Penguasa Sesungguhnya – Bab-ul-Faa’il – Tata Bahasa Sufi

Dari Buku:
Tata Bahasa Sufi – Mengungkap Spiritualitas
Matan Jurumiyah
Oleh: Imam Ibnu ‘Ajibah al-Hasani r.a.

Penerjemah: H. Abdul Aziz Sukarnawadi, MA.
Penerbit: Badan Penerbitan dan Penerjemahan Nahdlatul Wathan (BPPNW)

بَابُ الْفَاعِلِ

Penguasa Sesungguhnya


الْفَاعِلُ هُوَ الْاِسْمُ الْمَرْفُوْعُ الْمَذْكُوْرُ قَبْلَهُ فِعْلُهُ وَ هُوَ عَلَى قِسْمَيْنِ ظَاهِرٍ وَ مُضْمَرٍ
فَالظَّاهِرُ نَحْوُ قَوْلِكَ قَامَ زَيْدٌ وَ يَقُوْمُ زَيْدٌ وَ قَامَ الزَّيْدَانِ وَ يَقُوْمُ الزَّيْدَانِ وَ قَامَ الزَّيْدُوْنَ وَ يَقُوْمُ الزَّيْدُوْنَ وَ قَامَ الرِّجَالُ وَ يَقُوْمُ الرِّجَالُ وَ قَامَتْ هِنْدٌ وَ تَقُوْمُ هِنْدٌ وَ قَامَتِ الْهِنْدَانِ وَ تَقُوْمُ الْهِنْدَانِ قَامَتِ الْهِنْدَاتُ وَ تَقُوْمُ الْهِنْدَاتُ وَ قَامَتِ الْهُنُوْدُ وَ تَقُوْمُ الْهُنُوْدُ وَ قَامَ أَخُوْكَ وَ يَقُوْمُ أَخُوْكَ وَ قَامَ غُلَامِيْ وَ يَقُوْمُ غُلَامِيْ وَ مَا أَشْبَهَ ذلِكَ
وَ الْمُضْمَرُ أَرْبَعَةُ عَشَرَ نَحْوُ قَوْلِكَ ضَرَبَ وَ ضَرَبَا وَ ضَرَبُوْا وَ ضَرَبَتْ وَ ضَرَبَتَا وَ ضَرَبْنَ وَ ضَرَبْتَ وَ ضَرَبْتُمَا وَ ضَرَبْتُمْ وَ ضَرَبْتِ وَ ضَرَبْتُمَا وَ ضَرَبْتُنَّ وَ ضَرَبْتُ وَ ضَرَبْنَا

Pelaku/penguasa sesungguhnya adalah isim yang tertinggi dan teragung yaitu Allah s.w.t. yang telah disebutkan perbuatan-Nya sebelumnya kepada ahli dzikir dan ahli tarekat. Ketika seseorang melihat perbuatan sebelum pelakunya maka ia adalah orang ‘awwām, dan apabila ia melihat pelaku sebelum perbuatan maka ia adalah orang khawwāsh. Syaikh Ibnu ‘Atha’illah as-Sakandari r.a. menyatakan:

مَنْ رَأَى الْكَوْنَ وَ لَمْ يَشْهَدِ الْحَقَّ فِيْهِ أَوْ عِنْدَهُ أَوْ قَبْلَهُ أَوْ بَعْدَهُ فَقَدْ أَعْوَزَهُ وُجُوْدُ الْأَنْوَارِ وَ حَجَبَتْ عَنْهُ شُمُوْسَ الْمَعَارِفِ بِسَحَبِ الْآثَارِ.

“Barang siapa melihat alam raya dan tidak melihat Allah di dalamnya, padanya, sebelumnya, atau sesudahnya, maka ia telah disilaukan oleh cahaya dunia dan tertutup baginya cahaya ma‘rifat oleh tebalnya awan-awan alam.”

Beliau juga menyebutkan:

شِتَّانِ بَيْنَ مَنْ يَسْتَدِلُّ بِهِ وَ يَسْتَدِلُّ عَلَيْهِ الْمُسْتَدِلُّ بِهِ عَرَفَ الْحَقَّ لِأَهْلِهِ وَ أَثْبَتَ الْأَمْرَ مِنْ وُجُوْدِ أَصْلِهِ وَ الْاِسْتِدْلَالُ عَلَيْهِ مِنْ عَدَمِ الْوُصُوْلِ إِلَيْهِ وَ إِلَّا فَمَتَى غَابَ حَتَّى يَسْتَدِلَّ عَلَيْهِ وَ مَتَى بَعُدَ حَتَّى تَكُوْنَ الْآثَارُ هِيَ الَّتِيْ تُوْصِلُ إِلَيْهِ.

“Jauh berbeda antara orang yang berdalih bahwa adanya Allah menunjukkan adanya alam, dengan orang yang berdalih bahwa adanya alam menunjukkan adanya Allah. Orang yang berdalih adanya Allah menunjukkan adanya alam berarti ia mengetahui kebenaran dan meletakkannya pada tempatnya, sehingga ia menetapkan adanya sesuatu dari asal mulanya. Dan orang yang berdalih adanya alam menunjukkan adanya Allah maka ia belum sampai kepada Allah. Kalau tidak, kapankah Allah itu ghaib sehingga memerlukan dalil untuk diketahui? Dan kapankah Allah itu jauh sehingga adanya alam ini dapat menyampaikan kepada-Nya?”

Seorang penyair mengatakan:

لَقَدْ ظَهَرْتَ فَلَا تَخْفَى عَلَى أَحَدٍ
إِلَّا عَلَى أَكْمَهٍ لَا يُبْصِرُ الْقَمَرَا
لَكِنْ بَطَنْتَ بِمَا أَظْهَرْتَ مُحَبَجِبًا
وَ كَيْفَ يُعْرَفُ مَنْ بِالْعِزَّةِ اسْتَتَرَا

“Bila Ia tampakkan diri, maka semua dapat melihat-Nya selain orang buta,
Namun bila Ia sembunyikan diri, maka siapa saja tak dapat menyaksikan-Nya.”

Syaikh Ibnu ‘Atha’illah as-Sakandari r.a. pernah berdoa:

إِلهِيْ كَيْفَ يُسْتَدَلُّ عَلَيْكَ بِمَا هُوَ فِيْ وُجُوْدِهِ مُفْتَقِرٌّ إِلَيْكَ أَيَكُوْنُ لِغَيْرِكَ مِنَ الظُّهُوْرِ مَا لَيْسَ لَكَ حَتَّى يَكُوْنَ هُوَ الْمُظْهِرُ لَكَ، مَتى غِبْتَ حَتّى تَحْتَاجَ إِلَى دَلِيْلٍ يَدُلُّ عَلَيْكَ وَ مَتَى بَعُدْتَ حَتّى تَكُوْنَ الْآثَارُ هِيَ الَّتِيْ تُوْصِلُ إِلَيْكَ.

“Tuhan, bagaimana Engkau diketahui melalui sesuatu yang keberadaannya sendiri masih membutuhkan-Mu? Akanlah selainmu memiliki apa yang tidak Engkau miliki sehingga ia menunjukkan keberadaan-Mu? Kapankah Engkau tiada sehingga Engkau membutuhkan sesuatu yang menunjukkan keberadaan-Mu? Dan kapankah Engkau menjauh sehingga ciptaan-Mulah yang mendekatkan-Mu?”

Dalam doa yang lain beliau mengatakan:

كَيْفَ تَخْفى وَ أَنْتَ الظَّاهِرُ أَمْ كَيْفَ تَغِيْبُ وَ أَنْتَ الرَّقِيْبُ الْحَاضِرُ

“Bagaimana Engkau sembunyi sedang Engkaulah Yang Maha Nyata, dan bagaimana Engkau menghilang sedang Engkaulah Yang Maha Mengawasi lagi Maha Hadir.”

Allah s.w.t. berfirman:

هُوَ الْأَوَّلُ وَ الْآخِرُ وَ الظَّاهِرُ وَ الْبَاطِنُ

Dialah Yang Awal, Yang Akhir, Yang Zhahir, dan Yang Bathin.” (221).

Allah s.w.t. telah menjelma pada semua ciptaan-Nya lalu bersemayam di dalamnya, sehingga tidak ada yang layak tampak selain-Nya, dan penampakan itupun terjadi dengan keindahan-Nya yang luar biasa. Namun hal ini tidak dapat dimengerti dengan baik dan benar kecuali oleh orang-orang yang telah mencicipinya dengan hati dan ruh. Mereka adalah orang-orang yang dapat melihat dua hal berlawanan dalam satu kenyataan, dan memberikan segala sesuatu haknya. Adapun orang-orang selain mereka, seharusnya mereka tunduk di bawah simbol-simbol yang telah para wali rumuskan, sebab seorang ahli hikmah mengatakan:

وَ إِذَا لَمْ تَرَ الْهِلَالَ فَسَلِّمْ لِأُنَاسٍ رَأَوْهُ بِالْأَبْصَارِ

“Bila rembulan tak dapat kau capai,
Maka pasrahlah pada yang telah sampai.”

Catatan:

  1. 22). Al-Hadid: 3.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *