Surah al-‘Adiyat 100 ~ Tafsir Sayyid Quthb

Dari Buku:
Tafsīr fi Zhilāl-il-Qur’ān
Oleh: Sayyid Quthb
 
Penerbit: Gema Insani

SURAH AL-‘ĀDIYĀT

Diturunkan di Makkah
Jumlah Ayat: 11.

 

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang

 

وَ الْعَادِيَاتِ ضَبْحًا. فَالْمُوْرِيَاتِ قَدْحًا. فَالْمُغِيْرَاتِ صُبْحًا. فَأَثَرْنَ بِهِ نَقْعًا. فَوَسَطْنَ بِهِ جَمْعًا. إِنَّ الْإِنْسَانَ لِرَبِّهِ لَكَنُوْدٌ. وَ إِنَّهُ عَلَى ذلِكَ لَشَهِيْدٌ. وَ إِنَّهُ لِحُبِّ الْخَيْرِ لَشَدِيْدٌ. أَفَلَا يَعْلَمُ إِذَا بُعْثِرَ مَا فِي الْقُبُوْرِ. وَ حُصِّلَ مَا فِي الصُّدُوْرِ. إِنَّ رَبَّهُمْ بِهِمْ يَوْمَئِذٍ لَّخَبِيْرٌ

100:1. Demi kuda perang yang lari kencang dengan terengah-engah.
100:2. kuda yang mencetuskan api dengan pukulan (kuku kakinya),
100:3. dan kuda yang menyerang dengan tiba-tiba di waktu pagi,
100:4. maka ia menerbangkan debu,
100:5. dan menyerbu ke tengah-tengah kumpulan musuh.
100:6. Sesungguhnya manusia itu sangat ingkar tidak berterima kasih kepada Tuhannya,
100:7. Sesungguhnya, manusia itu menyaksikan (sendiri) keingkarannya.
100:8. Sesungguhnya dia sangat bakhil karena cintanya kepada harta.
100:9. Maka, apakah dia tidak mengetahui apabila dibangkitkan apa yang ada di dalam kubur,
100:10. dan dilahirkan apa yang ada di dalam dada,
100:11. Sesungguhnya, Tuhan mereka pada hari itu Maha Mengetahui keadaan mereka.

Pengantar.

Surah ini memberikan sentuhan-sentuhan yang cepat, keras, dan bertebaran. Juga berpindah-pindah dari yang satu kepada yang lain dengan cepat dan gesit, ringan dan cepat. Sehingga, sampai pada akhir paragraf lalu berhentilah di sana lafal, bayang-bayang, tema, dan kesannya, sebagaimana seorang pelari ketika telah sampai di garis finish.

Surah ini dimulai dengan membentangkan pemandangan yang berupa kuda yang berlari terengah-engah, memercikkan kembang-kembang api dengan pukulan kuku-kuku kakinya, menyerang dengan tiba-tiba pada waktu pagi, dan menerbangkan debu-debu. Juga kuda yang masuk ke dalam barisan musuh secara tiba-tiba dengan mengejutkan sehingga mereka lari kocar-kacir.

Berikutnya dikemukakan pemandangan tentang jiwa manusia yang pengingkar dan tidak mau berterima-kasih kepada Tuhannya. Jiwa yang pembangkang, mau menang sendiri atau rakus, dan sangat kikir.

Kemudian dilanjutkan dengan pemandangan yang berupa dibangkitkannya manusia dari kubur dan dikeluarkannya apa yang tersimpan di dalam hati manusia.

Pada bagian akhir, selesailah penerbangan debu-debu itu, keingkaran dan kebakhilan itu, serta pengeluaran manusia dari kubur dan penghimpunan di Padang Maḥsyar. Sehingga, seluruhnya berkesusahan kepada Allah. Maka, di sana ditetapkan: “Sesungguhnya, Tuhan mereka pada hari itu Maha Mengetahui keadaan mereka”.

Irama musikalnya begitu keras, menghentak, dan kencang. Hal ini selaras dengan suasan jerit tangis dan hiruk-pikuk dengan dibongkarnya kubur-kubur dan dibeberkannya apa yang ada di dalam dada dengan keras dan kuat. Juga selaras dengan suasana keingkaran dan penentangan, kerakusan dan kebakhilan yang amat sangat. Maka, ketika Allah hendak membingkai semua ini dengan bingkai yang serasi, dipilih-Nyalah suasan hiruk-pikuk yang ditimbulkan oleh kuda-kuda yang lari terengah-engah, disertai dengan suara ringkiknya yang keras membahana. Kuda-kuda yang memercikkan bunga-bunga api dengan hentakan kuku kakinya. Kuda-kuda yang menyerang musuh dengan tiba-tiba pada waktu pagi, yang menebarkan debu-debu di angkasa, dan masuk ke tengah-tengah barisan musuh tanpa menunggu apa-apa lagi. Maka, bingkai ini menunjukkan gambaran yang sebenarnya, dan lukisan ini sekaligus juga sebagai bingkainya. (191)

Kuda yang Berlari Terengah-engah.

وَ الْعَادِيَاتِ ضَبْحًا. فَالْمُوْرِيَاتِ قَدْحًا. فَالْمُغِيْرَاتِ صُبْحًا. فَأَثَرْنَ بِهِ نَقْعًا. فَوَسَطْنَ بِهِ جَمْعًا. إِنَّ الْإِنْسَانَ لِرَبِّهِ لَكَنُوْدٌ. وَ إِنَّهُ عَلَى ذلِكَ لَشَهِيْدٌ. وَ إِنَّهُ لِحُبِّ الْخَيْرِ لَشَدِيْدٌ.

Demi kuda perang yang lari kencang dengan terengah-engah; kuda yang mencetuskan api dengan pukulan (kuku kakinya); dan kuda yang menyerang dengan tiba-tiba di waktu pagi, maka ia menerbangkan debu, dan menyerbu ke tengah-tengah kumpulan musuh. Sesungguhnya manusia itu sangat ingkar tidak berterima kasih kepada Tuhannya, Sesungguhnya, manusia itu menyaksikan (sendiri) keingkarannya. Sesungguhnya dia sangat bakhil karena cintanya kepada harta.” (al-‘Ādiyāt: 1-8).

Allah bersumpah dengan kuda-kuda perang, dan menyifati gerakan-gerakannya satu per satu sejak larinya dengan suara terengah-engah sebagaimana yang sudah terkenal. Juga dengan kuku-kuku kakinya yang menarung bebatuan hingga memercikkan bunga-bunga api. Kuda-kuda yang menyerang musuh secara tiba-tiba pada pagi hari, dengan menebarkan debu-debu peperangan ke udara tanpa menunggu apa-apa lagi. Mereka menyerang ke tengah-tengah barisan musuh hingga kocar-kacir.

Begitulah jalannya peperangan sebagaimana biasa dialami orang-orang yang menerima firman ini pertama kali. Sumpah dengan kuda dalam konteks ini memiliki kesan yang kuat terhadap kecintaan kepada gerakan dan kecekatan itu, setelah merasakan nilainya dalam timbangan dan perhatian Allah Yang Maha Suci.

Hal itu melebihi kesesuaian pemandangan ini dengan pemandangan-pemandangan yang dijadikan sumpah dan dikomentari sebagaimana sudah kami kemukakan. Adapun yang disumpahkan oleh Allah s.w.t. adalah hakikat yang ada di dalam jiwa manusia, ketika hatinya kosong dari motif-motif iman. Hakikat yang manusia diperingatkan oleh al-Qur’ān terhadapnya agar mempersiapkan irādahnya untuk memeranginya. Karena, Allah mengetahui kedalaman belitannya di dalam jiwanya, dan beratnya tekanannya pada dirinya:

“إِنَّ الْإِنْسَانَ لِرَبِّهِ لَكَنُوْدٌ. وَ إِنَّهُ عَلَى ذلِكَ لَشَهِيْدٌ. وَ إِنَّهُ لِحُبِّ الْخَيْرِ لَشَدِيْدٌ.

Sesungguhnya manusia itu sangat ingkar tidak berterima kasih kepada Tuhannya, Sesungguhnya, manusia itu menyaksikan (sendiri) keingkarannya. Sesungguhnya dia sangat bakhil karena cintanya kepada harta.” (al-‘Ādiyāt: 6-8).

Sesungguhnya, manusia sangat ingkar terhadap ni‘mat Tuhannya, mengingkari karunia-Nya yang besar. Keingkaran dan ketidakberterimakasihannya itu tercermin dalam bermacam-macam gejala yang tampak dalam perbuatan-perbuatan dan perkataan-perkataannya. Sehingga, semua itu seakan menjadi saksi yang mengakui hakikat ini. Juga seakan-akan dia menyaksikan sendiri terhadap hal itu. Atau, boleh jadi ia akan menjadi saksi bagi dirinya sendiri pada hari kiamat tentang keingkarannya itu: “Sesungguhnya, manusia itu menyaksikan (sendiri) keingkarannya….” Pada hari ketika ia berbicara dengan sebenarnya atas dirinya sendiri, yang peristiwa ini bakal terjadi tanpa dapat dibantah lagi.

Sesungguhnya dia sangat bakhil karena cintanya kepada harta”.

Karena sangat cintanya kepada dirinya, dia cinta kepada sesuatu yang baik. Namun, tercerminkan dalam bentuk harta, kekuasaan, dan kesenangan-kesenangan terhadap kekayaan hidup duniawi.

Itulah naluri dan tabiatnya bila tidak dimasuki iman yang kemudian dapat mengubah pandangan-pandangan, tata nilai, timbangan-timbangan, dan kepentingan-kepentingannya. Juga bila tidak dimasuki iman yang dapat mengubah keingkarannya menjadi mengakui karunia Allah dan mensyukurinya. Hal ini sebagaimana mengubah sikap mementingkan diri sendiri dan kebakhilannya menjadi mengutamakan orang lain dan kasih-sayang. Kemudian menampakkan kepadanya nilai-nilai hakiki yang layak untuk diminati, diperebutkan, diusahakan, dan diperjuangkan. Karena ini adalah hal-hal yang lebih tinggi nilainya daripada harta, kekuasaan, dan kesenangan-kesenangan materiil kehidupan duniawi.

Sesungguhnya, manusia tanpa iman adalah hina dan kecil. Hina keinginannya dan rendah cita-citanya. Meski bagaimanapun besarnya hasrat dan cita-citanya serta tingginya sasaran yang hendak dicapainya, toh ia akan menukik pula ke lumpur di bumi, terikat dengan batas usia, dan terpenjara di dalam penjara dirinya sendiri. Alam yang berasal dari Allah yang azali akan kembali kepada Allah yang abadi. Dengan iman, dunia akan berkesinambungan dengan akhirat tanpa berkesudahan.

Oleh karena itu, datanglah poin terakhir dalam surah ini untuk mengobati keingkaran, ketidak-syukuran, sifat mementingkan diri sendiri, dan sifat bakhil. Juga untuk memutuskan belenggu-belenggu nafsu dan membebaskan darinya. Di samping itu, dibentangkan pula pemandangan tentang kebangkitan dari kubur dan pengumpulan di Padang Maḥsyar dalam lukisan yang dapat melalaikan manusia dari mencintai harta, dan menyadarkannya dari kelalaian dan kesombongan:

Maka, apakah dia tidak mengetahui apabila dibangkitkan apa yang ada di dalam kubur, dan dilahirkan apa yang ada di dalam dada?” (al-‘Ādiyāt: 9-10).

Ini adalah pemandangan yang keras dan mendebarkan, yaitu dibangkitkannya manusia dari kubur. Pembangkitan dari kubur yang dikemukakan dengan kata-kata yang keras dan berkobar-kobar. Kemudian dibongkarnya rahasia yang tersembunyi dalam hati, yang jauh dari pandangan mata. Pelahiran dan pembongkaran dengan menggunakan kata-kata yang keras dan kasar. Memang, seluruh suasananya keras, sengit, dan panas!

Apakah dia tidak mengetahui bila hal ini terjadi? Tidakkah ia ingat apa yang ia ketahui? Karena pengetahuan terhadap hal ini saja sudah cukup untuk menggoncangkan perasaan. Kemudian membiarkan jiwa mencari-cari jawaban dan menyelidiki segala maksudnya. Juga membayangkan segala sesuatu yang mungkin menyertai gerakan-gerakan yang keras ini dengan segala dampak dan akibatnya!

Lalu, disudahilah gerakan-gerakan yang terus bergolak ini dengan suatu pemantapan yang kepadanya berujung segala sesuatu, semua urusan, dan semua tempat kembali.

Sesungguhnya, Tuhan mereka pada hari itu Maha Mengetahui keadaan mereka” (al-‘Ādiyāt: 11).

Tempat kembali mereka adalah kepada Tuhan mereka. Sesungguhnya: “pada hari itu” Dia Maha Mengetahui tentang mereka, tentang keadaan mereka, dan tentang rahasia-rahasia mereka. Allah Maha Mengetahui dan Maha Waspada terhadap mereka pada setiap waktu dan dalam semua keadaan. Akan tetapi, kepengetahuan ini “pada hari itu” memiliki bekas-bekas yang membangkitkan kesadaran mereka terhadap akibat-akibat. Pengetahuan dan kewaspadaan yang di belakangnya ada hisab dan balasan. Ma‘na yang tersirat inilah yang dilambai-lambaikan dalam konteks ini.

Sesungguhnya, surah ini adalah sebuah wisata (perjalanan) yang membuat terengah-engah, berteriak dengan keras, dan bergolak. Sehingga, sampai pada ketetapan ini dalam ma‘na, lafal, dan kesannya, yang dikemas menurut metode al-Qur’ān.

Catatan:

  1. 19). Silahkan baca pasal “at-Tanāsuq-ul-Fanniy” dalam kitab at-Tashwīr-ul-Fanniyi fī-l-Qur’ān, terbitan Dār-usy-Syurūq.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *