Surah adh-Dhuha 93 ~ Tafsir Hidayat-ul-Insan

Tafsīru Hidāyat-il-Insān
Judul Asli: (
هداية الإنسان بتفسير القران)
Disusun oleh:
Abū Yaḥyā Marwān Ḥadīdī bin Mūsā

Tafsir Al Qur’an Al Karim Marwan Bin Musa
Dari Situs: www.tafsir.web.id

Surah adh-Dhuḥā (Waktu Dhuḥā) (31981)
Surah ke-93. 11 ayat. Makkiyyah

 

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ.

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

Ayat 1-11: Beberapa nikmat Allah yang dianugerahkan kepada Nabi Muḥammad shallallāhu ‘alaihi wa sallam.

 

وَ الضُّحَى. وَ اللَّيْلِ إِذَا سَجَى. مَا وَدَّعَكَ رَبُّكَ وَ مَا قَلَى. وَ لَلْآخِرَةُ خَيْرٌ لَّكَ مِنَ الْأُولَى. وَ لَسَوْفَ يُعْطِيْكَ رَبُّكَ فَتَرْضَى. أَلَمْ يَجِدْكَ يَتِيْمًا فَآوَى. وَ وَجَدَكَ ضَالًّا فَهَدَى. وَ وَجَدَكَ عَائِلًا فَأَغْنَى. فَأَمَّا الْيَتِيْمَ فَلَا تَقْهَرْ. وَ أَمَّا السَّائِلَ فَلَا تَنْهَرْ. وَ أَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ

  1. (31992) (32003) Demi waktu dhuḥā (ketika matahari naik sepenggalahan),
  2. dan demi malam apabila telah sunyi,
  3. Tuhanmu tidak meninggalkan engkau (Muḥammad) (32014) dan tidak (pula) membencimu. (32025)
  4. dan sungguh, yang kemudian itu lebih baik bagimu daripada yang permulaan. (32036)
  5. (32047) Dan sungguh, kelak Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu, sehingga engkau menjadi puas.
  6. (32058) Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungi(mu). (32069)
  7. Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung (320710), lalu Dia memberikan petunjuk.
  8. Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan kecukupan. (320811)
  9. Maka terhadap anak yatim janganlah engkau berlaku sewenang-wenang. (320912)
  10. Dan terhadap orang yang meminta-minta, janganlah kamu menghardik(nya). (321013)
  11. Dan terhadap nikmat Tuhanmu (321114), hendaklah engkau nyatakan (dengan bersyukur). (321215)

Selesai tafsir surah adh-Dhuḥā dengan pertolongan Allah, taufīq-Nya dan kemudahan-Nya, wal-ḥamdulillāhi rabb-il-‘ālamīn.

Catatan:

  1. 3198). Ibnu Katsīr berkata: “Dianjurkan bertakbīr dari akhir surah adh-Dhuḥā sampai akhir surah an-Nās. Para ahli qirā’at menyebutkan, bahwa hal itu termasuk sunnah yang ada riwayatnya, dan mereka menyebutkan alasan mengucapkan takbīr dari awal surah adh-Dhuḥā, yaitu bahwa ketika wahyu terlambat turun kepada Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam dan terputus selama waktu tersebut, kemudian malaikat datang dan menyampaikan wahyu kepada Beliau: “Wadh Dhuḥā – Wallaili idzā sajā.” Ya‘ni surah adh-Dhuḥā sampai akhirnya, maka Beliau bertakbīr karena gembira dan senang.” Ibnu Katsīr berkata pula: “Riwayat tersebut tidak diriwayatkan dengan isnād yang dapat dihukumi shaḥīḥ maupun dha‘īf, wallāhu a‘lam.”
  2. 3199). Imām Bukhārī meriwayatkan dengan sanadnya yang sampai kepada Jundub bin Sufyān ia berkata: Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam pernah sakit sehingga tidak bangun selama dua atau tiga malam, lalu ada seorang wanita yang datang berkata: “Wahai Muḥammad, sesungguhnya aku berharap setanmu telah meninggalkanmu, karena aku tidak melihat dia mendekatimu sejak dua atau tiga malam.” Maka Allah ‘azza wa jalla berfirman: “Wadh-dhuḥā—Wallaili idzā sajā—Mā wadda‘aka Rabbuka wa mā qalā.” (Hadits ini diriwayatkan pula oleh Muslim, Tirmidzī, dan ia berkata: “Hadits ini ḥasan shaḥīḥ,” Aḥmad, Thayālisī, Ibnu Jarīr, al-Ḥumaidī, dan al Khathīb dalam Muwadhdhiḥ Awhāmil Jām‘i wat-Tafrīq juz 2 hal. 22).
  3. 3200). Allah subḥānahu wa ta‘ālā bersumpah dengan waktu dhuḥā dan waktu malam ketika telah sunyi untuk menerangkan perhatian Dia kepada Rasūl-Nya shallallāhu ‘alaihi wa sallam.
  4. 3201). Maksudnya, ketika turunnya wahyu kepada Nabi Muḥammad shallallāhu ‘alaihi wa sallam terhenti untuk sementara waktu, orang-orang musyrik berkata: “Tuhannya (Muḥammad) telah meninggalkannya dan benci kepadanya.” Maka turunlah ayat di atas untuk membantah perkataan orang-orang musyrik itu, yaitu,: “Tuhanmu tidak meninggalkan engkau (Muḥammad) dan tidak (pula) membencimu,” yakni Allah subḥānahu wa ta‘ālā tidaklah meninggalkan Beliau dan membiarkannya sejak Dia mengurus dan mendidik Beliau, bahkan Dia senantiasa mengurus dan mendidik Beliau dengan pendidikan yang sebaik-baiknya serta meninggikan Beliau sederajat demi sederajat.
  5. 3202). Yakni Dia tidak membencimu sejak Dia mencintaimu. Inilah keadaan Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam yang dahulu dan yang sekarang; yakni keadaan yang paling sempurna; kecintaan Allah untuk Beliau dan tetap terus seperti itu serta diangkatnya Beliau kepada kesempurnaan, dan tetap terusnya mendapatkan perhatian dari Allah subḥānahu wa ta‘ālā. Adapun keadaan Beliau pada masa mendatang, maka sebagaimana firman-Nya: “Dan sungguh, yang kemudian itu lebih baik bagimu daripada yang permulaan.
  6. 3203). Maksudnya, bahwa akhir perjuangan Nabi Muḥammad shallallāhu ‘alaihi wa sallam itu akan menjumpai kemenangan-kemenangan meskipun permulaannya penuh dengan kesulitan-kesulitan. Allah subḥānahu wa ta‘ālā menguatkan agama Beliau, memenangkan Beliau terhadap musuh-musuhnya serta memperbaiki kondisi Beliau sehingga Beliau mencapai keadaan yang tidak dapat dicapai oleh orang-orang terdahulu maupun yang datang kemudian, baik dalam hal keutamaan, kebanggaan maupun kegembiraan. Sedangkan di akhirat, maka tidak perlu ditanya tentang keadaan Beliau; keadaan Beliau penuh dengan berbagai kemuliaan dan kenikmatan. Oleh karena itu, Allah subḥānahu wa ta‘ālā berfirman: “Dan sungguh, kelak Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu, sehingga engkau menjadi puas.” Pemberian-Nya yang besar tidak mungkin diungkapkan selain dengan kata-kata itu.Di antara mufassir ada yang menafsirkan “akhirat” dengan kehidupan akhirat beserta segala kenikmatannya, dan “ulā” dengan kehidupan dunia.
  7. 3204). Al-Ḥāfizh Ibnu Katsīr berkata: Imām Abū ‘Amr al-Auzā‘ī berkata (meriwayatkan) dari Ismā‘īl bin ‘Ubaidullāh bin Abul-Muhājir al-Makhzūmī dari ‘Alī bin ‘Abdullāh bin ‘Abbās dari bapaknya ia berkata: Ditunjukkan kepada Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam segala sesuatu dari perbendaharaan yang akan ditaklūqkan untuk umatnya satu persatu, Beliau pun bergembira dengannya, maka Allah menurunkan ayat: Dan sungguh, kelak Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu, sehingga engkau menjadi puas.” Oleh karena itu, Allah subḥānahu wa ta‘ālā akan memberikan kepada Beliau di surga sejuta istana, di mana masing-masing istana ada istri-istri dan pelayan-pelayan yang layak untuk Beliau.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarīr dan Ibnu Abī Ḥātim dari jalannya, dan ini adalah isnād yang shaḥīḥ sampai kepada Ibnu ‘Abbās).Syaikh Muqbil berkata: “Hadits tersebut diriwayatkan oleh Ibnu Jarīr sebagaimana dikatakan al-Ḥāfizh Ibnu Katsīr juz 30 hal. 232 dari dua jalan dari al-Auzā‘ī, di mana pada salah satunya ada ‘Amr bin Ḥāsyim al Bairūtī rawi yang meriwayatkan dari al-Auzā‘ī, dan dia dha‘īf, sedangkan pada jalan yang lain ada Rawwād bin al-Jarrāḥ yang diperselisihkan. Saya kira, orang yang men-tsiqah-kannya adalah karena kejujurannya dan agamanya, sedangkan orang yang mencacatkannya karena ia adalah seorang yang mukhtalith (bercampur hapalannya). Hadits tersebut juga diriwayatkan oleh Ḥākim dan ia men-shaḥīḥ-kannya juz 2 hal. 526, dan adz-Dzahabī mengomentarinya dengan berkata: “‘Ishām bin Rawwād menyendiri dengan hadits itu dari bapaknya, sedangkan ia di-dha‘īf-kan.” Thabrānī juga meriwayatkan dalam al-Kabīr dan al-Awsath, Al-Haitsamī berkata: “Sedangkan dalam riwayat dari al-Awsath disebutkan: Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Ditunjukkan kepadaku segala sesuatu yang akan ditaklūqkan untuk umatku setelahku sehingga membuatku senang.” Maka Allah menurunkan ayat: “Dan sungguh, yang kemudian itu lebih baik bagimu daripada yang permulaan.” Lalu disebutkan sama seperti dalam hadits sebelumnya, namun di sana terdapat Mu‘āwiyah bin Abul-‘Abbās yang aku (Haitsamī) tidak mengenalnya, sedangkan para perawi yang lain adalah tsiqah, dan isnad dalam al-Kabīr adalah ḥasan.”Syaikh Muqbil juga berkata: “Abū Nu‘aim juga meriwayatkan dalam al-Ḥilyah juz 3 hal. 212 dari Thabrānī dan di sana terdapat ‘Amr bin Ḥāsyim al-Bairūtī, selanjutnya ia berkata: “Hadits ini gharīb dari hadits ‘Alī bin ‘Abdullāh bin ‘Abbās, di mana tidak ada yang meriwayatkan darinya kecuali Ismā‘īl. Dan Sufyān ats-Tsaurī meriwayatkan hadits itu dari al-Auzā‘ī dari Ismā‘īl seperti itu.” (lihat ash-Shaḥīḥ-ul-Musnad karya Syaikh Muqbil hal. 267-268).
  8. 3205). Apa yang disebutkan dalam ayat ini dan setelahnya merupakan bukti perhatian Allah subḥānahu wa ta‘ālā kepada Beliau.
  9. 3206). Allah subḥānahu wa ta‘ālā mendapati Beliau dalam keadaan yatim-piatu; Beliau ditinggal wafat ibu dan bapaknya ketika Beliau tidak bisa mengurus diri Beliau, maka Allah subḥānahu wa ta‘ālā melindunginya, menyerahkan kepada kakeknya ‘Abd-ul-Muththalib, dan setelah kakeknya wafat Dia menyerahkan kepada pamannya Abū Thālib sampai kemudian Allah subḥānahu wa ta‘ālā membantu Beliau dengan pertolongan-Nya kemudian dengan kaum mu’min.
  10. 3207). Yang dimaksud dengan bingung di sini ialah kebingungan untuk mendapatkan kebenaran yang tidak bisa dicapai oleh akal; Beliau tidak tahu apa itu kitab dan apa itu iman, lalu Allah subḥānahu wa ta‘ālā mengajarkan kepada Beliau apa yang Beliau tidak ketahui; menurunkan wahyu kepada Beliau dan memberikan Beliau taufīq kepada ‘amal dan akhlāq yang paling baik.
  11. 3208). Ya‘ni membuatmu qanā‘ah (puas dan menerima apa adanya). Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda:

    لَيس الْغنى عن كَثْرة الْعرضِ و لَكن الْغنى غنى النفْسِ.

    Kaya itu bukanlah dengan banyaknya harta. Akan tetapi, kaya itu dengan kecukupan (kepuasan) jiwa.” (HR. Muslim)

    Atau maksudnya, Allah subḥānahu wa ta‘ālā mencukupkan Beliau dengan menaklūqkan berbagai negeri untuk Beliau, di mana harta dan hasilnya diperuntukkan kepada Beliau. Oleh karena Dia (Allah) telah melimpahkan berbagai kenikmatan itu, maka hadapilah nikmat-Nya itu dengan disyukuri.

  12. 3209). Yakni jangan bergaul secara buruk terhadapnya, janganlah dadamu merasa sempit terhadapnya dan janganlah membentaknya, bahkan muliakanlah, berikanlah kemudahan untuknya, dan berbuatlah terhadapnya sesuatu yang engkau suka jika anakmu diperlakukan seperti itu.
  13. 3210). Ya‘ni jangan sampai keluar dari mulutmu ucapan yang mengandung penolakan terhadap permintaannya dengan bentakan dan sikap yang buruk, bahkan berikanlah kepadanya apa yang mudah bagimu atau tolaklah dengan cara yang baik dan iḥsān.Kata sā’il (meminta) di sini menurut Syaikh as-Sa‘dī, termasuk pula yang meminta harta dan yang meminta ‘ilmu. Oleh karena itu, pengajar diperintahkan berakhlak mulia kepada penuntut ‘ilmu, memuliakannya dan menaruh rasa kasihan kepadanya, karena yang demikian dapat membantu maksudnya serta memuliakan orang yang berniat menyebarkan manfaat bagi hamba dan dunia.
  14. 3211). Baik nikmat agama maupun nikmat dunia.
  15. 3212). Ya‘ni pujilah Allah terhadapnya dan sebutlah nikmat itu jika ada maslahatnya. Hal itu, karena menyebut-nyebut nikmat Allah dapat membantu untuk bersyukur, membuat hati mencintai yang memberikannya, yaitu Allah subḥānahu wa ta‘ālā, karena hati itu dijadikan cinta kepada yang berbuat baik kepadanya. Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda:

    اَلتحدث بِنِعمة اللهِ شكْر و تركها كفْر و من لا يشكر الْقَليلَ لا يشكر الْكَثير و من لا يشكر الناس لا يشكر اللهَ و الْجماعة بركَة و الْفرقَة عذَاب

    Menyebut-nyebut nikmat Allah adalah bersyukur, meninggalkannya adalah kufur. Barang siapa tidak bersyukur terhadap yang sedikit, maka dia tidak akan bersyukur kepada yang banyak. Barang siapa yang tidak bersyukur kepada manusia, maka dia tidak akan bersyukur kepada Allah. Berjamā‘ah adalah berkah, sedangkan berpecah adalah ‘adzab.” (HR. Baihaqī dalam asy-Syu‘ab, di-ḥasan-kan oleh Syaikh al-Albānī dalam Shaḥīḥ-ul-Jāmi‘ no. 3014)

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *