Surah al-‘Alaq 96 ~ Tafsir Hidayat-ul-Insan

Tafsīru Hidāyat-il-Insān
Judul Asli: (
هداية الإنسان بتفسير القران)
Disusun oleh:
Abū Yaḥyā Marwān Ḥadīdī bin Mūsā

Tafsir Al Qur’an Al Karim Marwan Bin Musa
Dari Situs: www.tafsir.web.id

Surah al-‘Alaq (Segumpal Darah)
Surah ke-96. 19 ayat. Makkiyyah

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ.

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

 

Ayat 1-5: Turunnya wahyu pertama kepada Nabi Muḥammad shallallāhu ‘alaihi wa sallam, dan bahwa tulis baca adalah kunci ‘ilmu pengetahuan.

 

اِقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِيْ خَلَقَ. خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ. اِقْرَأْ وَ رَبُّكَ الْأَكْرَمُ. الَّذِيْ عَلَّمَ بِالْقَلَمِ. عَلَّمَ الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ.

  1. (32291) Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan, (32302)
  2. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. (32313)
  3. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Mulia. (3232)
  4. Yang mengajar (manusia) dengan pena. (32334)
  5. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya. (32345)

 

Ayat 6-8: Manusia menjadi jahat karena merasa serba cukup.

 

كَلَّا إِنَّ الْإِنْسَانَ لَيَطْغَى. أَنْ رَّآهُ اسْتَغْنَى. إِنَّ إِلَى رَبِّكَ الرُّجْعَى.

  1. (32356) Ketahuilah! Sungguh, manusia benar-benar melampaui batas,
  2. apabila melihat dirinya serba cukup.
  3. Sungguh, hanya kepada Tuhanmulah tempat kembali(mu).

 

Ayat 9-19: Kisah Abū Jahal dan sikapnya yang jahat terhadap Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam

 

أَرَأَيْتَ الَّذِيْ يَنْهَى. عَبْدًا إِذَا صَلَّى. أَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ عَلَى الْهُدَى. أَوْ أَمَرَ بِالتَّقْوَى. أَرَأَيْتَ إِنْ كَذَّبَ وَ تَوَلَّى. أَلَمْ يَعْلَمْ بِأَنَّ اللهَ يَرَى. كَلَّا لَئِنْ لَّمْ يَنْتَهِ لَنَسْفَعًا بِالنَّاصِيَةِ. نَاصِيَةٍ كَاذِبَةٍ خَاطِئَةٍ. فَلْيَدْعُ نَادِيَهُ. سَنَدْعُ الزَّبَانِيَةَ. كَلَّا لَا تُطِعْهُ وَ اسْجُدْ وَ اقْتَرِبْ

  1. Bagaimana pendapatmu tentang orang yang melarang,
  2. seorang hamba (Nabi Muḥammad) ketika dia melaksanakan shalat, (32367)
  3. Bagaimana pendapatmu jika dia (yang dilarang shalat itu) berada di atas kebenaran (petunjuk),
  4. atau dia menyuruh bertakwa (kepada Allah)? (32378)
  5. Bagaimana pendapatmu jika dia (yang melarang) itu mendustakan dan berpaling (dari iman)?
  6. Tidakkah dia mengetahui bahwa sesungguhnya Allah melihat (segala perbuatannya)?
  7. (32389) Sekali-kali tidak! Sungguh, jika dia tidak berhenti (berbuat demikian) niscaya Kami tarik ubun-ubunnya (323910) (ke dalam neraka),
  8. (yaitu) ubun-ubun orang yang mendustakan dan durhaka. (324011)
  9. Maka biarlah dia (324112) memanggil golongannya (untuk menolongnya),
  10. kelak Kami akan memanggil Malaikat Zabāniyah, (324213)
  11. Sekali-kali jangan! Janganlah kamu patuh kepadanya (324314); dan sujudlah (324415) dan dekatkanlah (dirimu kepada Allah). (324516).

Selesai tafsir surah al-‘Alaq dengan pertolongan Allah dan taufīq-Nya, wal-ḥamdulillāhi rabb-il-‘ālamīn.

Catatan:

  1. 3229). Surah ini adalah surah yang pertama kali turun kepada Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam; turun pada awal-awal kenabian ketika Beliau tidak mengetahui apa itu kitab dan apa itu iman, lalu Jibrīl ‘alaih-is-salām datang kepada Beliau membawa wahyu dan menyuruh Beliau membaca, ia berkata: “Bacalah”. Dengan terperanjat Muḥammad shallallāhu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Saya tidak dapat membaca.” Beliau lalu direngkuh oleh Malaikat Jibrīl hingga merasakan kepayahan, lalu dilepaskan sambil disuruh membacanya sekali lagi, “Bacalah.” Tetapi Muḥammad shallallāhu ‘alaihi wa sallam masih tetap menjawab: “Aku tidak dapat membaca.” Begitulah keadaan berulang sampai tiga kali, dan pada ketiga kalinya Jibrīl berkata kepadanya: “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan – Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah – Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah – Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam – Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (Terj. al-‘Alaq: 1-5).
  2. 3230). Ya‘ni yang menciptakan semua makhlūq. Pada ayat selanjutnya disebutkan secara khusus manusia di antara sekian ciptaan-Nya.
  3. 3231). Oleh karena itu, yang telah menciptakan manusia dan memperhatikannya dengan mengurusnya, tentu akan mengaturnya dengan perintah dan larangan, yaitu dengan diutus-Nya rasūl dan diturunkan-Nya kitab.
  4. 3233). Maksudnya, Allah mengajar manusia dengan perantaraan tulis baca.
  5. 3234). Hal itu, karena manusia dikeluarkan-Nya dari perut ibunya dalam keadaan tidak tahu apa-apa, lalu Dia menjadikan untuknya pendengaran, penglihatan dan hati serta memudahkan sebab-sebab ‘ilmu kepadanya. Dia mengajarkan kepadanya al-Qur’ān, mengajarkan kepadanya hikmah dan mengajarkan kepadanya dengan perantaraan pena, di mana dengannya terjaga ‘ilmu-‘ilmu. Maka segala puji bagi Allah yang telah mengaruniakan nikmat-nikmat itu yang tidak dapat mereka balas karena banyaknya. Selanjutnya Allah subḥānahu wa ta‘ālā mengaruniakan kepada mereka kekayaan dan kelapangan rezeki, akan tetapi manusia karena kebodohan dan kezhālimannya ketika merasa dirinya telah cukup, ia malah bertindak melampaui batas dan berbuat zhālim serta bersikap sombong terhadap kebenaran seperti yang diterangkan dalam ayat selanjutnya. Ia lupa, bahwa tempat kembalinya adalah kepada Tuhannya, dan tidak takut kepada pembalasan yang akan diberikan kepadanya, bahkan keadaannya sampai meninggalkan petunjuk dengan keinginan sendiri dan mengajak manusia untuk meninggalkannya, dan sampai melarang orang lain menjalankan shalat yang merupakan ‘amal yang paling utama.
  6. 3235). Imām Muslim meriwayatkan dengan sanadnya yang sampai kepada Abū Hurairah radhiyallāhu ‘anhu ia berkata: Abū Jahal berkata: “Apakah (kalian biarkan) Muḥammad menaruh wajahnya (bersujud) di tengah-tengah kalian?” Lalu dikatakan: “Ya.” Maka Abū Jahal berkata: “Demi Lāta dan ‘Uzzā, jika aku melihatnya sedang melakukan hal itu, maka aku akan injak lehernya atau aku lumuri mukanya dengan debu.” Abū Hurairah berkata: “Maka Abū Jahal mendatangi Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam ketika Beliau sedang shalat karena menyangka akan dapat menginjak leher Beliau. Lalu ia (Abū Jahal) membuat mereka (kawan-kawannya) kaget karena ternyata mundur ke belakang dan menjaga dirinya dengan kedua tangannya. Ia pun ditanya: “Ada apa denganmu?” Abū Jahal berkata: “Sesungguhnya antara aku dengan dia (Nabi Muḥammad shallallāhu ‘alaihi wa sallam) ada parit dari api, hal yang menakutkan, dan sayap-sayap.” Maka Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Kalau sekiranya ia mendekat kepadaku, tentu malaikat-malaikat akan merenggut anggota badannya sepotong demi sepotong.” Maka Allah ‘azza wa jalla menurunkan ayat – kami tidak mengetahui apakah dalam hadits Abū Hurairah atau sesuatu yang sampai kepadanya-: “Ketahuilah! Sungguh, manusia benar-benar melampaui batas, – apabila melihat dirinya serba cukup. – Sungguh, hanya kepada Tuhanmulah tempat kembali(mu). – Bagaimana pendapatmu tentang orang yang melarang, – seorang hamba ketika dia melaksanakan shalat, – Bagaimana pendapatmu jika dia (yang dilarang shalat itu) berada di atas kebenaran (petunjuk), – atau dia menyuruh bertaqwā (kepada Allah)? – Bagaimana pendapatmu jika dia (yang melarang) itu mendustakan dan berpaling? – Yaitu Abū Jahal – Tidakkah dia mengetahui bahwa sesungguhnya Allah melihat (segala perbuatannya)? – Sekali-kali tidak! Sungguh, jika dia tidak berhenti (berbuat demikian) niscaya Kami tarik ubun-ubunnya (ke dalam neraka), – (yaitu) ubun-ubun orang yang mendustakan dan durhaka. – Maka biarlah dia memanggil golongannya (untuk menolongnya), – kelak Kami akan memanggil Malaikat Zabāniyah, – Sekali-kali jangan! Janganlah kamu patuh kepadanya;…dst.” (Terj. al-‘Alaq: 6-19)Kalimat, “Kami tidak mengetahui apakah dalam hadits Abū Hurairah atau sesuatu yang sampai kepadanya,” menurut Syaikh Muqbil merupakan keragu-raguan yang dapat mencacatkan ke-shaḥīḥ-an sebab turunnya, akan tetapi ia tetap mencantumkannya karena banyak syāhid-syāhid-nya. Hadits tersebut menurut Ibnu Katsīr, diriwayatkan pula oleh Aḥmad bin Ḥanbal, Muslim, Nasā’ī dan Ibnu Abī Ḥātim dari hadits Mu‘tamir bin Sulaimān. Hadits tersebut juga diriwayatkan oleh Ibnu Jarīr dan Baihaqi dalam Dalā’il-un-Nubuwwah.Imām Tirmidzī meriwayatkan dengan sanadnya yang sampai kepada Ibnu ‘Abbās ia berkata: “Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam shalat, lalu Abū Jahal datang dan berkata: “Bukankah kamu telah aku larang melakukan hal ini (shalat)?” Maka Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam berpaling sambil membentaknya, lalu Abū Jahal berkata: “Sesungguhnya engkau mengetahui, bahwa tidak ada di sini orang yang lebih banyak golongannya dariku.” Maka Allah tabāraka wa ta‘ālā berfirman: “Maka biarlah dia memanggil golongannya (untuk menolongnya),” Ibnu Abbās berkata: “Demi Allah, kalau sekiranya ia memanggil kaumnya, tentu akan ditangkap oleh para malaikat Zabāniyah milik Allah.”

    (Tirmidzī berkata: “Hadits ini ḥasan gharīb shaḥīḥ.”)

  7. 3236). Yang melarang itu ialah Abū Jahal, sedangkan yang dilarang itu adalah Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam sendiri. Akan tetapi usaha ini tidak berhasil karena Abū Jahal melihat sesuatu yang menakutkannya.
  8. 3237). Dengan demikian, pantaskah orang yang seperti ini keadaannya dilarang? Bukankah melarangnya merupakan penentangan yang besar kepada Allah dan kepada kebenaran? Karena yang berhak dilarang adalah orang yang tidak di atas petunjuk atau memerintahkan orang lain mengerjakan hal yang bertentangan dengan ketaqwāan.
  9. 3238). Selanjutnya Allah subḥānahu wa ta‘ālā mengancamnya jika tetap terus bersikap seperti itu.
  10. 3239). Maksudnya, memasukkannya ke dalam neraka dengan menarik kepalanya dengan keras.
  11. 3240). Bisa juga diartikan: “Ubun-ubun orang yang dusta ucapannya dan salah perbuatannya.”
  12. 3241). Orang yang berhak mendapatkan ‘adzab itu.
  13. 3242). Malaikat Zabāniyah ialah malaikat yang menyiksa orang-orang yang berdosa di dalam neraka, mereka adalah malaikat yang kasar dan keras, dan sebagai malaikat yang kuat dan berkuasa. Inilah keadaan orang yang melarang dan hukuman yang diancamkan kepadanya. Adapun keadaan orang yang dilarang, maka Allah subḥānahu wa ta‘ālā memerintahkan agar tidak mempedulikan orang tersebut dan tidak menaatinya.
  14. 3243). Dengan meninggalkan shalat, karena ia tidaklah memerintahkan kecuali kepada yang terdapat kerugian di dunia dan akhirat.
  15. 3244). Ya‘ni shalatlah karena Allah subḥānahu wa ta‘ālā.
  16. 3245). Dengan bersujud dan dengan menaati-Nya, karena semua itu dapat mendekatkan kamu kepada-Nya. Ayat ini adalah umum berlaku pada orang yang melarang terhadap kebaikan dan dilarang dari melakukannya, meskipun berkenaan dengan Abū Jahal ketika melarang Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam melakukan shalat.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *