Bab Isim Nakirah & Ma’rifat – Tarjamah Matan Alfiyyah (1/2)

Dari Buku:
 
Tarjamah Matan Alfiyyah
Oleh: Syaikh Muhammad bin A.Malik al-Andalusy

 
Penerjemah: Haji Moch. Anwar
Penerbitan: PT. ALMA‘ARIF PENERBIT PUSTAKA OFFSET

Rangkaian Pos: Bab Isim Nakirah & Ma'rifat - Tarjamah Matan Alfiyyah

بَابُ النَّكِرَةِ وَ الْمَعْرِفَةِ

BAB ISIM NAKIRAH DAN MA‘RIFAT

 

Perlu diketahui, bahwa isim-isim itu dalam menunjukkan artinya terbagi dua macam, yaitu isim nakirah dan ma‘rifat.

Isim nakirah, ialah:

كُلُّ اسْمٍ شَائِعٍ فِيْ جِنْسِهِ لَا يُخْتَصُّ بِهِ وَاحِدٌ دُوْنَ آخَرَ

Artinya:

“Setiap isim yang menunjukkan arti yang umum pada jinis-nya, yakni tidak dikhususkan kepada sesautu barang tertentu dan tidak khusus pula kepada yang lainnya.”

Contohnya: (رَجُلٌ) artinya: laki-laki yang tidak khusus, melainkan bagi semua orang yang berdzakar.

Dan ta‘rīf lainnya:

كُلُّ مَا صَلَحَ دُخُوْلُ الْأَلِفِ وَ اللَّامِ عَلَيْهِ

Artinya:

“Setiap isim yang suka kemasukan alif-lām”, seperti: (الرَّجُلُ = رَجَلٌ)

Adapun isim ma‘rifat, ialah:

مَا دَلَّ عَلَى مُعَيَّنٍ

Isim yang menunjukkan sesuatu tertentu”. Seperti (الرَّجُلُ), maksudnya, bagi laki-laki tertentu yang khusus menurut pikiran pembicara atau pendengar yang tertentu pula.

 

Bait # 52

نَكِرَةٌ قَابِلُ أَلْ مُؤثِّرَا أَوْ وَاقِعٌ مَوْقِعَ مَا قَدْ ذُكِرَا

Artinya:

“Adapun isim nakirah, ialah setiap isim yang suka menerima/kemasukan alif-lām serta alif-lām-nya itu memberi bekas, (yaitu dari menunjukkan umum menjadi khusus). Atau isim yang menempati pada tempat seperti yang telah diterangkan.” (yaitu isim itu sendiri tidak pernah kemasukan alif-lām, akan tetapi isim itu menempati/sama maksudnya dengan isim yang suka menerima alif-lām, seperti lafazh: dzū yang berarti: shāḥib = yang empunya, yaitu dzū isim sittah.

Kecuali dari keterangan tersebut di atas, ialah:

  1. Isim yang suka kemasukan alif-lām akan tetapi alif-lām-nya itu tidak memberi bekas, yakni tidak menunjukkan ke-ma‘rifat-an seperti alif-lām zā’idah pada lafazh (الَّتِيْ، الَّذِيْ) dsb, sebab isim itu sudah ma‘rifat.
  2. Isim yang suka kemasukan alif-lām, akan tetapi tidak menunjukkan ke-ma‘rifat-an pula, melainkan hanya mengingat kepada asalnya saja bahwa isim itu suka menerima alif-lām, seperti isim-isim shifat yang dijadikan nama, seperti (الْحَارِثُ، الشَّافِعِيُّ) dsb. Alif-lām-nya tidak memberi bekas, sebab kalimat itu sudah menunjukkan seseorang tertentu/sudah ma‘rifat. Dimasukkannya alif-lām, karena memandang lafazh itu sebelum dipakai nama suka ber- alif-lām.

Isim ma‘rifat:

Bait # 53

وَ غَيْرُهُ مَعْرِفَةٌ كَهُمْ وَ ذِيْ وَ هِنْدَ وَ ابْنِيْ وَ الْغُلَامِ وَ الَّذِيْ

Artinya:

“Adapun selain isim yang telah diterangkan (yaitu nakirah), ialah isim-isim ma‘rifat (yaitu ada enam rupa), yaitu seperti: hum (isim dhamīr), dzī (isim isyārah), Hindun (isim ‘alam/nama orang), ibnī (isim yang di-idhāfat-kan kepada isim ma‘rifat), al-ghulām (isim yang dimasuki alif-lām) dan alladzī (isim maushūl).”

Dan ada yang belum diterangkan oleh Syaikh Ibnu Mālik, yaitu munādā, seperti: (يَا أَحْمَدُ، يَا رَجُلُ).

Kesimpulannya sebagai berikut:

  1. Isim ma‘rifat ada tujuh macam, yaitu dengan urutan dari yang ter-ma‘rifat: 1. Isim dhamīr, 2. Isim ‘alam, 3. Isim isyārah, 4. Isim maushūl, 5. Dzū, 6. Munādā, 7. Isim yang memakai alif-lām.

Penjelasan ketujuh macam isim ma‘rifat itu, ialah:

ISIM MA‘RIFAT DENGAN ISIM DHAMĪR.

Isim ma‘rifat yang pertama, ialah isim dhamīr. Isim ma‘rifat dengan isim dhamīr, terbagi pula atas dhamīr bāriz dan mustatir.

1.1. Isim dhamīr bāriz terbagi lagi atas 1. Ghā’ib, 2. Ḥādhir, 3. Mutakallim, yaitu:

 

Bait # 54

فَمَا لِذِيْ غَيْبَةٍ أَوْ حُضُوْرِ كَأَنْتَ وَ هْوَ سَمِّ بِالضَّمِيْرِ

Artinya:

“Menyebutkan kamu dengan dhamīr kepada isim yang menunjukkan ghā’ib atau yang ḥādhir seperti: anta dan huwa”. (Mutakallim termasuk ḥādhir).

1.2. Dalam kedudukannya isim dhamīr bāriz itu terbagi atas dua macam, ialah:

 

Bait # 55

وَ ذُو اتِّصَالٍ مِنْهُ مَا لَا يُبْتَدَا وَ لَا يَلِي إِلَّا اخْتِيَارًا أَبَدَا

Artinya:

“Adapun yang muttashil dari dhamīr itu ialah dhamīr yang tidak boleh disimpan pada permulaan kalimah/kalām (dan tidak boleh mengikuti kepada lafazh “illā” (istisnā’) pada waktu ikhtiyār (senggang) untuk selama-lamanya.” (Kecuali dalam darurat wazan).

Macam-macam dhamīr muttashil:

Bait # 56

كَالْيَاءِ وَ الْكَافِ مِنِ ابْنِيْ أَكْرَمَكْ وَ الْيَاءِ وَ الْهَا مِنْ سَلِيْهِ مَا مَلَكْ

Artinya:

“Seperti yā’ dan kāf dari lafazh (ابْنِيْ أَكْرَمَكْ) (asalnya kalau di-dhamīr-munfashil-kan, ialah: (أَكْرَمَ إِيَّاكَ ابْنٌ أَنَا).(

Dan yā’, hā’ dari lafazh (سَلِيْهِ) (asalnya (سَلْ أَنْتِ إِيَّاهُ).)

Maksudnya:

Dalam bait ini diterangkan 4 macam dhamīr muttashil, yaitu: yā’ mutakallim waḥdah, kāf khithāb mufrad mudzakkar, yā’ mu’annats mukhāthabah, dan hā’ dhamīr muttashil manshūb. Keadaan i‘rāb sebagian isim dhamīr muttashil, ialah:

 

Bait # 57

وَ كُلُّ مُضْمَرٍ لَهُ الْبِنَا يَجِبْ وَ لَفْظُ مَا جُرَّ كَلَفْظِ مَا نُصِبْ

Artinya:

“Adapun semua isim dhamīr, baginya wajib mabnī (sebab menyerupai ḥarf dalam kejamidannya atau dalam bentuk hurufnya dan sebagainya).

Dan lafazh-lafazh yang di-jarr-kan, seperti yang di-nashab-kan saja, seperti:

1.1. Yā’ mutakallim waḥdah yang di-jarr-kan, seperti:

هذَا كِتَابِيْ وَ ابْنِيْ

1.2. Yā’ mutakallim waḥdah yang di-nashab-kan, seperti:

هُوَ أَكْرَمَنِيْ

2.1. Kāf khithāb yang di-jarr-kan, seperti:

كَتَبْتُ بِقَلَمِكَ، مَرَرْتُ بِكَ

2.2. Kāf khithāb yang di-nashab-kan, seperti:

عَرَفْتُكَ، أَكْرَمْتُكَ

3.1. Hā’ mu’annats yang di-jarr-kan, seperti:

رَأَيْتُ كِتَابَهَا، مَرَرْتُ بِهَا

3.2. Hā’ mu’annats yang di-nashab-kan, seperti:

سَأَلْتُهَا، نَصَرْتُهَا

 

Bait # 58

لِلرَّفْعِ وَ النَّصْبِ وَ جَرٍّ نَا صَلَحْ كَأَعْرِفْ بِنَا فَإِنَّنَا نِلْنَا الْمِنَحْ

Artinya:

“Bagi i‘rāb-nya rafa‘, nashab dan jarr-nya lafazh “” itu pantas (selalu tidak berobah), seperti: (أَعْرِفْ بِنَا فَإِنَّنَا نِلْنَا الْمِنَحْ) = “Harus tahu kamu kepada kami, sesungguhnya kami telah mendapat anugerah”.

Lafazh (نَا) dalam (بِنَا) di-jarr-kan oleh bā’, (نَا) dalam (فَإِنَّنَا) di-nashab-kan oleh innā dan “” lafazh (نِلْنَا) di-rafa‘-kan oleh lafazh (نِلْ = نَالَ) (fi‘il mādhī).

Selanjutnya perlu diketahui, bahwa selain lafazh “” ada lagi yang seperti “”, ialah:

  1. Yā’ dhamīr marfū‘, seperti: (اِعْلَمِيْ); manshūb: (أَكْرَمَنِيْ); majrūr: (مَرَّ بِيْ).
  2. Hum dhamīr marfū‘, seperti: (هُمْ عَالِمُوْنَ); manshūb: (أَكْرَمْنَاهُمْ); majrūr: (الْمَالُ لَهُمْ).

 

Adapun perbedaannya, ialah:

1.1. Yā’ dhamīr marfū‘, untuk mukhāthab mu’annats mufradah, seperti: (أَكْرِمِيْ، اِعْلَمِيْ).

1.2. Yā’ dhamīr manshūb, dan majrūr, untuk mutakallim waḥdah, seperti: (الْمَالُ لِيْ، أَكْرَمَنِيْ)

2.1. Hum dhamīr marfū‘ ketika menjadi dhamīr munfashil, seperti: (هُمْ عَالِمُوْنَ).

2.2. Hum dhamīr manshūb dan majrūr ketika menjadi dhamīr muttashil, seperti di atas.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *