Anugerah Peniadaan Diri – Bab La – Tata Bahasa Sufi

Dari Buku:
Tata Bahasa Sufi – Mengungkap Spiritualitas
Matan Jurumiyah
Oleh: Imam Ibnu ‘Ajibah al-Hasani r.a.

Penerjemah: H. Abdul Aziz Sukarnawadi, MA.
Penerbit: Badan Penerbitan dan Penerjemahan Nahdlatul Wathan (BPPNW)

بَابُ لَا

Anugerah Peniadaan Diri

 

بَابُ لَا
اِعْلَمْ أَنَّ لَا تُنْصَبُ النَّكِرَاتِ بِغَيْرِ تَنْوِيْنِ إِذَا بَشَرَتِ النَّكِرَةَ وَ لَمْ تَتَكَرَّرْ لَا نَحْوُ لَا رَجُلَ فِي الدَّارِ فَإِنْ لَمْ تُبَاشِرْهَا وَجَبَ الرَّفْعُ وَ وَجَبَ تَكْرَارُ لَا نَحْوُ لَا فِي الدَّارِ رَجُلٌ وَ لَا امْرَأَةٌ فَإِنْ تَكَرَرَّتْ جَازَ إِعْمَالُهَا وَ إِلْغَاؤُهَا فَإِنْ شِئْتَ قُلْتَ لَا رَجُلَ فِي الدَّارِ وَ لَا امْرَأَةَ وَ إِنْ شِئْتَ قُلْتَ لَا رَجُلٌ فِي الدَّارِ وَ لَا امْرَأَةٌ

Ketahuilah bahwa meniadakan diri sendiri dengan menghilangkan keakuan dan membuang keangkuhan adalah syarat utama memasuki ruang hakikat yang suci, maka kosongkanlah hatimu dari segala kotoran agar dipenuhi rahasia-rahasia ma‘rifat.

Hati tidak akan bersinar apabila ia masih penuh dengan keduniawian. Hati tidak akan mudah berjalan menuju Allah apabila ia masih dipenuhi noda dan kekejian. Seorang hamba tidak akan memasuki istana hakikat yang suci apabila ia sendiri belum bersuci dari junub-junub kelalaiannya.

Oleh karena itulah kalimat tauhid (Lā ilāha illallāh) menjadi pembersih pertama hati hamba, karena ia mematikan syirik, baik syirik jalī maupun syirik khafī. Syirik jalī adalah menyembah selain Allah s.w.t., sedang syirik khafī adalah takut kepada selain Allah, bergantung kepada selain-Nya, dan berlebihan mencintai selain-Nya.

Dengan demikian, maka dzikir Lā ilāha illallāh selalu dilakukan dengan cara bergoyang: ketika menyebut Lā ilāha badan dan kepala bergoyang ke atas kemudian ke kanan, dan ketika menyebut illallāh badan dan kepala ditundukkan ke arah kiri, agar semakin mengena hati yang berposisi di bawah dada bagian kiri. Dzikir Lā ilāha illallāh dilakukan berulang-ulang hingga diri dan alam semesta serasa telah tiada, dan yang ada hanyalah Allah, maka dzikir pun hanya berbunyi “Allah….., Allah….., Allah…..”, kemudian “Hu….., Hu….., Hu…..” sampai pada akhirnya hati tenggelam dalam lautan keesaan, dan lisan tak lagi mengucap apapun sebab hati beningnya telah menyaksikan-Nya.

Mungkinkah itu terjadi? Allah s.w.t. menjawab:

وَ مَا ذلِكَ عَلَى اللهِ بِعَزِيْزٍ

Dan yang demikian itu sekali-kali tidak sulit bagi Allah.” (431).

Catatan:

  1. 43). Fāthir: 43.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *