Pendapat al-Ajhuri Mengenai Nasab Nabi s.a.w. – Terjemah Kifayat-ul-‘Awam

KIFĀYAT-UL-‘AWĀM
Pembahasan Ajaran Tauhid Ahl-us-Sunnah

Karya: Syaikh Muḥammad al-Fudhalī
 
Penerjemah: H. Mujiburrahman
Diterbitkan Oleh: MUTIARA ILMU Surabaya

58. PENDAPAT AL-AJHURĪ MENGENAI NASAB NABI s.a.w.

 

قَالَ الْأَجْهُرِيُّ وَ يَجِبُ عَلَى الشَّخْصِ أَنْ يَعْرِفَ نَسَبَهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ مِنْ جِهَةِ أَبِيْهِ وَ مِنْ جِهَةِ أُمِّهِ وَ سَيَأْتِيْ إِنْ شَاءَ اللهُ تَعَالَى ذِكْرُ ذلِكَ فِي الْخَاتِمَةِ.

Al-Ajhurī berkata: Dan wajib atas seseorang mengetahui nasab Nabi s.a.w. dari jihat (arah) bapaknya dan dari jihat ibunya dan akan datang in syā’ Allāh s.w.t. penyebutan yang demikian itu pada bagian penutup.”

Mengetahui nasab Nabi s.a.w. yang wajib dari jihat (arah) bapaknya adalah Adnan sebagaimana terdapat dalam Syaraḥu ‘Aqīdat-ibn-il-Ḥājib oleh Imām Subkī dan yang seumpamanya juga dapat difahami dari Syaraḥu ‘Aqīdat-ibn-il-Ḥājib oleh Ibnu Zakariyyā bahkan dalam syarah ini dapat juga difahami bahwa mengetahui nasab Nabi yang wajib dari jihat (arah) ibunya adalah sampai Kilāb karena apa-apa yang sesudahnya bersekutu padanya nasab bapaknya dan ibunya.

وَ يَنْبَغِيْ أَنْ يَعْرِفَ كُلُّ شَخْصٍ عِدَّةَ أَوْلَادِهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ وَ تَرْتِيْبَهُمْ فِي الْوِلَادَةِ لِأَنَّهُ يَنْبَغِيْ لِلشَّخْصِ أَنْ يَعْرِفَ سَادَاتِهِ وَ هُمْ سَادَاتُ الْأُمَّةِ لكِنْ لَمْ يُصَرِّحُوْا فِيْمَا رَأَيْتَ بِوُجُوْبِ ذلِكَ أَوْ نَدْبِهِ لكِنْ قِيَاسُ نَظَائِرِهِ الْوُجُوْبُ.

Dan seyogyanya setiap orang itu mengetahui jumlah anak-anak Nabi s.a.w. dan urutan mereka dalam kelahiran karena seyogyanya bagi seseorang untuk mengetahui junjungannya sedangkan mereka itu adalah junjungan ummat. Akan tetapi mereka (para ‘ulamā’) tidak pernah menyatakan apa-apa yang telah aku lihat perihal wajibnya yang demikian itu atau sunnatnya. Akan tetapi qiasan segala yang membandingkan adalah wajib.

وَ أَوْلَادُهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ ثَلَاثَةُ ذُكُوْرٍ أَرْبَعُ إِنَاثٍ عَلَى الصِّحِيْحِ.

Dan anak-anak Nabi s.a.w. ada tujuh orang, tiga laki-laki dan empat perempuan atas qaul (perkataan) yang benar.”

وَ تَرْتِييْبُهُمْ فِي الْوِلَاةِ الْقَاسِمُ وَ هُوَ أَوَّلُ أَوْلَادِهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ ثُمَّ زَيْنَبُ ثُمَّ رَقَيَّةُ ثُمَّ فَاطِمَةُ ثُمَّ أُمُّ كَلْثُوْمٍ ثُمَّ عَبْدُ اللهِ وَ هُوَ الْمُلَقَّبُ بِالطَّيِّبِ وَ بِالطَّاهِرِ فَهُمَا لَقَبَانِ لِعَبْدِ اللهِ لَا اِسْمَ شَخْصَيْنِ مُغَايِرَيْنِ لَهُ وَ كُلُّهُمْ مِنْ سَيِّدَتِنَا خَدِيْجَةَ وَ السَّابِعُ سَيِّدُنَا إِبْرَاهِيْمُ مِنْ مَارِيَةَ الْقِبْطِيَّةِ هذَا وَ لْنَرْجِعَ إِلَى تَمَامِ الْعَقَائِدِ.

Dan urutan mereka dalam kelahiran adalah Qāsim dan dia adalah yang pertama dari anak-anak Nabi s.a.w., kemudian Zainab, kemudian Ruqayyah, kemudian Fāthimah, kemudian Ummu Kaltsūm, kemudian ‘Abdullāh dan dia adalah yang diberi gelar dengan ath-Thayyib dan ath-Thāhir, maka keduanya ini adalah gelar bagi ‘Abdullāh, bukan dua nama dari dua orang yang berbeda dengan ‘Abdullāh. Dan tiap-tiap mereka itu adalah dari Sayyidatunā Khadījah. Dan anak yang ketujuh adalah Sayyidunā Ibrāhīm dari Māriyah al-Qibthiyyah.

Pahamilah ini, dan hendaklah kita kembali pada kesempurnaan ‘aqīdah-‘aqīdah itu.”

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *