mengasingkan diri ke suatu negeri dan beribadah kepada Allah di sana dengan ikhlas. Demikianlah keadaan mereka, sehingga terdengarlah berita mereka oleh salah seorang penguasa kejam, lalu penguasa kejam ini mengirimkan orang-orang untuk memerintahkan mereka menyembah berhala yang disembahnya, namun mereka semua menolak dan berkata: “Kami tidak akan menyembah kecuali Allah saja yang tidak ada sekutu bagi-Nya.” Maka penguasa itu berkata kepada mereka: “Jika kamu tidak mau menyembah sesembahan ini, maka aku akan membunuh kalian.” Mereka tetap tidak mau menyembahnya, maka penguasa itu membuatkan parit yang berisi api, dan berkata kepada mereka setelah mereka dihadapkan kepadanya: “Pilih ini atau mengikuti kami.” Mereka menjawab: “Ini lebih kami sukai.” Ketika itu, di antara mereka ada kaum wanita dan anak-anak, dan anak-anak pun kaget, maka orang tua mereka berkata kepada anak-anak: “Tidak ada lagi api setelah ini.” Maka mereka pun masuk ke dalamnya, dan rūḥ mereka pun dicabut lebih dahulu sebelum tersentuh panasnya. Kemudian api itu keluar dari tempatnya lalu mengelilingi orang-orang yang kejam itu dan Allah membakar mereka dengannya.
Tentang itulah, Allah ‘azza wa jalla menurunkan ayat: “Binasalah orang-orang yang membuat parit. Sampai ayat, “Yang memiliki kerajaan langit dan bumi. Dan Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu.” (Terj. al-Burūj: 4-9).” (HR. Ibnu Abī Ḥātim, dan Muḥammad bin Isḥāq meriwayatkan kisah Asḥab-ul-Ukhdūd dengan susunan yang lain, dan bahwa hal itu terjadi pada ‘Abdullāh bin at-Tāmir dan kawan-kawannya yang beriman di Najrān, wallāhu a‘lam.)