Rahasia di Balik Maf’ul Ma’ah – Huruf-huruf Magis

Dari Buku:
Huruf-huruf Magis
(Judul Asli: Maniyyah al-Faqir al-Munjarid wa Sairah al-Murid al-Mutafarrid)
Oleh: Syaikh Abdul Qadir bin Ahmad al-Kuhaniy
Penerjemah: Diya' Uddin & Dahril Kamal
Penerbit: Pustaka Pesantren

Rangkaian Pos: 008 Rahasia-rahasia di Balik Isim-isim yang Dinashabkan - Huruf-huruf Magis

10 Rahasia di Balik Maf‘ūl Ma‘ah

 

بَابُ الْمَفْعُوْلِ مَعَهُ

وَهُوَ الْاِسْمُ الْمَنْصُوْبُ الَّذِيْ يُذْكَرُ لِبَيَانِ مَنْ فُعِلَ مَعَهُ الْفِعْلُ نَحْوُ قَوْلِكَ جَاءَ الأَمِيْرُ وَ الْجَيْشَ وَ اسْتَوَى الْمَاءُ وَ الْخَشَبَةَ

Maf‘ūl ma‘ah adalah isim yang di-nashab-kan dan disebutkan untuk menjelaskan pihak-pihak yang bersamanya dilakukan sebuah tindakan. Seperti ucapan anda: Jā’-al-amīru wal-jaisyu dan istaw-al-mā’u wal-khasyabah.

Maf‘ūl ma‘ah adalah Dzat yang segala sesuatu terlaksana bersama-Nya dan dengan kehadiran-Nya. Yaitu, Allah yang memperhatikan setiap pribadi, tentang apa yang mereka lakukan. Yang meneliti, bersama segala sesuatu, dan yang hadir bersama dengannya. Dia selalu bersama kalian, di mana pun kalian berada. (al-Hadid [57]: 4).

Rasulullah s.a.w. berdoa: “Engkaulah Teman di dalam perjalanan, dan Pengganti dalam menjaga keluarga, harta, maupun anak.

Kebersamaan (ma‘iyyah), menurut ahli farq (hamba-hamba yang memiliki keberpisahan, pembedaan antara sang hamba dan Tuhannya) adalah pengetahuan dan pencakupan pengawasan. Menurut ahli jami‘ (hamba-hamba yang merasakan keserbameliputan Allah, baik di dalam maupun di luar diri, bahkan seluruh gerak semesta) adalah esensi Dzat dan sifat-sifat sekaligus. Karena sifat tidak terlepas dari Esensi yang disifati maka sifat tahu tidak terpisah dari Sang Maha Tahu.

Allah berfirman: Tidaklah ada pembicaraan rahasia tiga orang, kecuali Allah sebagai yang keempat mereka. Dan tidak pula lima orang, kecuali Allah sebagai yang keenam mereka. Tidak yang lebih sedikit dari itu, dan tidak pula yang lebih banyak, kecuali Allah bersama mereka, di mana pun mereka berada. (al-Mujadalah [58]: 7).

Al-‘Arif al-Wartajisyi r.a. berkata: “Pemaknaan kebersamaan Allah dengan mengetahui itu umum, dan dengan jelasnya penyingkapan itu khusus. Itu bagaikan dekatnya sesuatu yang dekat, lalu lebih dekat lagi seakan menggantung. Sehingga Dia berjarak dua bilah busur (qāba qausain, ini adalah tahap yang mendahului keterserapan dalam sumber, yakni Allah), atau lebih dekat lagi (au adnā, ini mengisyaratkan kesatuan dan fana’ dalam Allah, tahap terakhir dalam kenaikan menuju Allah).”

Maka saat itu hilanglah ke-dimana-an, ke-antara-an, tempat, dan segala arah. Bertemulah cahaya-cahaya. Dzat tersingkap dengan penyingkapan sifat-sifat dan kema‘rifatan-kema‘rifatan. Itulah hakikat kebersamaan. Karena Allah s.w.t. terbebas dari keterpisahan dan keterikatan dengan makhluk yang bersifat baru.

Jika kamu melihat orang-orang berpembicaraan rahasia (ahl-un-najwā), yang kebersamaan duduk mereka karena Allah dan dalam ketaatan kepada-Nya, maka kamu akan menyaksikan cahaya-cahaya ma‘iyyah dari wajah-wajah mereka.

Di manakah kapasitas kamu, dari pengetahuan yang menunjukkan bentuk-bentuk perwujudan?

Apakah kamu tidak tahu bahwa pengetahuan Allah adalah azali?

Dan dengan pengetahuan-Nya, tampaklah segala sesuatu yang layak diketahui.

Sifat-sifat Allah mencakup segala tindakan dan tampak karena penyaksian terhadap segala yang layak diketahui.

Ketika esensi-esensi wujud tidak terlepas dari kedekatan sifat-sifat maka bagaimana bisa terlepas dari kedekatan Sang Dzat, jiwa-jiwa mulia yang tersucikan, yang merindu, tenggelam dalam samudera wujud-Nya, yang menjadi tujuan dari-Nya.

Kesimpulan dari ucapan al-Wartajisyi bahwa ma‘iyyah dengan pengetahuan menimbulkan tetapnya ma‘iyyah dengan Dzat. Karena sifat tidak terpisah dari Yang Disifati. Rahasia ini tidak bisa dipahami, kecuali oleh para pemilik maqam fana’ dalam Dzat, dengan berinteraksi, mendapat bimbingan guru-guru pemberi petunjuk. Jika tidak, maka tindakan bagi orang-orang yang belum mencapai sensasi-sensasi mereka adalah berpasrah, menurut.

Bila kamu tidak melihat hilal
Pasrahlah
Pada orang-orang yang melihatnya
Dengan mata kepala.

Adapun khabar dari kāna dan lafazh-lafazh sejenisnya dan isim dari inna dan lafazh-lafazh sejenisnya telah terdahulu pembahasannya, dalam isim-isim yang di-rafa‘-kan. Demikian juga isim-isim yang mengikuti (tawābi‘) telah terdahulu pembahasannya di sana.

Wa billāh-it-taufīq.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *