Dalil Yang Wajib, Mustahil & Ja’iz Pada Para Rasul – Terjemah Kifayat-ul-‘Awam

KIFĀYAT-UL-‘AWĀM
Pembahasan Ajaran Tauhid Ahl-us-Sunnah

Karya: Syaikh Muḥammad al-Fudhalī
 
Penerjemah: H. Mujiburrahman
Diterbitkan Oleh: MUTIARA ILMU Surabaya

62. DALĪL WAJIBNYA SHIDQ

وَ دَلِيْلُ وُجُوْبِ الصِّدْقِ عَلَيْهِمُ الصَّلَاةُ وَ السَّلَامُ أَنَّهُمْ لَوْ كُذِبُوْا لَكَانَ خَيْرُ اللهِ تَعَالَى كَاذِبًا لِأَنَّ اللهَ تَعَالَى صَدَّقَ دَعْوَاهُمُ الرِّسَالَةَ بِإِظْهَارِ الْمُعْجِزَةِ عَلَى أَيْدِيْهِمْ وَ الْمُعْجِزَةُ نَازِلَةٌ مَنْزِلَةَ قَوْلِهِ تَعَالَى صَدَقَ عَبْدِيْ فِيْ كُلِّ مَا يُبَلِّغُ عَنِّيْ.

Dan dalīl wajibnya Shidq bagi mereka ‘alaihim-ush-shalātu was-salām adalah bahwa mereka itu kalau berdusta niscaya jadilah berita dari Allah s.w.t. Dusta karena Allah s.w.t. telah membenarkan seruan mereka akan risālah itu dengan menampakkan mu‘jizat di tangan-tangan mereka dan mu‘jizat itu bertempat pada kedudukan firman Allah s.w.t.: “Telah benar hambaku pada setiap apa yang mereka sampaikan dari Aku.

وَ تَوْضِيْحُهُ أَنَّ الرَّسُوْلَ إِذَا أَتَى قَوْمَهُ وَ قَالَ أَنَا رَسُوْلٌ إِلَيْكُمْ مِنَ اللهِ وَ قَالُوْا لَهُ مَا الدَّلِيْلُ عَلَى رِسَالَتِكَ وَ قَالَ لَهُمْ انْشِقَاقُ الْجَبَلِ مَثَلًا فَإِذَا قَالُوْا لَهُ اِئْتِ بِمَا قُلْتُ يَشُقُّ اللهُ الْجَبَلَ عِنْدَ قَوْلِهِمُ الْمَذْكُوْرِ تَصْدِيْقًا لِدَعْوَى الرَّسُوْلِ الرِّسَالَةَ فَشُقُّ اللهِ تَعَالَى الْجَبَلَ نَازِلٌ مَنْزِلَةَ قَوْلِهِ تَعَالَى صَدَقَ عَبْدِيْ فِيْ كُلِّ مَا يُبَلِّغُ عَنِّيْ.

Dan penjelasannya: Bahwa rasūl itu jika dia datang pada kaumnya dan berkata: “Saya adalah rasūl kepadamu dari Allah” dan mereka (kaumnya itu) berkata: “Apakah dalil atas risālahmu?” dan rasūl itu berkata: “terbelahnya gunung” umpamanya maka jika mereka berkata kepadanya: “Datangkanlah apa-apa yang telah engkau katakan!” niscaya Allah akan membelah gunung itu di saat ucapan mereka yang tersebut itu, karena membenarkan risālah pada seruan rasūl itu. Maka pembelahan Allah akan gunung itu menempati kedudukan firman Allah s.w.t.: “Telah benar hamba-Ku pada setiap apa yang mereka sampaikan dari Aku.

فَلَوْ كَانَ الرَّسُوْلُ كَاذِبًا لَكَانَ هذَا الْخَبَرُ كَاذِبًا وَ الْكَذِبُ عَلَيْهِ تَعَالَى مُحَالٌ فَيَكُوْنُ كَذِبُ الرُّسُلِ مُحَالًا وَ إِذْ انْتَفَى عَنْهُمُ الْكَذِبُ ثَبَتَ لَهُمُ الصِّدْقُ.

Maka kalau rasūl itu dusta niscaya jadilah berita ini dusta dan dusta atas Allah s.w.t. adalah mustaḥīl maka jadilah dustanya para rasūl itu mustaḥīl dan jika terhapus kedustaan mereka niscaya tetaplah bagi mereka itu kebenaran atau shidq.

63. DALĪL WAJIBNYA AMĀNAH

وَ أَمَّا دَلِيْلُ الْأَمَانَةِ أَيْ عِصْمَتُهُمْ ظَاهِرًا وَ بَاطِنًا مِنْ مُحَرَّمٍ أَوْ مَكْرُوْهٍ أَنَّهُمْ لَوْ خَانُوْا بِارْتِكَابِ مُحَرَّمٍ أَوْ مَكْرُوْهٍ لَكُنَّا مَأْمُوْرِيْنَ بِمِثْلِ مَا يَفْعَلُوْنَهُ وَ لَا يَصِحُّ أَنْ نُؤْمَرَ بِمُحَرَّمٍ أَوْ مَكْرُوْهٍ لِأَنَّ اللهَ تَعَالَى لَا يَأْمُرُ بِالْفَحْشَاءِ.

Adapun dalīl Amānah ya‘ni terpeliharanya mereka itu zhāhir dan bāthin dari yang ḥarām atau makrūh adalah bahwa mereka itu kalau berkhiyānat dengan mengerjakan perkara yang ḥarām atau makrūh niscaya jadilah kita terkena perintah seperti apa yang mereka perbuat. Dan tidaklah benar bahwa kita terkena perintah dengan yang ḥarām atau makrūh karena Allah s.w.t. tidak memerintahkan segala yang keji.”

فَتَعَيَّنَ أَنَّهُمْ لَمْ يَفْعَلُوْا إِلَّا الطَّاعَةَ إِمَّا وَاجِبَةً أَوْ مَنْدُوْبَةً وَ لَا تَدْخُلُ أَفْعَالُهُمُ الْمُبَاحَاتُ لِأَنَّهُمْ إِذَا فَعَلُوا الْمُبَاحَ يُكُوْنُ لِبَيَانِ الْجَوَازِ.

Maka tentulah bahwa mereka itu tidak pernah berbuat kecuali ketaatan, adakalanya yang wājib atau sunnat dan tidaklah masuk perbuatan-perbuatan mereka yang mubāḥ karena mereka jika berbuat yang mubāḥ niscaya jadilah ia untuk menerangkan hukum jā’iz (maka dengan tujuan yang seperti itu masuklah perbuatan mubāḥ itu pada ketaatan yang akan diberi pahala).

64. DALĪL WAJIBNYA TABLĪGH

وَ أَمَّا دَلِيْلُ التَّبْلِيْغِ فَلِأَنَّهُمْ لَوْ كَتَمُوْا لَكُنَّا مَأْمُوْرِيْنَ بِكِتْمَانِ الْعِلْمِ وَ لَا يَصِحُّ أَنْ نَكْتُمَ الْعِلْمَ لِأَنَّ كَاتِمَهُ مَلْعُوْنٌ فَتَعَيَّنَ أَنَّهُمْ لَمْ يَكْتُمُوْا فَثَبَتَ لَهُمُ التَّبْلِيْغُ.

Adapun dalīl Tablīgh adalah karena mereka kalau menyembunyikan niscaya kita terkena perintah untuk menyembunyikan ‘ilmu dan tidaklah benar kita menyembunyikan ‘ilmu karena orang yang menyembunyikannya adalah terlaknat. Maka tentulah bahwa mereka itu tidak pernah menyembunyikannya, maka tetaplah bagi mereka itu tablīgh.

65. DALĪL WAJIBNYA FATHĀNAH

وَ أَمَّا دَلِيْلُ الْفَطَانَةِ أَيِ الْحِدْقِ لَهُمْ عَلَيْهِمُ الصَّلَاةُ وَ السَّلَامُ فَلِأَنَّهُمْ لَوِ انْتَفَتْ عَنْهُمُ الْفَطَانَةُ لَمَا قَدَرُوْا أَنْ يُقِيْمُوْا حَجَّةُ عَلَى الْخَصْمِ لكِنْ إِقَامَةُ الْحُجَجِ مِنْهُمْ عَلَى الْخَصْمِ دَلَّ عَلَيْهَا الْقُرْآنُ فِيْ غَيْرِ مَوْضِعٍ وَ إِقَامَةُ الْحُجَجِ لَا تَكُوْنُ إِلَّا مِنَ الْفَطَنِ.

Adapun dalīl Fathānah ya‘ni kecerdikan bagi mereka ‘alaihim-ush-shalātu was-salām adalah karena mereka itu kalau dihilangkan dari mereka sifat fathānah niscaya mereka tidak mampu untuk menegakkan satu ḥujjah (alasan) atas orang yang menentang, akan tetapi penegakan ḥujjah-ḥujjah dari mereka atas orang-orang yang menentang telah ditunjukkan oleh al-Qur’ān bukan pada satu tempat dan penegakan ḥujjah-ḥujjah itu tidak terjadi kecuali dari orang yang cerdik.”

Salah satu tempat dalam al-Qur’ān yang menunjukkan adanya penegakan ḥujjah dari rasūl adalah:

وَ جَادِلْهُمْ بِالَّتِيْ هِيَ أَحْسَنُ.

Dan bantahlah mereka (orang-orang yang menentang itu) dengan (ḥujjah) yang lebih baik.

Dan masih banyak lagi tempat atau ayat-ayat lainnya.

66. DALĪL JĀ’IZNYA SIFAT-SIFAT KEMANUSIAAN.

وَ أَمَّا دَلِيْلُ جَوَازِ وُقُوْعِ الْأَعْرَاضِ الْبَشَرِيَّةِ بِهِمْ فَلِأَنَّهُمْ لَا يَزَالُوْنَ يَنَرَقُّوْنَ فِي الْمَرَاتِبِ الْعَلِيَّةِ وَ وُقُوْعُ الْأَمْرَاضِ بِهِمْ مَثَلًا زَيَادَةٌ فِيْ مَرَاتِبِهِمُ الْعَلِيَّةِ وَ لِأَجْلِ أَنْ يَتَسَلَّى بِهِمْ غَيْرُهُمْ وَ يَعْرِفَ الْعَاقِلُ أَنَّ الدُّنْيَا لَيْسَتْ دَارَ جَزَاءٍ لِأَحْبَابِهِ إِذْ لَوْ كَانَتْ دَارَ جَزَاءٍ لِأَحْبَابِهِ لَمَا أَصَابَهُمْ شَيْءٌ مِنْ تَكَدُّرَاتِهَا صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ و عَلَى رَئِيْسِهِمُ الْأَعْظَمِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى رَئِيْسِهِمُ الْأَعْظَمِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِهِ وَ أَصْحَابِهِ وَ أَهْلِ بَيْتِهِ أَجْمَعِيْنَ.

Adapun dalīl dari kebolehan terjadinya sifat-sifat kemanusiaan dengan mereka itu adalah karena mereka itu senantiasa naik pada derajat yang tinggi. Dan terjadinya beberapa penyakit dengan mereka umpamanya, adalah tambahan pada derajat mereka yang tinggi dan agar terhibur dengan para rasūl itu selain mereka serta orang yang berakal mengetahui bahwa dunia ini bukanlah negeri pembalasan bagi para kekasih Allah karena kalau dunia ini sebagai negeri pembalasan bagi para kekasih Allah niscaya mereka itu tidak tertimpa sesuatu dari kekeruhan-kekeruhan dunia, semoga Allah memberi shalawat dan salām atas mereka dan atas pemimpin mereka yang agung ya‘ni junjungan kita Nabi Muḥammad dan atas para keluarga dan sahabat-sahabatnya serta ahli baitnya sekalian.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *