Hati Senang

Surah al-Bayyinah 98 ~ Tafsir Ibni Katsir

Tafsir Ibnu Katsir

Dari Buku:
Tafsir Ibnu Katsir, Juz 30
(An-Nabā’ s.d. An-Nās)
Oleh: Al-Imam Abu Fida’ Isma‘il Ibnu Katsir ad-Dimasyqi

Penerjemah: Bahrun Abu Bakar L.C.
Penerbit: Sinar Baru Algensindo Bandung

Sūrat-ul-Bayyinah
(Bukti Yang Nyata)

Makkiyyah, 8 ayat
Turun sesudah Sūrat-uth-Thalāq

 

Imām Aḥmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami ‘Affān, telah menceritakan kepada kami Ḥammād ibnu Salamah, telah menceritakan kepada kami ‘Alī Ibnu Zaid, dari ‘Ammār ibnu Abū ‘Ammār yang mengatakan bahwa aku pernah mendengar Abū Ḥabbah al-Badrī alias Mālik Ibnu ‘Amr ibnu Tsābit al-Anshārī mengatakan bahwa ketika diturunkan firman-Nya:

لَمْ يَكُنِ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَ الْمُشْرِكِيْنَ مُنفَكِّيْنَ ….

Orang-orang kafir yakni Ahli Kitab dan orang-orang musyrik (mengatakan bahwa mereka) tidak akan meninggalkan (agamanya).….. (Al-Bayyinah: 1) , sampai akhir surat.

Maka Jibril berkata: “Hai Rasūlullāh, sesungguhnya Tuhanmu telah memerintahkan kepadamu agar kamu membacakan surat ini kepada Ubai.” Maka Nabi s.a.w. bersabda:

إِنَّ جِبْريْلَ أَمَرَنِيْ أَنْ اُقْرئَكَ هذِهِ السُّوْرَةَ.

Sesungguhnya Jibril telah memerintahkan kepadaku untuk membacakan surat ini kepadamu.

Ubai bertanya: “Wahai Rasūlullāh, sesungguhnya aku disebut dalam surat itu.” Rasūlullāh s.a.w. menjawab: “Ya.” Maka Ubai menangis.

Hadis lain, Imām Aḥmad mengatakan, telah menceritakan kepadaku Muḥammad ibnu Ja‘far, telah menceritakan kepada kami Syu‘bah, bahwa ia pernah mendengar Qatādah menceritakan hadis berikut dari Anas ibnu Mālik yang mengatakan bahwa Rasūlullāh s.a.w. pernah bersabda kepada Ubai ibnu Ka‘b:

إِنَّ اللهَ أَمَرَنِيْ أَنْ اُقْرِأَ عَلَيْكَ (لَمْ يَكُنِ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَ الْمُشْرِكِيْنَ)

Sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepadaku untuk membacakan kepadamu firman Allah s.w.t. “Orang-orang kafir yakni Ahli Kitab dan orang-orang musyrik (mengatakan bahwa mereka) tidak akan….. (Al-Bayyinah: 1), sampai akhir surat.

Ubai bertanya: “Apakah Allah menyebut namaku kepada engkau?” Nabi s.a.w. menjawab: “Ya”. Maka menangislah Ubai. Imām Bukhārī, Imām Muslim, Imām Tirmidzī, dan Imām Nasā’ī meriwayatkannya melalui Syu‘bah dengan sanad yang sama.

Hadis lain, Imām Aḥmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Mu‘ammal. telah menceritakan kepada kami Sufyān, telah menceritakan kepada kami Aslam al-Minqarī, dari ‘Abdullāh ibnu ‘Abd-ur-Raḥmān ibnu Abzā’, dari ayahnya, dari Ubai ibnu Ka‘b yang mengatakan bahwa Rasūlullāh s.a.w. pernah bersabda kepadaku:

إِنِّيْ أُمِرْتُ أَنْ اُقْرِأَ عَلَيْكَ سُوْرَةَ كَذَا وَ كَذَا.

Sesungguhnya aku telah diperindahkan untuk membacakan kepadamu surat anu dan surat anu.

Aku (Ubai) bertanya: “Wahai Rasūlullāh, apakah namaku disebutkan di situ?” Rasūlullāh s.a.w. menjawab: “Ya”. ‘Abd-ur-Raḥmān ibnu Abzā’ bertanya kepada Ubai ibnu Ka‘b, “Hai ‘Abd-ul-Mundzir, tentunya engkau gembira dengan berita itu?” Ubai ibnu Ka‘b menjawab, bahwa mengapa ia tidak bergembira, sedangkan Allah s.w.t. telah berfirman:

قُلْ بِفَضْلِ اللهِ وَ بِرَحْمَتِهِ فَبِذلِكَ فَلْيَفْرَحُوْا، هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُوْنَ.

Katakanlah: “Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karunia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik daripada apa yang mereka kumpulkan.” (Yūnus: 58)

Mu‘ammal bertanya kepada Sufyān: “Apakah qira’at hanya terdapat di dalam hadis?” Sufyān menjawab: “Ya”. Imām Aḥmad meriwayatkannya secara munfarid melalui jalur ini.

Jalur lain. Imām Aḥmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muḥammad ibnu Ja‘far dan Ḥajjāj, keduanya mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Syu‘bah, dari ‘Āshim ibnu Bahdalah, dari Zur ibnu Ḥubaisy, dari Ubai ibnu Ka‘b, bahwa sesungguhnya Rasulullah s.a.w. pernah bersabda kepadanya:

إِنَّ اللهَ أَمَرَنِيْ أَنْ اُقْرِأَ عَلَيْكَ الْقُرْآنَ.

Sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepadaku untuk membacakan Al-Qur’an kepadamu.

Ubai ibnu Ka‘b menlanjutkan, bahwa lalu Rasūlullāh s.a.w. membacakan firman Allah s.w.t.

لَمْ يَكُنِ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ….

Tiadalah orang-orang kafir dari Ahli Kitab. (Al-Bayyinah: 1)

Ubai ibnu Ka‘b mengatakan bahwa lalu beliau s.a.w. membacakannya sampai selesai, dan qira’at itu dilanjutkan dengan hadis qudsi yang menyebutkan seperti berikut:

وَ لَوْ أَنَّ ابْنَ آدَمَ سَأَلَ وَادِيًا مِنْ مَالٍ فَأُعْطِيْهِ لَسَأَلَ ثَانِيًا، وَ لَوْ سَأَلَ ثَانِيًا فَأُعْطِيْهِ لَسَأَلَ ثَالِثًا وَ لَا يَمْلَأُ جَوْفَ ابْنَ آدَمَ إِلَّا التُّرَابَ، وَ يَتُوْبُ اللهُ عَلَى مَنْ تَابَ، وَ إِنَّ ذَاتَ الدِّيْنِ عِنْدَ اللهِ الْحَنِيْفِيَّةُ غَيْرُ الْمُشْرِكَةِ وَ لَا الْيَهُوْدِيَّةِ وَ لَا النَّصْرَانِيَّةِ وَ مَنْ يَفْعَلْ خَيْرًا فَلَنْ يَكْفُرَهُ.

Seandainya anak Adam meminta harta sepenuh lembah, lalu Aku memberinya, tentulah ia minta lembah yang kedua. Dan seandainya dia meminta lembah yang kedua dan Aku memberinya, niscaya ia meminta lembah yang ketiga. Dan tiada yang dapat memenuhi perut anak Adam selain tanah. Dan Allah menerima tobat orang yang bertobat kepada-Nya. Dan sesungguhnya wanita yang beragama yang hanif menurut penilaian Allah ialah wanita yang bukan musyrik dan bukan Yahudi serta bukan pula Nasrani. Dan barang siapa yang melakukan suatu kebaikan, maka Dia tidak akan mengingkari (kebaikan)-nya.

Imām Tirmidzī meriwayatkannya melalui hadis Abū Dāūd ath-Thayālisī, dari Syu‘bah dengan sanad yang sama dan ia mengatakan bahwa hadis ini ḥasan shaḥīḥ.

Jalur lain. Al-Ḥāfizh Abul-Qāsim ath-Thabrānī mengatakan, telah menceritakan kepada kami Aḥmad ibnu Khulaid al-Ḥalabī, telah menceritakan kepada kami Muḥammad ibnu ‘Īsā ath-Thabbā’, telah menceritakan kepada kami Mu‘ādz ibnu Muḥammad ibnu Mu‘ādz ibnu Ubai ibnu Ka‘b, dari ayahnya, dari kakeknya yang mengatakan bahwa Rasulullah s.a.w. bersabda kepadanya:

يَا أَبَا مُنْذِرِ إِنِّيْ أُمِرْتُ أَنْ اُعْرِضَ عَلَيْكَ الْقُرْآنَ.

Hai Abū Mundzir, sesungguhnya aku diperintahkan untuk membacakan Al-Qur’an kepadamu.

Ubai ibnu Ka‘b berkata: “Hanya kepada Allah-lah aku beriman dan di tanganmulah aku masuk Islam dan dari engkaulah aku belajar.” Ubai ibnu Ka‘b melanjutkan, bahwa lalu Nabi s.a.w. mengulangi sabdanya, dan Ubai bertanya: “Wahai Rasulullah, apakah namaku disebut di situ?” Rasulullah s.a.w. menjawab:

نَعَمْ باسْمِكَ وَ نَسَبِكَ فِي الْمَلَأِ الْأَعْلَى.

Benar, namamu dan nama nasabmu disebutkan di Mala’ul A‘lā.

Ubai berkata: “Kalau begitu, bacakanlah wahai Rasulullah.” Hadis ini bila ditinjau dari segi jalurnya berpredikat gharīb. Dan yang telah terbukti ke-shaḥīḥ-annya adalah seperti yang disebutkan sebelumnya, bahwa sesungguhnya Nabi s.a.w. membacakan surat ini kepada Ubai hanyalah untuk mengukuhkan terhadapnya dan menambah keimanannya, seperti yang disebutkan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imām Aḥmad dan Imām Nasā’i melalui jalur Anas, dari Ubai. Juga Imām Aḥmad dan Abū Dāūd telah meriwayatkan melalui hadis Sulaimān ibnu Shard, dari Ubai. Imām Aḥmad telah meriwayatkannya pula dari ‘Affān, dari Ḥammād, dari Ḥumaid, dari Anas, dari ‘Ubadah ibn-ush-Shāmit, dari Ubai.

Imām Aḥmad, Imām Muslim, Imām Abū Dāūd, dan Imām Nasā’i telah meriwayatkan dari Ismā‘īl ibnu Abī Khālid, dari ‘Abdullāh ibnu ‘Īsā, dari ‘Abd-ur-Raḥmān ibnu Abū Lailā, dari Ubai ibnu Ka‘b. Disebutkan bahwa Ubai pernah memprotes seseorang (yakni ‘Abdullāh ibnu Mas‘ūd) karena ia mendengarnya membaca sesuatu dari al-Qur’ān tidak sesuai dengan apa yang ia terima dari Rasūlullāh s.a.w. Lalu Ubai melaporkannya kepada Nabi s.a.w., maka Nabi s.a.w. memerintahkan kepada masing-masing dari keduanya untuk membacakan al-Qur’ān sesuai dengan qiraat masing-masing. Tetapi Rasūlullāh s.a.w. terhadap masing-masing dari keduanya hanya bersabda:

أَصَبْتَ

Engkau benar.

Ubai melanjutkan, bahwa lalu dirinya dicekam oleh rasa ragu yang belum pernah dirasakannya, sekali pun di masa ketika ia masih Jahiliah. Maka Rasūlullāh s.a.w. menepuk dadanya , dan Ubai menceritakan bahwa setelah itu tubuhnya bersimbah keringat karena ketakutan seakan-akan ia melihat kepada Allah. Lalu Rasūlullāh s.a.w. memberitahukan kepadanya bahwa Jibril telah datang kepadanya dan berkata: “Sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepadamu untuk membacakan al-Qur’ān kepada umatmu dengan satu dialek.”

Maka aku berkata: “Aku memohon maaf dan ampunan dari Allah.” Jibril berkata kepadaku: “Dua huruf (dialek)”, dan ia terus berbicara kepadaku hingga ia mengatakan: “Sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepadamu untuk membacakan al-Qur’ān kepada umatmu dengan tujuh dialek.”

Kami telah mengetengahkan hadis ini berikut semua jalur dan lafaznya dalam permulaan kitab tafsir ini, yang antara lain disebutkan padanya firman Allah s.w.t.:

رَسُوْلٌ مِّنَ اللهِ يَتْلُوْ صُحُفًا مُّطَهَّرَةً. فِيْهَا كُتُبٌ قَيِّمَةٌ.

(yaitu) seorang rasul dari Allah (Muḥammad) yang membacakan lembaran-lembaran yang disucikan (Al-Qur’ān), di dalamnya terdapat (isi) kitab-kitab yang lurus. (Al-Bayyinah: 2-3)

Rasūlullāh s.a.w. membacakannya kepada Ubai dengan bacaan penyampaian, pengukuhan, dan peringatan; bukan bacaan mengajari dan bukan pula mengingatkan; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.

Hal ini sama kasusnya dengan apa yang dialami oleh ‘Umar ibn-ul-Khaththāb ketika hari Perjanjian Hudaibiyyah, yang saat itu ia mengajukan berbagai pertanyaan kepada Rasūlullāh s.a.w. Antara lain ‘Umar bertanya: Bukankah engkau telah memberitahukan kepada kami bahwa kami akan datang ke Baitullāh dan melakukan tawaf padanya?” Rasūlullāh s.a.w. menjawab:

بَلَى أَفَأَخْبِرْتُكَ أَنَّكَ تَأْتِيْهِ عَامَكَ هذَا.

Benar, tetapi apakah aku memberitahukan kepadamu bahwa engkau akan datang ke Baitullah tahun ini?

‘Umar menjawab: “Tidak”. Rasūlullāh s.a.w. bersabda:

فَإِنَّكَ آتِيْهِ وَ مُطَوِّفٌ بِهِ

Sesungguhnya engkau akan mendatanginya dan melakukan tawaf padanya.

Ketika mereka kembali dari Hudaibiyyah, Allah s.w.t. menurunkan kepada Rasul-Nya sūrat-ul-Fatḥ, lalu beliau s.a.w. memanggil ‘Umar ibn-ul-Khaththāb dan membacakan kepadanya sūrat-ul-Fatḥ yang antara lain adalah firman-Nya.

لَقَدْ صَدَقَ اللهُ رَسُوْلَهُ الرُّؤْيَا بِالْحَقِّ لَتَدْخُلُنَّ الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ إِنْ شَاءَ اللهُ آمِنِيْنَ

Sesungguhnya Allah akan membuktikan kepada Rasul-Nya tentang kebenaran mimpinya dengan sebenarnya (yaitu) bahwa sesungguhnya kamu pasti akan memasuki Masjid-il-Ḥarām, in sya Allah dalam keadaan aman. (Al-Fatḥ: 27), hingga akhir ayat.

Al-Ḥāfizh Abū Na‘īm telah mengatakan di dalam kitabnya Asmā’-ush-Shaḥābah melalui jalur Muḥammad ibnu Ismā‘īl al-Ja‘farī al-Madanī, telah menceritakan kepada kami ‘Abdullāh ibnu Salamah ibnu Aslam, dari Ibnu Syihāb, dari Ismā‘īl ibnu Abī Ḥakīm al-Muzanī, telah menceritakan kepadaku Fudhail, bahwa ia pernah mendengar Rasūlullāh s.a.w. bersabda:

إِنَّ اللهَ لَيَسْمَعُ قِرَاءَةَ لَمْ يَكُنِ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا فَيَقُوْلُ أَبْشِرْ عَبْدِيْ فَوَ عِزَّتِيْ لَأُمَكِّنَنَّ لَكَ فِي الْجَنَّةِ حَتَّى تَرْضَى.

Sesungguhnya Allah benar-benar mendengar bacaan Lam Yakun-il-Ladzīna Kafarū (sūrat-ul-Bayyinah), lalu Allah berfirman: “Bergembiralah, hai hamba-Ku. Demi Keagungan-Ku, Aku benar-benar akan memberikan tempat bagimu di surga sampai kamu merasa puas.”

Hadis ini gharīb sekali. Al-Ḥāfizh Abū Mūsā al-Madinī dan Ibn-ul-Atsīr telah meriwayatkannya melalui jalur az-Zuhrī, dari Ismā‘īl ibnu Abū Kaltsum, dari al-Muzanī atau al-Madanī, dari Nabi s.a.w. yang telah bersabda:

إِنَّ اللهَ يَسْمَعُ قِرَاءَةَ لَمْ يَكُنِ الَّذِيْنَ كَفَرُوَا، وَ يَقُوْلُ أَبْشِرْ عَبْدِيْ، فَوَ عِزَّتِيْ لَا أَنْسَاكَ عَلَى حَالٍ مِنْ أَحْوَالِ الدُّنْيَا وَ الْآخِرَةِ وَ لَأُمَكِّنَنَّ لَكَ فِي الْجَنَّةِ حَتَّى تَرْضَى.

Sesungguhnya Allah mendengar bacaan Lam Yakun-il-Ladzīna Kafarū (sūrat-ul-Bayyinah), lalu Dia berfirman: “Bergembiralah, hai hamba-Ku. Maka demi Keagungan-Ku, Aku tidak akan melupakanmu dalam menghadapi keadaan-keadaan di dunia dan akhirat, dan benar-benar Aku akan memberi tempat bagimu di dalam surga hingga kamu puas.

 

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang

Al-Bayyinah, ayat 1-5

لَمْ يَكُنِ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَ الْمُشْرِكِيْنَ مُنفَكِّيْنَ حَتَّى تَأْتِيَهُمُ الْبَيِّنَةُ. رَسُوْلٌ مِّنَ اللهِ يَتْلُوْ صُحُفًا مُّطَهَّرَةً. فِيْهَا كُتُبٌ قَيِّمَةٌ. وَ مَا تَفَرَّقَ الَّذِيْنَ أُوتُوا الْكِتَابَ إِلَّا مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَتْهُمُ الْبَيِّنَةُ. وَ مَا أُمِرُوْا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللهَ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ حُنَفَاءَ وَ يُقِيْمُوا الصَّلاَةَ وَ يُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَ ذلِكَ دِيْنُ الْقَيِّمَةِ.

Orang-orang kafir yakni Ahli Kitab dan orang-orang musyrik (mengatakan bahwa mereka) tidak akan meninggalkan (agamanya) sebelum datang kepada mereka bukti yang nyata, (yaitu) seorang rasul dari Allah (Muḥammad) yang membacakan lembaran-lembaran yang disucikan (Al-Qur’ān), di dalamnya terdapat (isi) kitab-kitab yang lurus. Dan tidaklah berpecah belah orang-orang yang didatangkan Al-Kitāb (kepada mereka) melainkan sesudah datang kepada mereka bukti yang nyata. Padahal mereka tidak disuruh kecauli supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.

Ada pun yang dimaksud dengan Ahli Kitab adalah orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani, sedangkan orang-orang musyrik adalah para penyembah berhala dan api, baik dari kalangan bangsa Arab mau pun berhenti alias tidak mau meninggalkan agama mereka sebelum jelas bagi mereka perkara yang hak. Hak yang sama telah dikatakan oleh Qatādah dalam firman-Nya:

حَتَّى تَأْتِيَهُمُ الْبَيِّنَةُ.

Sebelum datang kepada mereka bukti yang nyata. (Al-Bayyinah: 1)

Yaitu Al-Qur’ān ini. Untuk itu disebtukan oleh firman-Nya:

لَمْ يَكُنِ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَ الْمُشْرِكِيْنَ مُنفَكِّيْنَ حَتَّى تَأْتِيَهُمُ الْبَيِّنَةُ.

Orang-orang kafir yakni Ahli Kitab dan orang-orang musyrik (mengatakan bahwa mereka) tidak akan meninggalkan (agamanya) sebelum datang kepada mereka bukti yang nyata. (Al-Bayyinah: 1)

Kemudian bukti yang nyata ini ditafsirkan oleh firman selanjutnya:

رَسُوْلٌ مِّنَ اللهِ يَتْلُوْ صُحُفًا مُّطَهَّرَةً.

(yaitu) seorang rasul dari Allah (Muḥammad) yang membacakan lembaran-lembaran yang disucikan (Al-Qur’ān). (Al-Bayyinah: 2)

Yakni Nabi Muḥammad dan kitab yang dibacanya, yaitu al-Qur’ān yang mulia, yang telah tercatat di kalangan Mala’ul-A‘lā di dalam lembaran-lembaran yang disucikan. Seperti yang dikatakan di dalam ayat lain melalui firman-Nya:

فِيْ صُحُفٍ مُّكَرَّمَةٍ. مَّرْفُوْعَةٍ مُّطَهَّرَةٍ. بِأَيْدِيْ سَفَرَةٍ. كِرَامٍ بَرَرَةٍ

Di dalam kitab-kitab yang dimuliakan, yang ditinggikan lagi disucikan, di tangan para penulis (malaikat), yang mulia lagi berbakti. (‘Abasa: 13-16)

Ada pun firman Allah s.w.t.:

فِيْهَا كُتُبٌ قَيِّمَةٌ.

di dalamnya terdapat (isi) kitab-kitab yang lurus. (Al-Bayyinah: 3)

Ibnu Jarīr mengatakan bahwa di dalam lembaran-lembaran yang disucikan itu terdapat kitab-kitab dari Allah yang berharga, adil, lagi lurus; tiada suatu kesalahan pun di dalamnya karena ia dari sisi Allah s.w.t.

Qatādah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:

رَسُوْلٌ مِّنَ اللهِ يَتْلُوْ صُحُفًا مُّطَهَّرَةً.

(yaitu) seorang rasul dari Allah (Muḥammad) yang membacakan lembaran-lembaran yang disucikan (Al-Qur’ān). (Al-Bayyinah: 2)

Al-Qur’ān dalam ayat ini disebutkan dengan sebutan yang terbaik dan dipuji dengan pujian yang terbaik. Ibnu Zaid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:

فِيْهَا كُتُبٌ قَيِّمَةٌ.

di dalamnya terdapat (isi) kitab-kitab yang lurus. (Al-Bayyinah: 3)

Yakni yang lurus lagi pertengahan.

Firman Allah s.w.t.:

وَ مَا تَفَرَّقَ الَّذِيْنَ أُوتُوا الْكِتَابَ إِلَّا مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَتْهُمُ الْبَيِّنَةُ.

Dan tidaklah berpecah belah orang-orang yang didatangkan Al-Kitāb (kepada mereka) melainkan sesudah datang kepada mereka bukti yang nyata. (Al-Bayyinah: 4)

Semakna dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:

وَ لاَ تَكُوْنُوْا كَالَّذِيْنَ تَفَرَّقُوْا وَ اخْتَلَفُوْا مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْبَيِّنَاتُ وَ أُولئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ عَظِيْمٌ

Dan janganlah kalian menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka, mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat. (Āli ‘Imrān 3: 105)

 

Yang dimaksud oleh ayat ialah menceritakan keadaan Ahli Kitab dari kalangan umat terdahulu. Sesudah Allah menegakkan hujah dan bukti terhadap mereka, maka mereka bercerai-berai dan berselisih mengenai takwil yang dimaksud oleh Allah di dalam kitab-kitab mereka. Dan hal ini berakibat mereka bercerai-berai dan menjadi golongan yang banyak, sebagaimana yang disebutkan di dalam sebuah hadis yang diriwayatkan melalui berbagai jalur, yaitu:

إِنَّ الْيَهُوْدَ اِخْتَلَفُوْا عَلَى إِحْدَى وَ سَبْعِيْنَ فِرْقَةً، وَ إِنَّ النَّصَارَى اِخْتَلَفُوْا عَلَى ثِنْتَيْنِ وَ سَبْعِيْنَ فِرْقَةً، وَ سَتَفْتَرِقُ هذِهِ الْأُمَّةُ عَلَى ثلَاثٍ وَ سَبْعِيْنَ فِرْقَةً كُلُّهَا فِي النَّارِ إِلَّا وَاحَدَةً.

Sesungguhnya orang-orang Yahudi berpecah belah menjadi tujuh puluh satu golongan, dan orang-orang Nasrani berpecah belah menjadi tujuh puluh dua golongan. Dan umat ini akan berpecah belah menjadi tujuh puluh tiga golongan, semuanya di dalam neraka kecuali satu golongan.

Para sahabat bertanya: “Siapakah mereka yang satu golongan yang selamat itu, wahai Rasūlullāh?” Rasūlullāh s.a.w. bersabda:

مَا أَنَا عَلَيْهِ وَ أَصْحَابِيْ.

Yaitu golongan yang mengikuti apa yang dikerjakan olehku dan para sahabatku.

Firman Allah s.w.t.:

وَ مَا أُمِرُوْا إِلَّا لَيَعْبُدُوا اللهَ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ.

Padahal mereka tidak disuruh kecauli supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama. (Al-Bayyinah: 5)

Semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:

وَ مَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَّسُوْلٍ إِلاَّ نُوْحِيْ إِلَيْهِ أَنَّهُ لاَ إِلهَ إِلاَّ أَنَا فَاعْبُدُوْنِ

Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya: “Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku.” (Al-Anbiyā’: 25).

Karena itulah maka disebutkan dalam firman berikutnya:

حُنَفَاءَ

Dengan lurus. (Al-Bayyinah: 5)

Yakni menyimpang dari kemusyrikan dan menuju kepada tauhid, seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya:

وَ لَقَدْ بَعَثْنَا فِيْ كُلِّ أُمَّةٍ رَّسُوْلاً أَنِ اعْبُدُوا اللهَ وَ اجْتَنِبُوا الطَّاغُوْتَ

Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan), “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah thagut.” (An-Nahl: 36)

Dalam pembahasan yang lalu di tafsir sūrat-ul-An‘ām telah diterangkan makna hanif ini dengan keterangan yang lengkap, hingga tidak perlu diulangi lagi dalam bab ini.

وَ يُقِيْمُوا الصَّلاَةَ

Dan supaya mereka mendirikan salat. (Al-Bayyinah: 5)

Shalat adalah ibadah badaniyyah yang paling mulia.

وَ يُؤْتُوا الزَّكَاةَ

Dan menunaikan zakat. (Al-Bayyinah: 5)

Yaitu memberikan santunan dan kebaikan kepada orang-orang fakir dan ornag-orang yang memerlukan pertolongan.

وَ ذلِكَ دِيْنُ الْقَيِّمَةِ.

Dan yang demikian itulah agama yang lurus. (Al-Bayyinah: 5)

Yakni agama yang tegak lagi adil, atau maknanya umat yang lurus lagi pertengahan. Banyak dari kalangan para imam – seperti az-Zuhrī dan asy-Syāfi‘ī – yang menyimpulkan dalil dari ayat ini, bahwa amal perbuatan itu termasuk ke dalam iman. Oleh karenanya disebutkan di dalam firman-Nya:

وَ مَا أُمِرُوْا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللهَ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ حُنَفَاءَ وَ يُقِيْمُوا الصَّلَاةَ وَ يُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَ ذلِكَ دِيْنُ الْقَيِّمَةِ.

Padahal mereka tidak disuruh kecauli supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan salat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus. (Al-Bayyinah: 5)

Al-Bayyinah, ayat 6-8

إِنَّ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَ الْمُشْرِكِيْنَ فِيْ نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدِيْنَ فِيْهَا أُوْلئِكَ هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِ. إِنَّ الَّذِيْنَ آمَنُوْا وَ عَمِلُوا الصَّالِحَاتِ أُوْلئِكَ هُمْ خَيْرُ الْبَرِيَّةِ. جَزَاؤُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ جَنَّاتُ عَدْنٍ تَجْرِيْ مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِيْنَ فِيْهَا أَبَدًا رَّضِيَ اللهُ عَنْهُمْ وَ رَضُوْا عَنْهُ ذلِكَ لِمَنْ خَشِيَ رَبَّهُ.

Sesungguhnya orang-orang kafir yakni Ahli Kitab dan orang-orang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahannam; mereka kekal di dalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk. Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, mereka itu adalah sebaik-baik makhluk. Balasan mereka di sisi Tuhan mereka ialah surga ‘Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah rida terhadap mereka dan mereka pun rida kepada-Nya. Yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Tuhannya.

Allah s.w.t. menceritakan akibat yang dialami oleh orang-orang durhaka dari kalangan orang-orang kafir Ahli Kitab dan orang-orang yang musyirikin yang menentang kitab-kitab Allah yang diturunkan dan menentang para rasul yang diutus-Nya. Bahwa mereka kelak di hari kiamat dimasukkan ke dalam neraka Jahanam, mereka kekal di dalamnya untuk selama-lamanya; mereka menjadi penghuni tetapnya, tidak akan berpindah darinya dan tidak pula mereka lenyap darinya.

أُوْلئِكَ هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِ.

Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk. (Al-Bayyinah: 6)

Yakni seburuk-buruk makhluk yang diciptakan Allah dan yang diadakan-Nya. Kemudian Allah s.w.t. menceritakan keadaan orang-orang yang berbakti, yaitu mereka yang hatinya beriman, dan badan mereka mengamalkan perbuatan-perbuatan yang saleh. Bahwa mereka adalah sebaik-baik makhluk Allah.

Abū Hurairah dan segolongan ulama menyimpulkan dari ayat ini bahwa orang-orang yang beriman dari kalangan manusia lebih utama daripada para malaikat, yaitu karena firman-Nya yang mengatakan:

أُوْلئِكَ هُمْ خَيْرُ الْبَرِيَّةِ.

Mereka itu adalah sebaik-baik makhluk. (Al-Bayyinah: 7)

Kemudian Allah s.w.t. berfirman dalam ayat selanjutnya:

جَزَاؤُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ

Balasan mereka di sisi Tuhan mereka. (Al-Bayyinah: 8)

Yaitu di hari kiamat nanti.

جَنَّاتُ عَدْنٍ تَجْرِيْ مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِيْنَ فِيْهَا أَبَدًا

Ialah surga ‘Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. (Al-Bayyinah: 8)

Yakni tiada putus-putusnya, tiada habis-habisnya, dan tiada selesai-selesainya.

رَّضِيَ اللهُ عَنْهُمْ

Allah rida terhadap mereka (Al-Bayyinah: 8)

Perlu diketahui bahwa rida Allah kepada mereka lebih tinggi derajatnya daripada kenikmatan abadi yang diberikan-Nya kepada mereka.

وَ رَضُوْا عَنْهُ

Dan mereka pun rida kepada-Nya. (Al-Bayyinah: 8)

Artinya, merasa puas dengan keutamaan yang menyeluruh yang diberikan oleh Allah kepada mereka.

Firman Allah s.w.t.:

ذلِكَ لِمَنْ خَشِيَ رَبَّهُ.

Yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut keapda Tuhannya. (Al-Bayyinah: 8)

Yaitu pahala ini akan didapat oleh orang yang takut kepada Allah, bertakwa kepada-Nya dengan sebenar-benar takwa, dan menyembah-Nya seakan-akan dia melihat-Nya, dan ia mengetahui bahwa jika ia tidak dapat melihat-Nya, maka Dia Maha Melihat kepadanya.

Imām Aḥmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu ‘Īsā, telah menceritakan kepada kami Abū Ma‘syar, dari Abū Wahb maula Abū Hurairah, dari Abū Hurairah yang mengatakan bahwa Rasūlullāh s.a.w. pernah bersabda:

أَلَا اُخْبِرُكُمْ بِخَيْرِ الْبَرِيَّةِ؟ قَالُوْا بَلَى يَا رَسُوْلَ اللهِ. قَالَ: (رَجُلٌ أَخَذَ بِعِنَانِ فَرَسِهِ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ كُلَّمَا كَانَتْ هَيْبَةٌ اسْتَوَى عَلَيْهِ أَلَا اُخْبِرُكُمْ بِخَيْرِ الْبَرِيَّةِ؟) قَالُوْا: بَلَى يَا رَسُوْلَ اللهِ. قَالَ: (رَجُلٌ فِيْ ثُلَّةٍ مِنْ غَنَمِهِ يُقِيْمُ الصَّلَاةَ وَ يُؤْتِي الزَّكَاةَ. أَلَا اُخْبِرُكُمْ بِشَرِّ الْبَرِيَّةِ؟) قَالُوْ: بَلَى قَالَ: (الَّذِيْ يَسْأَلُ بِاللهِ وَ لَا يُعْطِيْ بِهِ.)

Maukah aku beri tahukan kepadamu tentang sebaik-baik makhluk?” Mereka menjawab: “Tentu saja mau, wahai Rasūlullāh.” Rasūlullāh s.a.w. bersabda: “Seorang laki-laki yang memegang kendali kudanya di jalan Allah, manakala terjadi serangan musuh, maka dia menunggangi kudanya (dan memacunya menghadapi musuh).” “Maukah kau beri tahukan kepadamu tentang sebaik-baik makhluk?” Mereka menjawab: “Tentu saja mau, wahai Rasūlullāh.” Rasūlullāh s.a.w. bersabda: “Seorang lelaki yang berada di kumpulan ternak kambingnya mendirikan shalat dan menunaikan zakat.” “Maukah aku ceritakan kepadamu tentang seburuk-buruk makhluk?” Mereka menjawab: “Tentu mau.” Rasūlullāh s.a.w. menjawab: “Orang yang meminta kepada Allah dan Allah tidak memberinya.

Demikianlah akhir tafsir sūrat-ul-Bayyinah, segala puji bagi Allah atas segala karunia-Nya.

Alamat Kami
Jl. Zawiyah, No. 121, Rumah Botol Majlis Dzikir Hati Senang,
RT 06 RW 04, Kp. Tajur, Desa Pamegarsari, Parung, Jawa Barat. 16330.