Hati Senang

Shahih, Mu’tall dan Mudha’af + Idgham dan Mahmuz – Fi’il-fi’il – Nahw-ul-Qulub

Cover Buku Nahwul Qulub oleh Imam al-Qusyairi
نَحْوُ الْقُلُوْبِ Naḥw-ul-Qulūb (Tata Bahasa Qalbu)   BELAJAR MENGENAL ALLAH DAN RAHASIA KEHIDUPAN MELALUI ILMU TATA BAHASA ‘ARAB.   Karya: Imam al-Qusyairi   Penerjemah: Kiai Supirso Pati Penerbit: WALI PUSTAKA

PASAL 16

SHAḤĪḤ, MU‘TALL DAN MUDHĀ‘AF

 

Fi‘il terbagi menjadi tiga macam, yaitu fi‘il shaḥīḥ, fi‘il mu‘tall dan fi‘il mudhā‘af. Demikian juga ‘amal perbuatan seorang mukallaf terbagi menjadi beberapa macam, yaitu ‘amal perbuatan yang shaḥīḥ, mu‘tall, dan mudhā‘af.

Fi‘il shaḥīḥ adalah fi‘il yang terbebas dari huruf ‘illat (661) Demikian juga ‘amal perbuatan shaḥīḥ adalah ‘amal perbuatan manusia yang bersih dari ‘illat, hanya saja maksud ‘illat dalam hal ini adalah penyakit hati. Yang dimaksud huruf ‘illat adalah wāwu, alif, dan yā’. Sementara yang dimaksud ‘illat sebagai penyakit hati adalah riyā’ (pamer), i‘jāb (membanggakan diri), dan musākanah (merasa ‘amalnya pasti diterima). (672).

Sebagian huruf ‘illat bersifat adh‘āf (lebih lemah) dan sebagian yang lain bersifat aqwā (lebih kuat). Demikian juga penyakit hati, sebagian bersifat althāf (samar) dan sebagian yang lain bersifat abdā (tampak jelas).

Fi‘il yang di antara huruf-hurufnya terdapat huruf ‘illat disebut fi‘il mu‘tall. Jika huruf pertama fi‘il berupa huruf ‘illat, maka dinamakan mu‘tall mitsāl. (683) Demikian juga ‘amal perbuatan manusia, terkadang manusia mengawali ‘amal ibadahnya dengan riyā’ sehingga dia tidak ikhlas dalam melaksanakannya.

Jika huruf fi‘il yang berada di tengah berupa huruf ‘illat, maka dinamakan mu‘tall ajwaf. (694) Demikian juga ‘amal perbuatan manusia, terkadang di tengah-tengah melaksanakan ibadah dia melakukan hal-hal yang tidak terpuji seperti ghībah (membicarakan orang lain) dan ghaflah (lalai).

Jika huruf fi‘il yang terakhir berupa huruf ‘illat, maka dinamakan mu‘tall nāqish. (705) Demikian juga ‘amal perbuatan manusia, terkadang di akhir suatu ibadah dia melakukan hal-hal yang tidak terpuji (penyakit hati). Sementara diterima atau tidaknya suatu ‘amal ibadah tergantung kesempurnaan pelaksanaannya dari awal hingga akhir. Maksud kesempurnaan ini adalah terbebas dari segala unsur penyakit hati.

Jika dua huruf fi‘il berupa dua huruf ‘illat, maka dinamakan mu‘tall lafīf. Dan jika dua huruf ‘illat tersebut berdampingan, maka dinamakan mu‘tall lafīf maqrūn. (716). Namun jika dua huruf ‘illat tersebut terpisah (huruf pertama dan terakhir – Ed), maka disebut mu‘tall lafīf mafrūq. (727). Demikian juga ‘amal perbuatan manusia, terkadang dalam ibadah manusia, baik di awal dan pertengahan pelaksanaannya maupun di pertengahan dan akhir pelaksanaannya, terkandung unsur penyakit hati. Terkadang pula di awal dan akhir ibadahnya, terkandung penyakit hati.

Selain fi‘il shaḥīḥ dan fi‘il mu‘tall, terdapat fi‘il lain yaitu fi‘il mudhā‘af. Fi‘il mudhā‘af adalah fi‘il yang mengandung dua huruf sejenis, sehingga salah satunya digabungkan dengan yang lain (idghām). (738) Begitu juga ‘amal perbuatan manusia. Jika ibadahnya diterima, terkadang pahalanya dilipatgandakan. Jika menusia melakukan perbuatan dosa, terkadang dosanya juga dilipatgandakan. Pelipatgandaan pahala dan dosa tersebut berkaitan dengan hak Allah dan hak makhluq.

 

PASAL 17

IDGHĀM DAN MAHMŪZ

 

Idghām artinya ikhfā’, yaitu menggabungkan (memasukkan) huruf pertama dengan huruf kedua. Sehingga meskipun hanya terdengar satu huruf ketika dibaca, namun jika diurai akan terlihat bahwa di dalamnya terdapat dua huruf sejenis. Dalam Naḥw-ul-Qulūb, sebagaimana yang dikatakan kaum shūfī, idghām mirip dengan kondisi al-Jam‘ dan jam‘-ul-Jam‘. (749).

Huruf yang digabungkan kadang tampak ketika di-tashrīf (dilacak asal-usul dan jejak perubahannya). Demikian juga ahli hakikat yang telah mencapai kondisi al-Jam‘ dan jam‘-ul-Jam‘ pada waktunya akan kembali pada kondisi al-Farq. (7510).

Terdapat macam fi‘il yang lain selain fi‘il shaḥīḥ, fi‘il mu‘tall, dan fi‘il mudhā‘af, yaitu fi‘il mahmūz. Fi‘il mahmūz adalah fi‘il yang mengandung hamzah. (7611) Hamzah itu sendiri termasuk huruf ḥalqiyyah yang mana suara pelafalannya keluar dari dalam tenggorokan. Demikian juga ‘amal ibadah manusia, terkadang ada sebagian ‘amal ibadah yang lebih diutamakan untuk diterima dari ‘amal ibadah yang lain.

 

(Teks Bahasa ‘Arab):

فصل [17]:

الإدغام الإخفاء، فالحرفان في التقدير موجودان و إن كانا على اللسان يوصف الانفراد. و في هذا إشارة إلى ما يقوله القوم في وصف الجمع و جمع الجمع.
والمدغم من الحروف قد يكون له حال بروز في بعض أحوال التصريف. كذلك صاحب الجمع له رجوع و ردّ في بعض الأحايين إلى عين الفرق.
و من أقسام الفعل المهموزُ و الهمزة مدّ في الحلق كذلك قد يصعد بعض الأفعال زيادة على ما يصعد غيره من حيث القبول.

Catatan:

  1. 66). Contohnya: (عَلِمَ). Kata ini mengikuti wazan (فَعِلَ) dan terdiri dari tiga huruf, yaitu huruf ‘ain yang terletak pada fā’ fi‘il, huruf lām yang terletak pada ‘ain fi‘il dan huruf mīm yang terletak pada lām fi‘il. Ketiga huruf tersebut merupakan huruf shaḥīḥ karena bukan termasuk huruf ‘illat (alif, yā’, dan wāwu) – Ed.
  2. 67). Riyā’ disamakan dengan huruf ‘illat wāwu. I‘jāb disamakan dengan huruf ‘illat alif. Musākanah disamakan dengan huruf ‘illat yā’. Lihat Ibrāhīm Basyūnī dan Aḥmad ‘Ilm-ud-Dīn al-Jundī dalam Naḥw-ul-Qulūb al-Kabīr, Taḥqīqu wa Syarḥ-ud-Dirāsah, hlm. 258. – Ed.
  3. 68). Jika huruf ‘illat yang terletak pada fā’ fi‘il adalah wāwu, maka disebut mitsāl wāwī, contoh: (وَجَدَ). Jika huruf ‘illat yang terletak pada fā’ fi‘il adalah yā’, maka disebut mitsāl yā’ī, contoh: (يَسَرَ). – Ed.
  4. 69). Jika huruf ‘illat yang terletak pada ‘ain fi‘il adalah wāwu, maka disebut ajwaf wāwī, contoh: (صَانَ). Jika huruf ‘illat yang terletak pada ‘ain fi‘il adalah yā’, maka disebut ajwaf yā’ī, contoh (سَارَ). – Ed.
  5. 70). Jika huruf ‘illat yang terletak pada lām fi‘il adalah wāwu, maka disebut nāqish wāwī, contoh: (سرُوَ). Jika huruf ‘illat yang terletak pada lām fi‘il adalah yā’, maka disebut nāqish yā’ī, contoh (رَضِيَ). – Ed.
  6. 71). Contohnya (شَوَى). Dua huruf ‘illat-nya berdampingan, terletak pada ‘ain fi‘il dan lām fi‘il. – Ed.
  7. 72). Contohnya (وَفَى). Dua huruf ‘illat-nya terpisah, terletak pada fā’ fi‘il dan lām fi‘il. – Ed.
  8. 73). Contohnya (مَدَّ). Asalnya adalah (مَدَدَ). Dua huruf sejenis yaitu dāl dan dāl yang terletak pada ‘ain fi‘il dan lām fi‘il digabung kemudian diberi tasydīdEd.
  9. 74). Jika kondisi al-Farq adalah menyaksikan dimensi makhluq hanya untuk Allah (lillāh), dan kondisi al-Jam‘ adalah menyaksikan dimensi makhluq bersama Allah (billāh), maka kondisi jam‘-ul-Jam‘ di atas keduanya. Kondisi ini adalah keadaan sirnanya dimensi makhluq secara total dan fanā’-nya rasa terhadap selain Allah. Kesirnaan dan ke-fanā’-an ini terjadi karena tenggelam dalam hakikat. Sehingga yang baqā’ hanya Allah. Lihat al-Qusyairī, ar-Risālat-ul-Qusyairiyyah, al-Haibah wal-Uns, hlm. 101. – Ed.
  10. 75). Pascasirna dan fanā’ (jam‘-ul-Jam‘), seorang shūfī kembali lagi kondisi al-Farq. Sebagian kaum shūfī menyebutnya sebagai al-Farq kedua. Seorang shūfī kembali menjalani waktu-waktu (ibadah) fardhu agar tetal konsisten dengan segenp kewajibannya. Dia kembali hanya untuk Allah dan bersama-Nya (lillāh billāh). Lihat al-Qusyairī, ar-Risālat-ul-Qusyairiyyah, al-Farq-uts-Tsānī, hlm. 101. – Ed.
  11. 76). Ini lanjutan dari pasal sebelumnya. Jika huruf hamzah terletak pada fā’ fi‘il, maka disebut mahmūz fā’, contoh: (أَدَمَ). Jika huruf hamzah terletak pada ‘ain fi‘il, maka disebut mahmūz ‘ain, contoh: (وَأَدَ). Jika huruf hamzah telah pada lām fi‘il, maka disebut mahmūz lām, contoh: (فآءَ) – Ed.
Alamat Kami
Jl. Zawiyah, No. 121, Rumah Botol Majlis Dzikir Hati Senang,
RT 06 RW 04, Kp. Tajur, Desa Pamegarsari, Parung, Jawa Barat. 16330.