Rahasia di Balik Istitsna’ – Huruf-huruf Magis

Dari Buku:
Huruf-huruf Magis
(Judul Asli: Maniyyah al-Faqir al-Munjarid wa Sairah al-Murid al-Mutafarrid)
Oleh: Syaikh Abdul Qadir bin Ahmad al-Kuhaniy
Penerjemah: Diya' Uddin & Dahril Kamal
Penerbit: Pustaka Pesantren

Rangkaian Pos: 008 Rahasia-rahasia di Balik Isim-isim yang Dinashabkan - Huruf-huruf Magis

Rahasia di Balik Istitsnā’

 

بَابُ الْاِسْتِثْنَاءِ

وَ حُرُوْفُ الْاِسْتِثْنَاءِ ثَمَانِيَةٌ وَهِيَ إِلَّا وَ غَيْرُ وَ سُوًى وَ سِوًى وَ سَوَاءٌ وَ خَلَا وَ عَدَا وَ حَاشَا

فَالْمُسْتَثْنَى بِإِلَّا يُنْصَبُ إِذَا كَانَ الْكَلَامُ تَامًّا مُوْجَبًا نَحْوُ قَامَ الْقَوْمُ إِلَّا زَيْدًا وَ خَرَجَ النَّاسُ إِلَّا عَمْرًا

وَ إِنْ كَانَ الْكَلَامُ مَنْفِيًّا تَامًّا جَازَ فِيهِ الْبَدَلَ وَ النَّصْبُ عَلَى الْاِسْتِثْنَاءِ نَحْوُ مَا قَامَ الْقَوْمُ إِلَّا زَيْدٌ وَ إِلَّا زَيْدًا

وَ إِنْ كَانَ الْكَلَامُ نَاقِصًا كَانَ عَلَى حَسْبِ الْعَوَامِلِ نَحْوُ مَا قَامَ إِلَّا زَيْدٌ وَ مَا ضَرَبْتُ إِلَّا زَيْدًا وَ مَا مَرَرْتُ إِلَّا بِزَيْدٍ

وَ أَمَّا الْمُسْتَثْنَى بِغَيْرِ وَ سِوًى وَ سُوًى وَ سَوَاءٍ مَجْرُوْرٌ لَا غَيْرُ

وَ الْمُسْتَثْنَى بِخَلَا وَ عَدَا وَ حَاشَا يَجُوْزُ نَصْبُهُ وَ جَرُّهُ نَحْوُ قَامَ الْقَوْمُ خَلَا زَيْدًا وَ زَيْدٍ وَ عَدَا عَمْرًا وَ عَمْرٍو وَ حَاشَا بَكْرًا وَ بَكْرٍ

Ḥurūf-ḥurūf istitsnā’ ada delapan, yaitu: illā, ghairu, siwā, suwā, sawā, khalā, ‘adā, dan ḥāsyā. Mustasnā dengan illā di-nashab-kan ketika kalām-nya tamm (sempuran, bersama mustasna minhunya) dan mujāb (kalimat positif), seperti: qām-al-qaumu illā zaidan, dan kharaja an-nāsu illā ‘amran.

Bila kalam-nya manfi (kalimat negatif) dan tamm, maka mustasna boleh dijadikan badal (mengikuti mustasna minhu) atau nashab sebagai istitsnā’, seperti: mā qām-al-qaumu illā zaidun dan illā zaidan. Bila kalam-nya nāqish (kurang; tidak lengkap, tanpa menyebutkan mustasnā minhu), maka menyesuaikan dengan ‘āmil-‘āmil yang ada, seperti: Mā qāma illā zaidun, mā dharabtu illā zaidan, dan mā marartu illā bi zaidin.

Mustasnā dengan ghairu, siwā, suwā dan sawā’ harus di-jār-kan, tidak yang lain. Dan mustasna dengan khalā, ‘adā dan hāsyā diperbolehkan nashab dan jār-nya. Seperti: qām-al-qaumu khalā zaidan dan zaidin, ‘adā ‘amran dan ‘amrin, dan ḥāsyā bakran dan bakrin.

Pengecualian dari goncangan terbesar adalah hal-hal yang menghasilkan keimanan dan ketaatan, atau maqām iḥsān dan ma‘rifat. Sebab-sebab keselamatan dari goncangan terbesar ini ada delapan, yaitu:

  1. Takwa, lahir dan bāthin;
  2. Mengikuti sunnah Nabi dalam ucapan dan perbuatan;
  3. Bertahan sabar melakukan ketaatan, menjauhi maksiat, dan dalam menahan penderitaan dan cobaan;
  4. Ridhā’ atas pengaturan Allah ta‘ālā dalam manifestasi sifat Jalāl dan Jamāl-Nya;
  5. Tawakkal kepada-Nya ketika miskin atau kaya;
  6. Menolak kepada-Nya ketika miskin atau kaya;
  7. Zuhud atas keberlebihan dari segala sesuatu;
  8. Selalu merasakan pengawasan Allah dalam ketersembunyian maupun keterlihatan.

Maka barang siapa berhasil mencapai kedelapan hal ini, dia termasuk orang-orang yang difirmankan Allah tentang mereka: Mereka tidak disusahkan oleh goncangan terbesar, dan para malaikat menemui mereka (sambil berkata): Ini adalah hari bahagia kalian yang telah dijanjikan kepada kalian. (al-Anbiyā’ [21]: 103).

Allah mengungkapkan orang-orang yang dikecualikan-Nya dengan firman-Nya: Kecuali orang-orang yang telah dikehendaki Allah. Dan bagi orang yang telah mendapatkan ketentuan qudrat, maka tobat dihadapkan kepadanya.

Wa billāh-it-taufīq.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *