Al-Balad, ayat: 11-20
فَلَا اقْتَحَمَ الْعَقَبَةَ. وَ مَا أَدْرَاكَ مَا الْعَقَبَةُ. فَكُّ رَقَبَةٍ. أَوْ إِطْعَامٌ فِيْ يَوْمٍ ذِيْ مَسْغَبَةٍ. يَتِيْمًا ذَا مَقْرَبَةٍ. أَوْ مِسْكِيْنًا ذَا مَتْرَبَةٍ. ثُمَّ كَانَ مِنَ الَّذِيْنَ آمَنُوْا وَ تَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ وَ تَوَاصَوْا بِالْمَرْحَمَةِ. أُولئِكَ أَصْحَابُ الْمَيْمَنَةِ. وَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا بِآيَاتِنَا هُمْ أَصْحَابُ الْمَشْأَمَةِ. عَلَيْهِمْ نَارٌ مُّؤْصَدَةٌ.
090:11. Maka tidakkah sebaiknya (dengan hartanya itu) ia menempuh jalan yang mendaki lagi sukar?.
090:12. Tahukah kamu apakah jalan yang mendaki lagi sukar itu?
090:13. (yaitu) melepaskan budak dari perbudakan,
090:14. atau memberi makan pada hari kelaparan,
090:15. (kepada) anak yatim yang ada hubungan kerabat,
090:16. atau orang miskin yang sangat fakir.
090:17. Dan dia termasuk orang-orang yang beriman dan saling berpesan untuk bersabar dan saling berpesan untuk berkasih sayang.
090:18. Mereka (orang-orang yang beriman dan saling berpesan itu) adalah golongan kanan.
090:19. Dan orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Kami, mereka itu adalah golongan kiri.
090:20. Mereka berada dalam neraka yang ditutup rapat.
Ibnu Jarīr mengatakan, telah menceritakan kepadaku ‘Umar ibnu Ismā‘īl ibnu Majālid, telah menceritakan kepada kami ‘Abdullāh ibnu Idrīs, dari ayahnya, dari Abū ‘Athiyyah, dari Ibnu ‘Umar sehubungan dengan makna firman-Nya:
فَلَا اقْتَحَمَ الْعَقَبَةَ.
Maka tidakkah sebaiknya (dengan hartanya itu) ia menempuh jalan yang mendaki lagi sukar? ( al-Balad: 11)
Maksudnya, memasuki jalan yang mendaki lagi sulit, yaitu nama sebuah gunung di dalam neraka Jahannam. (Dengan demikian, berarti huruf lām di sini bukan lām nafī, melainkan lām taukīd. Sehingga makna ayat menjadi seperti berikut: “Maka sesungguhnya manusia itu akan menempuh jalan yang sulit lagi mendaki.” Pent.)
Ka‘b-ul-Aḥbār mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:
فَلَا اقْتَحَمَ الْعَقَبَةَ.
Maka tidakkah sebaiknya (dengan hartanya itu) ia menempuh jalan yang mendaki lagi sukar? ( al-Balad: 11)
‘Aqabah adalah tingkatan yang terdiri dari tujuh puluh tingkatan di dalam neraka Jahannam. Al-Ḥasan al-Bashrī mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:
فَلَا اقْتَحَمَ الْعَقَبَةَ.
Maka tidakkah sebaiknya (dengan hartanya itu) ia menempuh jalan yang mendaki lagi sukar? ( al-Balad: 11)
Yaitu jalan yang mendaki lagi sulit di dalam neraka Jahannam. Qatādah mengatakan bahwa sesungguhnya hal itu merupakan jalan mendaki, sulit, lagi keras, maka jinakkanlah ia dengan mengerjakan ketaatan kepada Allah.
Qatādah mengatakan bahwa selanjutnya disebutkan oleh firman-Nya:
وَ مَا أَدْرَاكَ مَا الْعَقَبَةُ.
Tahukah kamu apakah jalan yang mendaki lagi sukar itu? (al-Balad: 12)
Lalu disebutkan pula bagaimana cara melaluinya dalam firman berikutnya:
فَكُّ رَقَبَةٍ. أَوْ إِطْعَامٌ
(Yaitu) melepaskan budak dari perbudakan, atau memberi makan (al-Balad: 13-14)
Ibnu Zaid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:
فَلَا اقْتَحَمَ الْعَقَبَةَ.
Maka tidakkah sebaiknya (dengan hartanya itu) ia menempuh jalan yang mendaki lagi sukar? ( al-Balad: 11)
Yakni tidakkah sebaiknya ia menempuh jalan yang membawanya kepada keselamatan dan kebaikan. Kemudian dijelaskan dalam firman berikutnya:
وَ مَا أَدْرَاكَ مَا الْعَقَبَةُ. فَكُّ رَقَبَةٍ. أَوْ إِطْعَامٌ
Tahukah kamu apakah jalan yang mendaki lagi sukar itu? (Yaitu) melepaskan budak dari perbudakan, atau memberi makan (al-Balad: 12-14)
Suatu qiraat ada yang membacanya fakku raqabatin dengan me-mudhāf-kannya. Dan qiraat lain ada yang membacanya fakkun raqabatan. Lafaz fakkun menjadi mudhāf yang beramal dengan amal fi‘il-nya. Ia mengandung dhamir yang menjadi fā‘il-nya, sedangkan raqabatan menjadi maf‘ūl-nya. Kedua qiraat ini maknanya berdekatan.
Imām Aḥmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami ‘Alī ibnu Ibrāhīm, telah menceritakan kepada kami ‘Abdullāh ibnu Sa‘īd ibnu Abū Hindun, dari Ismā‘īl ibnu Abī Ḥakīm pelayan keluarga az-Zubair, dari Sa‘īd ibnu Marjānah; ia pernah mendengar Abū Hurairah mengatakan bahwa Rasūlullāh s.a.w. telah bersabda:
مَنْ أَعْتَقَ رَقَبَةً مُؤْمِنَةً أَعْتَقَ اللهُ بِكُلِّ إِرْبٍ – أَيْ عَضْوًا – مِنْهَا إِرْبًا مِنْهُ مِنَ النَّارِ حَتَّى أَنَّهُ لَيُعْتِقُ بِالْيَدِ الْيَدَ وَ بِالرِّجْلِ الرِّجْلَ وَ بِالْفَرْجِ الْفَرْجَ.
Barang siapa yang memerdekakan seorang budak yang mukmin, maka Allah memerdekakan tiap anggota tubuhnya dengan tiap anggota tubuh budak itu dari api neraka, sehingga sesungguhnya Allah memerdekakan tangan dengan tangan, kaki dengan kaki dan kemaluan dengan kemaluan.
Kemudian ‘Alī Ibnu Ḥusain bertanya: “Apakah engkau benar mendengar hadis ini dari Abū Hurairah?” Sa‘īd menjawab: “Benar”. Maka ‘Alī ibn-ul-Ḥusain berkata kepada salah seorang budaknya untuk memanggil budak yang paling disayanginya: “Panggillah si Mutharrif!” Ketika Mutharrif telah berada di hadapan ‘Alī ibn-ul-Ḥusain, maka ‘Alī berkata kepadanya: “Pergilah kamu, sekarang engkau merdeka karena Allah.”
Imām Bukhārī dan Imām Muslim, juga Imām Tirmidzī dan Imām Nasā’ī, telah meriwayatkan hadis ini melalui berbagai jalur dari Sa‘īd ibnu Mirjānah dengan sanad yang sama. Menurut lafaz yang ada pada Imām Muslim budak yang dimerdekakan oleh ‘Alī ibn-ul-Ḥusain alias Zain-ul-‘Abidīn ini adalah seorang budak yang sebelum dimerdekakan diberi uang sebanyak sepuluh ribu dirham (untuk bekalnya).
Qatādah telah meriwayatkan dari Sālim ibnu Abul-Ja‘d, dari Ma‘dān ibnu Abī Thalḥah, dari Abū Najīḥ yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasūlullāh s.a.w. bersabda:
أَيُّمَا مُسْلِمٍ أَعْتَقَ رَجُلًا مُسْلِمًا فَإِنَّ اللهَ جَاعِلٌ وَفَاءَ كُلِّ عَظْمٍ مِنْ عِظَامِهِ عَظْمًا مِنْ عِظَامِ مُحَرَّرِهُ مِنَ النَّارِ، وَ أَيُّمَا امْرَأَةٍ مُسْلِمَةٍ اِعْتَقَتِ امْرَأَةُ مُسْلِمَةٍ فَإِنَّ اللهَ جَاعِلٌ وَفَاءَ كُلِّ عَظْمٍ مِنْ عِظَامِهَا عَظْمًا مِنْ عِظَامِهَا مِنَ النَّارِ.
Orang Muslim yang memerdekakan seorang budak laki-laki yang Muslim, maka sesungguhnya Allah menjadikan imbalannya untuk setiap anggota tubuhnya dengan anggota tubuh budak yang dimerdekakannya itu dari neraka. Dan wanita muslimah yang memerdekakan seorang budak perempuan, maka sesungguhnya Allah menjadikan imbalannya untuk setiap anggota tubuhnya dengan setiap anggota tubuh budak perempuan yang dimerdekakannya itu dimerdekakan dari api neraka.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Jarīr. Dan Abū Najīḥ ini adalah ‘Amr ibnu ‘Absah as-Sulamī r.a.
Imām Aḥmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ḥaiwah ibnu Syuraih, telah menceritakan kepada kami Baqiyyah, telah menceritakan kepadaku Bujair ibnu Sa‘d, dari Khālid ibnu Ma‘dān, dari Katsīr ibnu Murrah, dari ‘Amr ibnu ‘Absah; ia telah menceritakan kepada mereka bahwa Nabi s.a.w. pernah bersabda:
مَنْ بَنَى مَسْجِدًا لِيُذْكَرَ اللهُ فِيْهِ بَنَى اللهُ لَهُ بَيْتًا فِيْ الْجَنَّةِ. وَ مَنْ أَعْتَقَ نَفْسًا مُسْلِمَةً كَانَتْ فِدْيَتَهُ مِنْ جَهَنَّمَ، وَ مَنْ شَابَ شَيْبَةً فِي الْإِسْلَامِ كَانَتْ لَهُ نُوْرًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ.
Barang siapa yang membangun masjid agar disebutkan nama Allah di dalamnya, maka Allah akan membangunkan baginya sebuah gedung di dalam surga. Dan barang siapa yang memerdekakan seorang budak yang Muslim, maka budak itu menjadi tebusannya dari neraka Jahannam. Dan barang siapa yang mengalami ubanan pada sehelai rambutnya di masa Islam, maka hal itu kelak akan menjadi nur (cahaya) baginya di hari kiamat.
Jalur lain.
Imām Aḥmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami al-Ḥakam ibnu Nāfi‘, telah menceritakan kepada kami Jarir, dari Salīm ibnu ‘Āmir, bahwa Syuraḥbīl ibn-us-Simth pernah mengatakan kepada ‘Amr ibnu ‘Absah: “Ceritakanlah kepada kami sebuah hadis yang tidak panjang dan tidak mudah dilupakan.” Maka ‘Amr ibnu ‘Absah berkata bahwa ia pernah mendengar Rasūlullāh s.a.w. bersabda:
مَنْ اَعْتَقَ رَقَبَةً مُسْلِمَةً كَانَتْ فِكَاكُهُ مِنَ النَّارِ عُضْوًا بِعُضْوٍ، وَ مَنْ شَابَ شَيْبَةً فِيْ سَبِيْلِ اللهِ كَانَتْ لَهُ نُوْرًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَ مَنْ رَمَى بِسَهْمٍ فَبَلَغَ فَأَصَابَ أَوْ أَخْطَأَ كَانَ كَمُعْتِقِ رَقَبَةٍ مِنْ بَنِيْ إسْمَاعِيْلَ.
Barang siapa memerdekakan seorang budak yang Muslim, maka budak itu menjadi kebebasannya dari neraka; setiap anggota tubuh dengan setiap anggota tubuh lainnya. Dan barang siapa yang tumbuh ubannya sehelai di jalan Allah, maka hal itu akan menjadi cahaya baginya kelak di hari kiamat. Dan barang siapa yang membidikkan anak panahnya, lalu mencapai sasarannya atau meleset (di jalan Allah), maka dia bagaikan seorang yang memerdekakan seorang budak dari kalangan Bani Ismail.
Imām Abū Dāūd dan Imām Nasā’ī telah meriwayatkan sebagian dari hadis ini.
Jalur lain.
Imām Aḥmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hāsyim ibn-ul-Qāsim, telah menceritakan kepada kami al-Faraj, telah menceritakan kepada kami Luqmān, dari Abū Umāmah, dari ‘Amr ibnu ‘Absah as-Sulamī. Abū Umāmah mengatakan kepadanya: “Ceritakanlah kepada kami sebuah hadis yang di dalamnya tidak mengandung kekurangan dan tidak pula hal yang sulit dicapai.” ‘Amr ibnu ‘Absah menjawab, bahwa ia pernah mendengar Rasūlullāh s.a.w. bersabda:
مَنْ وُلِدَ لَهُ ثَلَاثَةَ أَوْلَادٍ فِي الإِسْلَامِ فَمَاتُوْا قَبْلَ أَنْ يَبْلُغُوا الْحِنْثَ أَدْخَلَهُ اللهُ الْجَنَّةَ بِفَضْلِ رَحْمَتِهِ إِيَّاهُمْ، وَ مَنْ شَابَ شَيْبَةً فِيْ سَبِيْلِ اللهِ كَانَتْ لَهُ نُوْرًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَ مَنْ رَمَى بِسَهْمٍ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ بَلَغَ بِهِ الْعَدُوَّ أَصَابَ أَوْ أَخْطَأَ كَانَ لَهُ عِتْقُ رَقَبَةٍ وَ مَنْ أَعْتَقَ رَقَبَةً مُؤْمِنَةً أَعْتَقَ اللهُ بِكُلِّ عَضْوٍ مِنْهُ عَضْوًا مِنْهُ مِنَ النَّارِ، وَ مَنْ أَنْفَقَ زَوْجَيْنِ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ فَإِنَّ لِلْجَنَّةِ ثَمَانِيَةَ أَبْوَابٍ يَدْخُلُهُ اللهُ مِنْ أَيِّ بَابٍ شَاءَ مِنْهَا.
Barang siapa yang dilahirkan baginya tiga orang anak dalam masa Islam, lalu mereka semuanya mati sebelum mencapai usia balig, maka Allah akan memasukkannya ke dalam surga berkat kemurahan rahmat-Nya kepada mereka. Dan barang siapa yang beruban sehelai rambutnya di jalan Allah, maka uban itu akan menjadi cahaya baginya kelak di hari kiamat. Dan barang siapa yang membidikkan anak panah di jalan Allah hingga mencapai musuhnya, baik mengenainya atau meleset, maka baginya pahala seperti memerdekakan seorang budak. Dan barang siapa memerdekakan seorang budak yang mukmin, maka Allah memerdekakan tiap anggota tubuhnya berkat tiap anggota tubuh budak yang dimerdekakannya dari api neraka. Dan barang siapa yang membelanjakan dua jenis keperluan di jalan Allah, maka sesungguhnya surga itu mempunyai delapan buah pintu. Allah akan memasukkannya ke dalam surga dari pintu mana pun yang disukainya.
Semua sanad hadis-hadis di atas berpredikat jayyid lagi kuat; segala puji bagi Allah s.w.t.
Hadis lain.
Abū Dāūd mengatakan, telah menceritakan kepada kami ‘Īsā ibnu Muḥammad ar-Ramlī, telah menceritakan kepada kami Dhamrah, dari Ibnu Abū ‘Ablah, dari al-Gharīf ibnu ‘Iyāsy ad-Dailamī yang mengatakan bahwa kami datang kepada Wātsilah ibn-ul-Asqa‘, dan kami berkata kepadanya: “Ceritakanlah kepada kami sebuah hadis yang tidak ada penambahan dan tidak pula pengurangan.” Maka Wātsilah marah dan berkata: “Sesungguhnya seseorang dari kamu benar-benar membaca al-Qur’ān dan mushḥaf yang dibacanya tergantung di rumahnya (tersimpan di dalamnya), maka apakah dia berani menambah-nambahi atau menguranginya?” Kami berkata: “Bukan itu kami maksudkan, sesungguhnya yang kami maksudkan hanyalah sebuah hadis dari Rasūlullāh s.a.w. yang pernah engkau dengar secara harfiah.”
Wātsilah ibnu Asqa‘ mengatakan: “Kami datang menghadap kepada Rasūlullāh s.a.w. untuk menanyakan kepada beliau tentang seorang teman kami yang sudah dapat dipastikan akan masuk neraka karena bunuh diri, maka Rasūlullāh s.a.w. menjawab:
اَعْتِقُوْا عَنْهُ يُعْتِقِ اللهُ بِكُلِّ عَضْوٍ مِنْهُ عَضْوًا مِنَ النَّارِ.
“Merdekakanlah olehmu untuknya seorang budak, maka Allah akan memerdekakan setiap anggota tubuhnya dengan setiap anggota tubuh budak itu dari neraka.”
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imām Nasā’ī melalui hadis Ibrahim ibnu Abū ‘Ablah, dari al-Gharīf ibnu ‘Iyāsy ad-Dailamī, dari Wātsilah dengan lafaz yang sama.
Hadis lain.
Imām Aḥmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami ‘Abd-ush-Shamad, telah menceritakan kepada kami Hisyām, dari Qatādah, dari Qais al-Judzāmī, dari ‘Uqbah ibnu ‘Āmir al-Juhanī, bahwa Rasūlullāh s.a.w. pernah bersabda:
مَنْ أَعْتَقَ رَقَبَةً مُسْلِمَةً فَهُوَ فِدَاؤُهُ مِنَ النَّارِ.
Barang siapa memerdekakan seorang budak yang Muslim, maka budak itu menjadi penebus dirinya dari neraka.
Imām Aḥmad meriwayatkannya secara munfarid melalui jalur ini.
Hadis lain.
Imām Aḥmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yaḥyā ibnu Ādam dan Abū Aḥmad, keduanya mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami ‘Īsā ibnu ‘Abd-ur-Raḥmān al-Bajīlī, dari Bani Bajīlah, dari Ibnu Sulaim, dari Talḥah ibnu Musharrif, dari ‘Abd-ur-Raḥmān ibnu ‘Ausajah, dari al-Barra’ ibnu ‘Āzib yang mengatakan bahwa pernah seorang lelaki Badui datang kepada Rasūlullāh s.a.w., lalu bertanya: “Wahai Rasūlullāh, ajarilah aku suatu amal yang dapat memasukkan diriku ke dalam surga.” Maka Rasūlullāh s.a.w. menjawab:
لَئِنْ كُنْتُ أَقْصَرْتُ الْخُطْبَةَ لَقَدْ أَعْرَضْتَ الْمَسْئَلَةَ، أَعْتِقِ النِّسْمَةَ وَ فُكِّ الرَّقَبَةَ.
Sesungguhnya aku telah berniat akan meringkas khotbah ini, tetapi ternyata engkau menjadikannya panjang. Merdekakanlah budak dan bantulah untuk memerdekakannya.
Lelaki Badui itu bertanya: “Wahai Rasūlullāh, bukankah keduanya itu sama?” Rasūlullāh s.a.w. menjawab:
لَا إِنَّ عِتْقَ النِّسْمَةِ أَنْ تَنْففَرِدَ بِعِتْقِهَا، وَ فَكُّ الرَّقَبَةِ أَنْ تُعِيْنَ فِيْ عِتْقِهَا، وَ الْمِنْحَةُ الْوُكُوْفِ، وَ الْفَيْءُ عَلَى ذِي الرَّحِمِ الظَّالِمِ فَإِنْ لَمْ تَطِقْ ذلِكَ فَأَطْعِمِ الْجَائِعَ، وَ اسْقِ الظَّمْآنَ، وَ ائْمُرْ بِالْمَعْرُوْفِ وَ انْهُ عَنِ الْمُنْكَرِ، فَإِنْ لَمْ تَطِقْ ذلِكَ فَكُفَّ لِسَانَكَ إِلَّا مِنَ الْخَيْرِ.
Tidak, sesungguhnya yang pertama berarti engkau memerdekakan budak seutuhnya, sedangkan yang kedua berarti engkau hanya membantu memerdekakannya. Dan gemarlah bederma, berilah saudara yang zalim. Maka jika kamu tidak mampu mengerjakannya, berilah makan orang yang kelaparan, berilah minum orang yang kehausan, beramar ma‘ruf dan bernahi mungkarlah. Dan jika kamu tidak mampu mengerjakannya, maka cegahlah lisanmu kecuali terhadap kebaikan.
Firman Allah s.w.t.:
أَوْ إِطْعَامٌ فِيْ يَوْمٍ ذِيْ مَسْغَبَةٍ.
atau memberi makan pada hari kelaparan, (al-Balad: 14).
Ibnu ‘Abbās mengatakan bahwa masghabah artinya kelaparan. Hal yang sama dikatakan oleh ‘Ikrimah, Mujāhid, adh-Dhaḥḥāk, Qatādah, dan selain mereka. As-Saghab artinya kelaparan. Ibrāhīm an-Nakha‘ī mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah di hari makanan sulit dicari. Qatādah mengatakan di hari yang makanan sangat diminati.
Firman Allah s.w.t.:
يَتِيْمًا.
(kepada) anak yatim. (al-Balad: 15).
Yakni berilah makan anak yatim di hari seperti itu.
ذَا مَقْرَبَةٍ
Yang ada hubungan kerabat. (al-Balad: 15).
Yaitu mempunyai pertalian kekeluargaan dengan yang bersangkutan. Demikianlah menurut Ibnu ‘Abbās, ‘Ikrimah, al-Ḥasan, adh-Dhaḥḥāk, dan as-Suddī, sebagaimana yang telah disebutkan di dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imām Aḥmad. Bahwa telah menceritakan kepada kami Yazīd, telah menceritakan kepada kami Hisyām, dari Ḥafshah binti Sīrīn, dari Salmān ibnu ‘Āmir, bahwa ia pernah mendengar Rasūlullāh s.a.w. bersabda:
الصَّدَقَةُ عَلَى الْمِسْكِيْنِ صَدَقَةٌ وَ عَلَى ذِي الرَّحِمِ اِثْنَتَانِ: صَدَقَةٌ وَ صِلَةٌ.
Bersedekah kepada (orang lain) yang miskin berpahala sedekah; dan kepada orang miskin yang ada hubungan kerabat dua pahala, pahala sedekah dan pahala silaturahmi.
Imām Tirmidzī dan Imām Nasā’ī telah meriwayatkannya pula, dan sanad hadis ini shaḥīḥ.
Firman Allah s.w.t.:
أَوْ مِسْكِيْنًا ذَا مَتْرَبَةٍ.
atau orang yang miskin yang sangat fakir. (al-Balad: 16)
Yakni sangat miskin sehingga menempel di tanah, lagi tak punya apa-apa. Ibnu ‘Abbās mengatakan bahwa dzā matrabah artinya orang miskin yang terlempar di jalan (gelandangan), tidak punya rumah, dan tidak punya sesuatu yang menghindarinya dari menempel di tanah. Menurut riwayat yang lain, makna yang dimaksud ialah orang yang menempel di tanah karena fakir lagi berhajat dan tidak mempunyai apa-apa. Dan menurut riwayat lainnya yang juga dari Ibnu ‘Abbās, makna yang dimaksud ialah orang yang jauh rumahnya. Menurut Ibnu Abī Ḥātim, makna yang dimaksud dari ucapan Ibnu ‘Abbās ialah orang yang mengembara, jauh dari negeri asalnya.
‘Ikrimah mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah orang fakir yang banyak utangnya lagi memerlukan bantuan. Sa‘īd ibnu Jubair mengatakan, yang dimaksud ialah orang yang hidup sebatang kara. Ibnu ‘Abbās, Sa‘īd, Qatādah, dan Muqātil ibnu Ḥayyān mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah orang miskin yang banyak anaknya. Semua pendapat di atas mempunyai makna yang berdekatan.
Firman Allah s.w.t.:
ثُمَّ كَانَ مِنَ الَّذِيْنَ آمَنُوْا
Dan dia termasuk orang-orang yang beriman. (al-Balad: 17).
Yaitu selain dari semua sifat tersebut yang baik lagi suci, dia adalah seorang yang mu’min hatinya dan mengharapkan pahala amalnya itu hanya karena Allah s.w.t. Sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
وَ مَنْ أَرَادَ الْآخِرَةَ وَ سَعَى لَهَا سَعْيَهَا وَ هُوَ مُؤْمِنٌ فَأُولَئِكَ كَانَ سَعْيُهُمْ مَشْكُوْرًا.
Dan barang siapa yang menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh, sedangkan ia adalah mukmin, maka mereka itu adalah orang-orang yang usahanya dibalasi dengan baik. (al-Isrā’: 19).
Dan firman Allah s.w.t.:
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَ هُوَ مُؤْمِنٌ.
Dan barang siapa mengerjakan amal yang saleh, baik laki-laki maupun perempuan, sedangkan ia dalam keadaan beriman (al-Mu’min: 40), hingga akhir ayat.
Adapun firman Allah s.w.t.:
وَ تَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ وَ تَوَاصَوْا بِالْمَرْحَمَةِ.
dan saling berpesan untuk bersabar dan saling berpesan untuk berkasih sayang. (al-Balad: 17).
Yakni dia termasuk orang-orang mukmin yang gemar mengerjakan amal saleh lagi saling berpesan untuk bersabar dalam menghadapi gangguan manusia dan tetap bersikap penyayang kepada mereka, sebagaimana yang disebutkan di dalam sebuah hadis:
الرَّاحِمُوْنَ يَرْحَمُهُمُ الرَّحْمَانُ، اِرْحَمُوْا مَنْ فِي الْأَرْضِ يَرْحَمْكُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ
Orang-orang yang penyayang akan disayangi oleh Tuhan Yang Maha Penyayang. Sayangilah orang-orang yang ada di bumi, maka orang-orang yang ada di langit akan menyayangimu.
Di dalam hadis lain disebutkan:
لَا يَرْحَمُ اللهُ مَنْ لَا يَرْحَمُ النَّاسَ
Allah tidak menyayangi orang yang tidak menyayangi manusia.
Abū Dāūd mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abū Bakar ibnu Abū Syaibah, telah menceritakan kepada kami Sufyān, dari Abū Najīḥ, dari Ibnu ‘Āmir, dari ‘Abdullāh ibnu ‘Amr yang meriwayatkan hadis ini:
مَنْ لَمْ يَرْحَمْ صَغِيْرَنَا وَ يَعْرِفْ حَقَّ كَبِيْرَنَا فَلَيْسَ مِنَّا
Barang siapa yang tidak menyayangi orang-orang kecil kami dan tidak menghormati hak orang-orang besar kami, maka dia bukan dari golongan kami.
Firman Allah s.w.t.:
أُولئِكَ أَصْحَابُ الْمَيْمَنَةِ.
Mereka adalah golongan kanan. (al-Balad: 18).
Yaitu orang-orang yang memiliki sifat-sifat tersebut di atas adalah golongan kanan. Kemudian disebutkan dalam firman berikutnya:
وَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا بِآيَاتِنَا هُمْ أَصْحَابُ الْمَشْأَمَةِ.
Dan orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Kami, mereka itu adalah golongan kiri. (al-Balad: 19).
Yakni termasuk golongan kiri.
عَلَيْهِمْ نَارٌ مُّؤْصَدَةٌ.
Mereka berada dalam neraka yang ditutup rapat. (al-Balad: 20)
Mereka dimasukkan ke dalamnya, lalu ditutup rapat-rapat sehingga tidak ada jalan selamat bagi mereka dan tidak pula ada jalan keluar bagi mereka darinya. Abū Hurairah, Ibnu ‘Abbās, ‘Ikrimah, Sa‘īd ibnu Jubair, Mujāhid, Muḥammad ibnu Ka‘b al-Qurazī, ‘Athiyyah al-‘Aufī, al-Ḥasan, Qatādah, dan as-Suddi telah mengatakan sehubungan dengan makna firman Allah s.w.t.:
مُّؤْصَدَةٌ
yang ditutup rapat. (al-Balad: 20)
Maksudnya, ditutup rapat; Ibnu ‘Abbās mengatakan bahwa semua pintunya ditutup. Mujāhid mengatakan bahwa ashudd-ul-bāb dengan dialek Quraisy artinya aku menutup pintu. Hal ini kelak akan dijelaskan hadis yang menerangkannya dalam tafsir sūrat-ul-Humazah.
Adh-Dhaḥḥāk mengatakan bahwa firman-Nya:
مُّؤْصَدَةٌ
yang ditutup rapat. (al-Balad: 20)
Yakni diberi tembok di sekelilingnya, tidak ada jalan keluar darinya.
Qatādah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:
مُّؤْصَدَةٌ
yang ditutup rapat. (al-Balad: 20)
Yaitu tertutup rapat, sehingga tidak ada cahaya, tidak ada celah, dan tidak ada pula jalan keluar darinya untuk selama-lamanya.
Abū ‘Imrān al-Jūnī mengatakan bahwa apabila hari kiamat terjadi, maka Allah s.w.t. memerintahkan kepada Malaikat Zabāniyyah untuk menghimpunkan semua orang yang bertindak sewenang-wenang dan semua setan serta semua orang yang dahulunya ketika di dunia kejahatannya ditakuti oleh manusia. Lalu mereka diikat dengan rantai besi. Kemudian Allah memerintahkan (kepada malaikat-Nya) untuk memasukkan mereka ke dalam neraka Jahannam, setelah itu neraka Jahannam ditutup rapat-rapat menyekap mereka di dalamnya.
Abū ‘Imrān al-Jūnī melanjutkan, bahwa maka demi Allah, telapak kaki mereka sama sekali tidak dapat menetap selama-lamanya. Dan demi Allah, mereka di dalam neraka Jahannam sama sekali tidak dapat melihat langit selama-lamanya. Dan demi Allah, kelopak mata mereka sama sekali tidak dapat dikatupkan dan tidak dapat merasakan tidur untuk selama-lamanya. Dan demi Allah, mereka di dalamnya sama sekali tidak pernah merasakan sejuknya minuman untuk selama-lamanya. Demikianlah menurut apa yang telah diriwayatkan oleh Ibnu Abī Ḥātim.
Demikianlah akhir tafsir sūrat-ul-Balad dengan mengucapkan puji dan syukur kepada Allah s.w.t. atas segala karunia-Nya.