Surah al-A’la 87 ~ Tafsir Ibni Katsir (2/2)

Dari Buku:
Tafsir Ibnu Katsir, Juz 30
(An-Nabā’ s.d. An-Nās)
Oleh: Al-Imam Abu Fida’ Isma‘il Ibnu Katsir ad-Dimasyqi

Penerjemah: Bahrun Abu Bakar L.C.
Penerbit: Sinar Baru Algensindo Bandung

Rangkaian Pos: Surah al-A'la 87 ~ Tafsir Ibni Katsir

Al-A‘lā, ayat 14-19.

قَدْ أَفْلَحَ مَنْ تَزَكَّى، وَ ذَكَرَ اسْمَ رَبِّهِ فَصَلَّى، بَلْ تُؤْثِرُوْنَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا، وَ الْآخِرَةُ خَيْرٌ وَ أَبْقَى، إِنَّ هذَا لَفِي الصُّحُفِ الْأُولَى، صُحُفِ إِبْرَاهِيْمَ وَ مُوْسَى

087: 14. Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman),
087: 15. dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia sembahyang.
087: 16. Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi.
087: 17. Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal.
087: 18. Sesungguhnya ini benar-benar terdapat dalam kitab-kitab yang dahulu,
087: 19. (yaitu) Kitab-kitab Ibrāhīm dan Mūsā.

Firman Allah s.w.t.:

قَدْ أَفْلَحَ مَنْ تَزَكَّى

Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman) (al-A‘lā: 14).

Yakni menyucikan dirinya dari akhlak-akhlak yang rendah dan mengikuti apa yang diturunkan oleh Allah s.w.t. kepada Rasul-Nya, semoga salawat dan salam terlimpahkan kepadanya.

Firman Allah s.w.t.:

وَ ذَكَرَ اسْمَ رَبِّهِ فَصَلَّى

dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia shalat. (al-A‘lā: 15).

Yakni dia mendirikan shalat tepat pada waktunya masing-masing karena mengharapkan ridha Allah dan taat kepada perintah-Nya serta merealisasikan syariat-Nya. Sehubungan dengan hal ini al-Ḥāfizh Abū Bakar al-Bazzār mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami pamanku Muḥammad ibnu ‘Abd-ur-Raḥmān dari ayahnya dari ‘Athā’ ibn-us-Sā’ib dari ‘Abd-ur-Raḥmān ibnu Tsābit dari Jābir ibnu ‘Abdullāh dari Nabi s.a.w. sehubungan dengan firman-Nya:

قَدْ أَفْلَحَ مَنْ تَزَكَّى

Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman) (al-A‘lā: 14).

Rasūlullāh s.a.w. bersabda:

مَنْ شَهِدَ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَ خَلَعَ الأَنْدَادَ وَ شَهِدَ أَنِّيْ رَسُوْلُ اللهِ.

Barang siapa yang mengakui bahwa tiada tuhan yang berhak disembah selain Allah dan tidak mengakui adanya sekutu-sekutu (bagi-Nya) dan mengakui bahwa diriku adalah utusan Allah (itulah makna yang dimaksud oleh ayat).

وَ ذَكَرَ اسْمَ رَبِّهِ فَصَلَّى

dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia shalat. (al-A‘lā: 15).

Rasūlullāh s.a.w. bersabda:

هِيَ الصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ وَ الْمُحَافَظَةُ عَلَيْهَا وَ الْاِهْتِمَامُ بِهَا

Yakni mengerjakan shalat lima waktu dan memeliharanya serta memperhatikannya.

Perawi mengatakan bahwa tiada yang diriwayatkan melalui Jābir kecuali melalui jalur ini. Hal yang sama telah dikatkan oleh Ibnu ‘Abbās, bahwa yang dimaksud dengan salat di sini adalah shalat lima waktu. Demikianlah menurut pendapat yang dipilih oleh Ibnu Jarīr.

Ibnu Jarīr mengatakan bahwa telah menceritakan kepadanya ‘Amr ibnu ‘Abd-ul-Ḥamīd al-Āmilī, telah menceritakan kepada mereka Marwān ibnu Mu‘āwiyah dari Abū Khaldah yang telah mengatakan, bahwa ia masuk menemui Abul-‘Āliyah, lalu Abul-‘Āliyah mengatakan kepadanya: “Jika besok hari kamu berangkat menuju ke shalat hari raya maka mampirlah kepadaku.” Kemudian aku (perawi) mampir kepadanya dan ia berkata: “Apakah engkau telah makan sesuatu?”. Aku menjawab: “Ya”. Ia berkata: “Kalau begitu aku akan menyajikan air minum kepadamu”. Aku menjawab: “Baiklah”.

Lalu ia berkata: “Ceritakanlah kepadaku apa yang telah engkau lakukan terhadap zakatmu.” Aku menjawab: “Aku telah menyalurkannya”. Ia berkata: “Sesungguhnya aku bermaksud menanyakan hal berikut kepadamu,” kemudian ia membaca firman-Nya:

قَدْ أَفْلَحَ مَنْ تَزَكَّى، وَ ذَكَرَ اسْمَ رَبِّهِ فَصَلَّى

Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman), dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia shalat. (al-A‘lā: 14-15).

Dan ia mengatakan: “Sesungguhnya penduduk Madinah memandang bahwa tiada sedekah yang lebih baik daripada mengerjakan shalat dan memberi minum.”

Dan sesungguhnya kami telah meriwayatkan dari Amīr-ul-Mu’minīn ‘Umar ibnu ‘Abd-ul-‘Azīz, bahwa ia selalu menganjurkan orang-orang untuk mengeluarkan zakat fitrah dan membaca firman-Nya:

قَدْ أَفْلَحَ مَنْ تَزَكَّى، وَ ذَكَرَ اسْمَ رَبِّهِ فَصَلَّى

Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman), dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia shalat. (al-A‘lā: 14-15).

Abul-Aḥwash mengatakan bahwa apabila seseorang di antara kamu kedatangan seseorang yang meminta-minta sedangkan dia hendak menunaikan shalat, hendaklah ia mendahulukan zakatnya sebelum mengerjakan shalatnya, karena sesungguhnya Allah s.w.t. telah berfirman:

قَدْ أَفْلَحَ مَنْ تَزَكَّى، وَ ذَكَرَ اسْمَ رَبِّهِ فَصَلَّى

Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman), dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia shalat. (al-A‘lā: 14-15).

Qatādah mengatakan sehubungan dengan makna ayat ini:

قَدْ أَفْلَحَ مَنْ تَزَكَّى، وَ ذَكَرَ اسْمَ رَبِّهِ فَصَلَّى

Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman), dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia shalat. (al-A‘lā: 14-15).

Yakni menzakati harta bendanya dan membuat ridha Penciptanya.

Kemudian Allah s.w.t. berfirman:

بَلْ تُؤْثِرُوْنَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا

Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi. (al-A‘lā: 16).

Yakni kamu lebih mendahulukan kepentingan duniawi daripada kepentingan akhirat, dan kamu memandangnya sebagai tujuan karena di dalamnya terkandung kemanfaatan dan kemaslahatan kehidupanmu.

وَ الْآخِرَةُ خَيْرٌ وَ أَبْقَى

Sedangkan kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal. (al-A‘lā: 17).

Yakni pahala Allah di negeri akhirat lebih baik dan lebih kekal daripada kesenangan dunia. Karena sesungguhnya dunia itu pasti akan fana’ dalam waktu yang singkat, sedangkan kehidupan akhirat mulia lagi kekal. Maka bagaimana orang yang berakal bisa lebih memilih hal yang fana’ atas hal yang kekal, dan lebih mementingkan hal yang cepat lenyapnya serta berpaling dari memperhatikan negeri yang kekal dan pahala yang kekal di akhirat.

Imām Aḥmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ḥusain ibnu Muḥammad, telah menceritakan kepada kami Dzawīd, dari Abū Isḥāq, dari ‘Urwah, dari ‘Ā’isyah yang mengatakan bahwa Rasūlullāh s.a.w. telah bersabda:

الدُّنْيَا دَارُ مَنْ لاَ دَارَ لَهُ، وَ مَالَ مَنْ لاَ مَالَ لَهُ، وَ لَهَا يَجْمَعُ مَنْ لاَ عَقْلَ لَهُ.

Dunia ini adalah rumah bagi orang yang tidak mempunyai rumah, dan harta bagi orang yang tidak mempunyai harta, dan karena untuk dunialah orang yang tidak berakal menghimpun hartanya.

Ibnu Jarīr mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Ḥumaid, telah menceritakan kepada kami Yaḥyā ibnu Wādhiḥ, telah menceritakan kepada kami Abū Hamzah, dari ‘Athā’, dari Urfujah ats-Tsaqafī yang telah mengatakan bahwa ia belajar mengenai firman Allah s.w.t. di bawah ini dari Ibnu Mas‘ūd.

سَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الْأَعْلَى

Sucikanlah nama Tuhanmu Yang Maha Tinggi. (al-A‘lā: 1)

Ketika bacaannya sampai pada firman-Nya:

بَلْ تُؤْثِرُوْنَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا

Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi. (al-A‘lā: 16).

Maka Ibnu Mas‘ūd meninggalkan bacaannya, lalu menghadap kepada murid-muridnya dan berkata: “Kita lebih memilih dunia daripada akhirat.” Kaum yang hadir terdiam, dan Ibnu Mas‘ūd kembali berkata: “Kita telah memilih dunia, karena kita melihat perhiasannya, wanita-wanitanya, makanan dan minumannya sedangkan kepentingan akhirat kita dikesampingkan. Maka berarti kita memilih kehidupan yang segera ini dan kita tinggalkan kehidupan akhirat kita.” Hal ini yang keluar dari Ibnu Mas‘ūd r.a. merupakan ungkapan tawādhu‘ (rendah diri)-nya, atau barangkali dia hanya mengungkapkan tentang jenis keduanya semata-mata, hanya Allah-lah yang Maha Mengetahui.

Imām Aḥmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sulaimān ibnu Dāūd al-Hāsyimī, telah menceritakan kepada kami Ismā‘īl ibnu Ja‘far, telah menceritakan kepadaku ‘Amr ibnu Abū ‘Amr, dari al-Muththalib ibnu ‘Abdullāh, dari Abū Mūsā al-Asy‘arī, bahwa Rasūlullāh s.a.w. pernah bersabda:

مَنْ أَحَبَّ دُنْيَاهُ أَضَرَّ بِآخِرَتِهِ، وَ مَنْ أَحَبَّ آخِرَتَهُ أَضَرَّ بِدُنْيَاهُ فَآثِرُوْا مَا يَبْقَى عَلَى مَا يَفْنَى.

Barang siapa yang mencintai dunianya, berarti merugikan akhiratnya; dan barang siapa yang mencintai akhiratnya, berarti merugikan dunianya. Maka utamakanlah apa yang kekal di atas apa yang fana’.

Imām Aḥmad meriwayatkan hadis ini secara munfarid. Imām Aḥmad telah meriwayatkannya pula dari Abū Salamah al-Khuzā’ī, dari Ad-Darāwardī, dari ‘Amr ibnu Abū ‘Amr dengan lafaz dan sanad yang semisal.

Firman Allah s.w.t.:

إِنَّ هذَا لَفِي الصُّحُفِ الْأُولَى، صُحُفِ إِبْرَاهِيْمَ وَ مُوْسَى

Sesungguhnya ini benar-benar terdapat dalam kitab-kitab yang dahulu, (yaitu) kitab-kitab Ibrāhīm dan Mūsā. (al-A‘lā: 18-19).

Al-Ḥāfizh Abū Bakar al-Bazzār mengatakan, telah menceritakan kepada kami Nashr ibnu ‘Alī, telah menceritakan kepada kami Ma‘mar ibnu Sulaimān, dari ayahnya, dari ‘Athā’ ibn-us-Sā’ib, dari ‘Ikrimah, dari Ibnu ‘Abbās yang mengatakan bahwa ketika ayat ini diturunkan, yaitu firman Allah s.w.t.:

إِنَّ هذَا لَفِي الصُّحُفِ الْأُولَى، صُحُفِ إِبْرَاهِيْمَ وَ مُوْسَى

Sesungguhnya ini benar-benar terdapat dalam kitab-kitab yang dahulu, (yaitu) kitab-kitab Ibrāhīm dan Mūsā. (al-A‘lā: 18-19).

Maka Nabi s.a.w. bersabda:

كَانَ كُلُّ هذَا – أَوْ كَانَ هذَا – فِيْ صُحُفِ إِبْرَاهِيْمَ وَ مُوْسَى

Adalah semuanya ini atau adalah hal ini terdapat di dalam kitab-kitab Ibrāhīm dan Mūsā.

Kemudian al-Bazzār mengatakan bahwa ia tidak mengetahui ada sanad yang lebih kuat dari ‘Athā’ ibn-us-Sā’ib, dari ‘Ikrimah, dari Ibnu ‘Abbās selain sanad ini dan hadis lainnya yang diriwayatkan semisal dengan sanad ini.

Imām Nasā’ī mengatakan, telah menceritakan kepada kami Zakariyā ibnu Yaḥyā, telah menceritakan kepada kami Nashr ibnu ‘Alī, telah menceritakan kepada kami al-Mu‘tamir ibnu Sulaimān, dari ayahnya, dari ‘Athā’ ibn-us-Sā’ib, dari ‘Ikrimah, dari Ibnu ‘Abbās yang mengatakan bahwa ketika ayat ini diturunkan, yaitu:

سَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الْأَعْلَى

Sucikanlah nama Tuhanmu Yang Maha Tinggi. (al-A‘lā: 1)

Maka Nabi s.a.w. bersabda, bahwa semuanya itu terdapat di dalam lembaran-lembaran Ibrāhīm dan Mūsā. Dan ketika firman-Nya diturunkan, yaitu:

وَ إِبْرَاهِيْمَ الَّذِيْ وَفَّى

Dan lembaran-lembaran Ibrahim yang selalu menyempurnakan janji. (an-Najm: 37).

Nabi s.a.w. bersabda, bahwa Ibrāhīm telah menyempurnakan janji.

أَلاَّ تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرى

(yaitu) bahwasanya seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. (an-Najm: 38).

Ayat ini semakna dengan firman-Nya yang terdapat di dalam sūrat-un-Najm, yaitu:

أَمْ لَمْ يُنَبَّأْ بِمَا فِيْ صُحُفِ مُوْسى، وَ إِبْرَاهِيْمَ الَّذِيْ وَفّى، أَلاَّ تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرى، وَ أَنْ لَّيْسَ لِلإِنْسَانِ إِلاَّ مَا سَعى، وَ أَنَّ سَعْيَهُ سَوْفَ يُرى، ثُمَّ يُجْزَاهُ الْجَزَاءَ الأَوْفى، وَ أَنَّ إِلى رَبِّكَ الْمُنْتَهى.

Ataukah belum diberitakan kepadanya apa yang ada dalam lembaran-lembaran Mūsā? Dan lembaran-lembaran Ibrāhīm yang selalu menyempurnakan janji? (Yaitu) bahwasanya seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain, dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya. Dan bahwasanya usahanya itu kelak akan diperlihatkan (kepadanya). Kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna, dan bahwasanya kepada Tuhanmulah kesudahan (segala sesuatu). (an-Najm: 36-42).

Hal yang sama telah dikatakan oleh ‘Ikrimah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarīr, dari Ibnu Ḥumaid, dari Mahrān, dari Sufyān ats-Tsaurī, dari ayahnya, dari ‘Ikrimah sehubungan dengan makna firman-Nya:

إِنَّ هذَا لَفِي الصُّحُفِ الْأُولَى، صُحُفِ إِبْرَاهِيْمَ وَ مُوْسَى

Sesungguhnya ini benar-benar terdapat dalam kitab-kitab yang dahulu, (yaitu) kitab-kitab Ibrāhīm dan Mūsā. (al-A‘lā: 18-19).

Bahwa makna yang dimaksud ialah semua ayat yang terdapat di dalam sūrat-ul-A‘lā. Abul-‘Āliyah mengatakan bahwa kisah dalam surat ini terdapat di dalam lembaran-lembaran terdahulu.

Ibnu Jarīr memilih pendapat yang mengatakan bahwa makna yang dimaksud oleh firman-Nya: “inna hādzā” (Sesungguhnya ini) ditujukan kepada firman-Nya:

قَدْ أَفْلَحَ مَنْ تَزَكَّى، وَ ذَكَرَ اسْمَ رَبِّهِ فَصَلَّى، بَلْ تُؤْثِرُوْنَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا، وَ الْآخِرَةُ خَيْرٌ وَ أَبْقَى

Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman), dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia shalat. Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi. Sedangkan kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal. (al-A‘lā: 14-17).

Kemudian Allah s.w.t. berfirman:

إِنَّ هذَا

Sesungguhnya ini (al-A‘lā: 18).

Yakni kandungan makna ayat-ayat sebelumnya itu.

لَفِي الصُّحُفِ الْأُولَى، صُحُفِ إِبْرَاهِيْمَ وَ مُوْسَى

benar-benar terdapat dalam kitab-kitab yang dahulu, (yaitu) kitab-kitab Ibrāhīm dan Mūsā. (al-A‘lā: 18-19).

Apa yang dipilih oleh Ibnu Jarīr ini baik lagi kuat. Telah diriwayatkan juga hal yang semisal dari Qatādah dan Ibnu Zaid. Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.

Demikianlah akhir tafsir sūrat-ul-a‘lā dengan memanjatkan puji dan syukur kepada Allah atas semua karunia-Nya, dan hanya kepada-Nyalah kita memohon taufik dan pemeliharaan.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *