Asma’ Husna – Bab – Marfuu’aatil Asmaa’ – Tata Bahasa Sufi

Dari Buku:
Tata Bahasa Sufi – Mengungkap Spiritualitas
Matan Jurumiyah
Oleh: Imam Ibnu ‘Ajibah al-Hasani r.a.

Penerjemah: H. Abdul Aziz Sukarnawadi, MA.
Penerbit: Badan Penerbitan dan Penerjemahan Nahdlatul Wathan (BPPNW)

بَابُ مَرْفُوْعَاتِ الْأَسْمَاءِ

Asmā’ Ḥusnā

بَابُ مَرْفُوْعَاتِ الْأَسْمَاءِ

الْمَرْفُوْعَاتُ سَبْعَةٌ وَ هِيَ الْفَاعِلُ وَ الْمَفْعُوْلُ الَّذِيْ لَمْ يُسَمَّ فَاعِلُهُ وَ الْمُبْتَدَأُ وَ خَبَرُهُ وَ اسْمُ كَانَ وَ أَخَوَاتِهَا وَ خَبَرُ إِنَّ وَ أَخَوَاتِهَا وَ التَّابِعُ لِلْمَرْفُوْعِ وَهُوَ أَرْبَعَةُ أَشْيَاءَ النَّعْتُ وَ التَّوْكِيْدُ وَ الْعَطْفُ وَ الْبَدَلُ

Isim-isim (nama-nama) yang tinggi adalah isim-isim Allah yang disebut Asmā’ Ḥusnā, sebagaimana firman-Nya:

وَ للهِ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى فَادْعُوْهُ بِهَا

Dan milik Allah-lah Asma’ Husna maka bermohonlah kepada-Nya dengan asma’ itu.” (201).

 

Isim-isim Allah itu ada banyak; sembilan puluh sembilan di antaranya termaktub dalam hadits, dan tujuh di antaranya merupakan isim-isim tertinggi yang mewakili semua isim-Nya, ialah Qadīr (Maha Kuasa), Murīd (Maha Berkehendak), ‘Alīm (Maha Mengetahui), Ḥayy (Maha Hidup), Samī‘ (Maha Mendengar), Bashīr (Maha Melihat), dan Mutakallim (Maha Berfirman).

 

Segala sesuatu di alam raya ini merupakan penampakan dari kekuataan isim-isim Allah yang mengisyaratkan kepada sifat-sifatNya, dan eksistensi sifat-sifat itu mengindikasikan adanya zat yang Maha Agung, sebab sifat dan yang disifati tidak akan pernah berpisah, maka adanya alam raya ini menunjukkan adanya Yang Maha Kuasa, dan kekuasaan itu menunjukkan adanya zat. Syaikh Ibnu ‘Atha’illah as-Sakandari r.a. menyatakan:

.دَلَّ بِوُجُوْدِ آثَارِهِ عَلَى وُجُوْدِ أَسْمَائِهِ وَ بِوُجُوْدِ أَسْمَائِهِ عَلَى ثُبُوْتِ أَوْصَافِهِ وَ بِثُبُوْتِ أَوْصَافِهِ عَلَى وُجُوْدِ ذَاتِهِ

“Adanya ciptaan-ciptaan Allah menunjukkan adanya Asmā’ Ḥusnā-Nya. Adanya Asmā’ Ḥusnā menunjukkan adanya sifat-sifat mulia-Nya. Dan adanya sifat-sifatNya menunjukkan adanya zat agung-Nya.”

 

Syaikh Ibnu ‘Atha’illah menambahkan bahwa seorang murid yang sālik ia mengenal lebih dahulu isim-isim Allah, kemudian sifat-sifatNya . Berbeda dengan murid yang majdzūb ia terlebih dahulu mengenal sifat-sifatNya sebelum isim-isimNya, sebab sālik melihat segala sesuatu karena Allah, sedangkan majdzūb melihat segala sesuatu dengan Allah.

 

Dengan demikian maka pelaku (fā‘il) sesungguhnya adalah Allah, dan yang mewakili-Nya disebut khalīfah atau al-insān al-kāmil. Allah s.w.t. berfirman:

إِنِّيْ جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيْفَةً

Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” (212).

 

Adapun yang Maha Awal dalam segala sesuatu adalah Allah s.w.t. sehingga disebut mubtada’, dan ciptaan-ciptaanNya adalah khabar yang mengisyaratkan isim, sifat, dan zat-Nya.

 

Isim Allah juga disebut sebagai isim kāna sebab Dialah Yang menciptakan kawn (jagat raya) ini, dan Dia pulalah khabar inna sebab dengan izin-Nya-lah segala sesuatu menjadi pasti, sebab kata inna menandakan kepastian.

 

Adapun yang menjadi spesialis isim-isim di atas (tābi‘ lil-marfū‘) adalah para wali papan atas yang senantiasa mengikuti (tābi‘) jejak Rasulullah s.a.w. di mana beliau merupakan sumber segala ketinggian (raf‘), kemuliaan, serta kejayaan di dunia dan di akhirat.

Catatan:

  1. 20). Al-A‘rāf: 180.
  2. 21). Al-Baqarah: 30.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *