الْخَبَرُ
PASAL 21
Mubtada’ pasti memiliki khabar. Khabar (841) adalah suatu informasi yang menyempurnakan ma‘na sebuah perkataan. Ketika mubtada’ diucapkan, maka ia harus disertai informasi atau berita yang menyempurnakan ma‘na ucapan. Jika tidak, maka ucapan tersebut tidak memiliki ma‘na (ucapan yang sia-sia).
Demikian juga ketika seseorang telah memulai perjalanan menuju ‘irfān, dia harus menyempurnakannya dengan sikap konsisten hingga akhir, agar perjalanannya itu memiliki ma‘na (fā’idah). Jika dia memulainya dengan ketaatan, maka dia harus menyempurnakannya dengan tetap konsisten dalam ketaatan. Nabi Muḥammad s.a.w. bersabda:
الْأُمُوْرُ بِخَوَاتِمِهَا.
“Semua urusan itu (amalan) tergantung pada akhirnya (hasilnya).”
(HR. al-Bukhārī, at-Tirmidzī dan Aḥmad). (852).
Begitu juga dengan orang-orang yang telah mengalami kondisi al-Jam‘, apabila Allah memberi mereka rahmat sebagai permulaan, maka Allah akan menyempurnakannya. Dan ketika mereka kembali kepada kondisi al-Farq, Allah akan menyempurnakan rahmat-Nya dengan memberi mereka kenikmatan dan keutamaan. Namun, apabila Allah terlebih dahulu memberi mereka kewalian (kasih dan kesetiaan) sebagai permulaan, maka pada akhirnya Dia akan menyempurnakan pemberian-Nya itu dengan menjaga mereka dan memberi mereka kenikmatan.
Oleh karena itu dalam sebuah syair disebutkan:
إِنَّ الكَرِيْمَ حَيَاكَ بِوُدِّهِ | سَتَرَ الْقَبِيْحَ وَ أَظْهَرَ الْإِحْسَانَا. |
“Sesungguhnya Allah, Tuhan Yang Mulia, jika Dia telah mencintaimu dengan cinta-Nya. Niscaya Dia akan menutup semua kejelekan dan menampakan kebaikan.”
وَ كَذَا الْمَلُوْلُ إِذَا أَرَادَ قَطِيْعَةً | سَتَرَ الْمَلِيْحَ وَ قَالَ كَانَ وَ كَانَا. |
“Sebagaimana seorang pemalas, jika dia ingin memutus pemberiannya. Niscaya dia menutupi semua perbuatan baik sambil menggerutu, “seperti ini dan seperti itu.”
PASAL 22
Khabar mubtada’ memiliki beberapa bentuk. Keseluruhannya merupakan bagian penyempurna ma‘na sebuah perkataan.
Demikian juga ketika kamu melalui jalan menuju al-Ḥaqq, atau memulai suatu perkara, maka janganlah berpaling darinya selagi belum sempurna. Sama halnya juga ketika kamu mengarungi perjalanan ibadah; jalan irādah; jalan ‘ilmu, atau jalan zuhud, kamu harus istiqāmah. Karena semua perkara baik akan dinilai baik jika dilakukan dengan istiqāmah. Oleh karena itu, ketika kamu telah memulai sesuatu, maka ketahuilah bahwa apa yang kamu telah mulai tidak akan berarti jika kamu tidak menyempurnakannya.
Dalam sebuah syair dikatakan:
تَجَرَّدْ مِنَ الدُّنْيَا فَإِنَّكَ إِنَّمَا | سَقَطْتَ إِلَى الدُّنْيَا وَ أَنْتَ مُجَرَّدٌ. |
“Bebaskan dirimu dari kekangan dunia, karena sesungguhnya kamu terlempar ke dunia dalam keadaan telanjang.”
PASAL 23
Khabar terkadang seperti mubtada’ sebagaimana perkataanmu: (زَيْدٌ مُنْطَلِقٌ) “Zaid bepergian”. Khabar terkadang juga berupa jumlah yang di dalamnya terdapat susunan fi‘il dan fā‘il dan susunan syarth dan jaza’, atau berupa zharaf (syibh jumlah). Khabar dalam bentuknya yang bermacam-macam ini, tetap menjadi bagian penyempurna ma‘na sebuah perkataan. (863).
Demikian juga jika kamu telah memulai suatu hal yang bersifat ‘ubūdiyyah, maka kesempurnaannya terletak pada fokusmu untuk menjaga apa yang telah kamu mulai. Semangatmu beribadah saat ini, tidak boleh berkurang dari semangat awal yang menggebu-gebu ketika kamu memulainya. Semangatmu hari ini tidak boleh berkurang dari semangatmu yang kemarin, hingga seterusnya.
Terkadang kesempurnaan ma‘na ibadah tidak bisa diraih kecuali diiringi dengan perbaikan perilaku dan sifat serta peningkatan kondisi spiritual; lebih baik dari kondisi spiritual sebelumnya. Jika kamu tidak mengalami peningkatan; tidak menjadi lebih baik dari kemarin, maka kesempurnaan ma‘na ibadah tidak akan tercapai.
(Teks Bahasa ‘Arab):
فصل [21]:
لا بد للمبتدأ من الخبر و الخبر (14) ما تتم به فائدة للخطاب، فإذا حصل الابتداء فلا بد مما تتم به فائدة الخطاب و إلا كان لغوًا.
كذلك الابتداء في العرفان، فلا بد مما تتم به الفائدة و هو استدامته إلى حال الانتهاء، فإذا حصل الابتداء بالطاعات فلا بد من تمامها: قال (ص): “الأمور بخواتيمها” (25)
وَ كذلك على لسان الجمع: إذا حصل منه (سبحانه) ابتداء القسمة بالرحمة فلا بُدَّ في الانتهاء و المآل من المنة و النعمة، و إذا سبق منه الابتداء بالولاء فلا محالة ينعم بحفظه في الانتهاء ، لذلك قيل:
إِنَّ الكَرِيْمَ حَيَاكَ بِوُدِّهِ | سَتَرَ الْقَبِيْحَ وَ أَظْهَرَ الْإِحْسَانَا. |
وَ كَذَا الْمَلُوْلُ إِذَا أَرَادَ قَطِيْعَةً | سَتَرَ الْمَلِيْحَ وَ قَالَ كَانَ وَ كَانَا. |
وَ الْخَبَرُ الْجُزْءُ الْمُتِمُّ الْفَائِدَةْ | كَاللهُ بَرٌّ وَ الْأَيَاديْ شَاهِدَةْ. |
“Khabar adalah bagian penyempurnaan ma‘na (fā’idah), sebagaimana dua kalimat berikut (اللهُ بَرٌّ وَ الْأَيَاديْ شَاهِدَةٌ) “Allah Maha Baik dan tangan-tangan bersaksi”.”
Khabar mufrad memiliki tiga macam. Pertama, khabar yang ma‘nanya merupakan metafora, contohnya: (زَيْدٌ أَسَدٌ) “Zaid adalah singa”; maksudnya Zaid pemberani, dan (وَجْهُهَا قُمَيْرٌ) “wajahnya adalah rembulan mungil”; maksudnya wajahnya cantik. Kedua, khabar yang ma‘nanya bukan metafora, contohnya: (هذَا أَسَدٌ) “ini adalah singa”; sedang menunjuk binatang singa, dan (هذَا مَحْمُوْدٌ) “ini adalah Maḥmūd”; sedang menunjuk orang yang bernama Maḥmūd. Ketiga, khabar yang berbentuk isim musytaq, contohnya: (زَيْدٌ مُنْطَلِقٌ) “Zaid bepergian”. Kata (مُنْطَلِقٌ) adalah khabar musytaq yang menyimpan fā‘il yang kembali kepada mubtada’ yaitu, (زَيْدٌ) karena bisa ber-‘amal seperti fi‘il-nya yaitu (اِنْطَلَقَ). Kata (مُنْطَلِقٌ) juga menyimpan dhamīr mustatir berupa (هُوَ) yang kembali kepada mubtada’ yaitu (زَيْدٌ). Oleh karena itu, secara ma‘nawi bisa dikatakan : (زَيْدٌ اِنْطَلَقَ هُوَ).
Khabar jumlah memiliki tiga macam. Pertama, khabar jumlah ismiyyah, yaitu susunan isim dan isim, contoh: (الطَّرِيْقُ مَقَامَاتُهُ مُتَدَرِّجَةٌ) “jalan tashawwuf, stasiun-stasiunnya bertingkat”. Kedua, khabar jumlah fi‘liyyah, yaitu susunan isim, fi‘il dan fā‘il, contohnya: (الطَّرِيْقُ يَسْلُكُهُ الْمُرِيْدُ) “jalan tashawwuf adalah yang dilalui oleh seorang murid”. Ketiga, khabar yang di dalamnya terdapat susunan syarth dan jazā’, contohnya: (الْمُرِيْدُ إِنْ يَسْتَرْخِصُ فَقَدْ فَسَخَ عَقْدَهُ مَعَ اللهِ.) “seorang murid, jika menyepelekan syariat, maka perjanjian hakikat antara dirinya dengan Allah telah batal”.
Khabar syibh jumlah memiliki dua macam. Pertama, khabar yang terbuat dari susunan zharaf zamān dan zharaf makān, contoh contoh zharaf zamān: (التَّوْبَةُ قَبْلَ الْوَرَعِ) “tobat itu sebelum wirā‘ī”, dan contoh zharaf makān: (الْمُرِيْدُ عِنْدَ شَيْخِهِ) “seorang murid di sisi guru spiritualnya”. Kedua, khabar yang terbuat dari susunan jarr-majrūr, contohnya: (الْخَشْيَةُ فِي الْقَلْبِ) “rasa khawatir terletak di hati”. Namun perlu dipahami bahwa yang menjadi khabar sesungguhnya bukan susunan zharaf zamān-zharaf makān, melainkan muta‘allaq-nya yang tersembunyi yang jika diperkirakan akan berupa kata (اسْتَقَرَّ) “tetap” atau (كَائِنٌ) “ada/berada”. Contoh: (الْمُرِيْدُ اِسْتَقَرَّ/كَائِنٌ عِنْدَ شَيْخِهِ.). Lihat Ibrāhīm Basyūnī dan Aḥmad ‘Ilm-ud-Dīn al-Jundī dalam Naḥw-ul-Qulūb al-Kabīr; Taḥqīqu wa Syarḥu wa Dirāsah, hlm. 290-292 – Ed.