Surah al-Bayyinah 98 ~ Tafsir al-Azhar (2/2)

Dari Buku:
Tafsir al-Azhar
Oleh: Prof. Dr. HAMKA

Penerbit: PT. Pustaka Islam Surabaya

Rangkaian Pos: Surah al-Bayyinah 98 ~ Tafsir al-Azhar

إِنَّ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَ الْمُشْرِكِيْنَ فِيْ نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدِيْنَ فِيْهَا أُوْلئِكَ هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِ. إِنَّ الَّذِيْنَ آمَنُوْا وَ عَمِلُوا الصَّالِحَاتِ أُوْلئِكَ هُمْ خَيْرُ الْبَرِيَّةِ. جَزَاؤُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ جَنَّاتُ عَدْنٍ تَجْرِيْ مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِيْنَ فِيْهَا أَبَدًا رَّضِيَ اللهُ عَنْهُمْ وَ رَضُوْا عَنْهُ ذلِكَ لِمَنْ خَشِيَ رَبَّهُ.

098:6. Sesungguhnya orang-orang kafir yakni ahli Kitab dan orang-orang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahannam; mereka kekal di dalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk.
098:7. Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh mereka itu adalah sebaik-baik makhluk.
098:8. Balasan mereka di sisi Tuhan mereka ialah surga ‘Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah rida terhadap mereka dan mereka pun rida kepada-Nya. Yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Tuhannya.

 

Sesungguhnya orang-orang yang kafir.” (pangkal ayat 6). Yaitu orang-orang yang sengaja menolak, membohongkan dan memalsukan ajaran-ajaran yang dibawa oleh Nabi Muḥammad s.a.w. itu, padahal kalau mereka pakai akal yang sihat, tidak ada satu jua pun yang dapat dibantah, sehingga mereka menolak itu hanya semata-mata karena dipengaruhi oleh hawa nafsu belaka: “Dari ahlil-kitab dan musyrikin itu.” Yaitu orang Yahudi dan Nasrani dan musyrikin penyembah berhala: “Adalah di neraka jahannam, yang akan kekal mereka padanya.” Di sanalah mereka akan mendapat adzab dan siksanya tidak berkeputusan: “Mereka itulah yang sejahat-jahat makhluk.” (ujung ayat 6).

Mengapa dikatakan mereka sejahat-jahat makhluk? Ialah karena sebagai yang ditafsirkan oleh Syaikh Muḥammad ‘Abduh: “Karena mereka memungkiri kebenaran, sesudah mereka mengetahuinya dan telah cukup dalil dan tanda atas kebenarannya. Dimungkirinya kebenaran yang telah diakui oleh jiwa mereka sendiri, sehingga rusaklah rohnya dan sengaja merusak pula kepada yang lain.”

Keterangan ayat yang setegas ini dapatlah kita lihat pada usaha beratus-ratus kaum Orientalis dan penyebar-penyebar Agama Kristen, yang mereka berkata bahwa mereka menyelidiki Agama Islam secara mendalam, mengadakan studi berpuluh tahun, diadakan akademi atau Fakultas khusus untuk mempelajari segala cabang Ilmu Pengetahuan Islam lalu hasil penyelidikan mereka disebarkan kepada orang-orang Islam sendiri, khusus yang jatuh ke bawah pengaruh jajahan mereka. Maka mereka tafsirkanlah ajaran Islam atau sejarah Nabi Muḥammad s.a.w. dengan dikendalikan oleh rasa benci mereka kepada Islam. Sampai ada yang mengatakan bahwa Nabi Muḥammad itu adalah seorang kepala penyamun. Sampai ada yang mengatakan bahwa Muḥammad itu adalah seorang yang ditimpa penyakit sawan. Sampai ada yang mengatakan bahwa Muḥammad itu menyebarkan Islam di muka bumi ini dengan pedang. Sampai ada yang mengatakan bahwa Agama Islam itu adalah agama yang hanya mementingkan syahwat. Sampai ada yang mengatakan bahwa Islam itu tidak mempunyai kebudayaan, tidak mempunyai filsafat. Islam hanya menyalin dari filsafat Yunani. Sampai ada yang mengatakan bahwa al-Qur’ān itu hanya karangan Muḥammad saja, bukan wahyu. Tetapi ada pula yang lain yang mengatakan bahwa Muḥammad itu seorang yang bodoh. Mereka tidak ingat lagi bahwa seorang bodoh tidaklah mungkin dapat mengarang wahyu. Bahkan ada yang mengatakan Muḥammad itu mengharamkan orang makan daging babi, karena dia sendiri suka makan babi. Karena Muḥammad takut daging babinya dicuri khadamnya, lalu diharamkannya.

Macam-macamlah yang mereka perbuat. Mulanya secara kasar, kian lama kian memasukkan jarum secara halus. Beratus tahun lamanya kendali ilmu “Ketimuran” (Orientalism) itu terpegang teguh di tangan mereka. Dan pada Universitas-universitas yang dalam pengaruh mereka, ajaran Orientalis dan Penyebar Kristen itulah yang di “kuliahkan” kepada murid-murid yang beragama Islam, supaya setelah mereka keluar dari sekolah itu ilmu mereka terhadap Agama mereka sendiri ialah ilmu yang diakui Orientalis itu sendiri, bukan ilmu yang mereka ambil dari sumbernya yang asli.

Lebih-lebih lagi banyak naskhah kitab-kitab Islam yang mahal, sebagai sumber pengetahuan yang tidak diketahui nilainya oleh tukang jual barang loak (pasar miskin) dapat dibeli oleh mereka dan dimasukkan ke dalam perpustakaan mereka yang bersar-besar di Leipzig, Bonn, Sarbon, Leiden, Amerika dan lain-lain.

Hanya sekali-sekali muncul pencari Ilmu Pengetahuan yang jujur, yang dapat mengeluarkan hasil penyelidikannya dengan adil. Adapun yang terbanyak adalah Orientalis alat penjajahan, baik penjajahan politik sebelum Negara-negara Islam merdeka, atau penjajahan peradaban setelah negeri-negeri Islam mencapai kemerdekaannya. Dan mereka itu kerjasama, bantu membantu dengan penyebar Agama Kristen. Keduanya berusaha keras membelokkan cara berfikir orang Islam dari agama Tauhidnya dan tunduk kepada cara mereka berfikir, yaitu memisahkan agama dari kegiatan hidup, dan mengurung agama itu dalam gereja saja.

Maka cap yang diberikan Tuhan di ujung ayat: “Mereka itulah yang sejahat-jahat makhluk,” adalah cap yang tepat. Dan inilah yang kita rasakan hebat perjuangannya di seluruh Dunia Islam sekarang ini.

Sesungguhnya orang-orang yang beriman.” (pangkal ayat 7). Yang terutama Iman di sini niscaya ialah Iman kepada Allah dan Iman kepada Rasul-Nya, menerima dan menyetujui petunjuk Tuhan yang telah tersebut pada ayat 5 tadi. “Dan mengerjakan amalan yang shalih.” Membuktikan Iman yang telah diakui dalam hati itu dengan perbuatan dan sikap hidup. Terutama mengurbankan harta benda untuk berbuat kebajikan kepada sesama manusia, sebagai yang telah dijiwai oleh zakat tadi, dan berkurban pula dengan jiwa-raga dan tenaga untuk memperjuangkan tegaknya kebenaran atau Sabīlillāh di muka bumi ini, yang dijiwai oleh menegakkan sembahyang, serta tulus ikhlas di dalam segala hubungan, baik hubungan ke langit kepada Allah, atau ke bumi kepada sesama manusia.

Dan semua amalan yang shalih itu mereka kerjakan dengan kesadaran dan penuh cinta: “Mereka itu adalah sebaik-baik makhluk.” (ujung ayat 7). Karena dengan mengikuti kebenaran, menegakkan kepercayaan dan membuktikan dengan perbuatan, mereka itu telah mengisi kemanusiaan sebaik-baiknya. Mereka telah memenuhi arti hidup. Dan Allah pun memuliakan mereka. Mereka pelihara punca-punca budi dan keutamaan yang jadi tujuan sejati wujud Insan ini. Dan itulah bahagia yang sejati. Sebab dia telah dapat menyesuaikan apa yang terasa dalam hati sanubari dengan tingkah laku di dalam hidup.

Balasan mereka di sisi Tuhan mereka ialah syurga-syurga tempat menetap.” Itulah perhentian dan penetapan terakhir, tempat istirahat menerima hasil dan ganjaran dari kepayahan berjuang pada hidup yang pertama di dunia: “Yang mengalir padanya sungai-sungai,” sebagai lambang kiasan dari kesuburan dan kesejukan, tepung tawar untuk ketenteraman (muthma’innah), kesuburan yang tiada pernah kering: “Kekal mereka padanya selama-lamanya,” nikmat yang tiada pernah kering rahmat yang tiada pernah terhenti, tidak akan keluar lagi dari dalam nikmat itu dan tidak lagi akan merasakan mati.

Sebab mati itu hanya sekali yang dahulu saja. Dan yang menjadi puncak dan puncak dari nikmat itu ialah: “Allah ridha kepada mereka,” Allah senang, Allah menerima mereka dengan tangan terbuka dan penuh Raḥmān, sebab tatkala di dunia mereka taat dan setia: “Dan mereka pun ridha kepada-Nya,” Ridha yang seimbang, balas membalas, kontak mengontak, bukan laksana bertepuk sebelah tangan. Karena Iman dan keyakinan jualah yang mendorong mereka memikul beban perintah Allah seketika mereka hidup dahulu, tidak ada yang dirasa berat dan tidak pernah merasa bosan. “Yang demikian itulah untuk orang yang takut kepada Tuhannya.” (ujung ayat 8).

Dengan ujung ayat ini diperkuatlah kembali tujuan hidup seorang Muslim, Tuhan meridhai mereka, dan mereka pun meridhai Tuhan. Tetapi betapa pun akrab hubungannya dengan Tuhan, namun rasa takutnya kepada Tuhan tetap ada. Oleh sebab itu maka rasa sayang dan rasa cinta kepada Tuhan, ridha meridhai dan kasih mengasihi tidaklah sampai menghilangkan wibawa, kekuasaan, bahkan keangkuhan Tuhan di dalam sifat keagungan dan ketinggian-Nya. Sebab itulah maka si Muslim mengerjakan suruh dan menghentikan tegah. Dia sangat mengharapkan dimasukkan ke dalam syurga, namun di samping itu dia pun takut akan diadzab Tuhan dan dimasukkan ke dalam neraka.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *