Alam Hikmah (Upaya Menggapai Nikmat) – Bab-ul-Maf‘ul min Ajlih – Tata Bahasa Sufi

Dari Buku:
Tata Bahasa Sufi – Mengungkap Spiritualitas
Matan Jurumiyah
Oleh: Imam Ibnu ‘Ajibah al-Hasani r.a.

Penerjemah: H. Abdul Aziz Sukarnawadi, MA.
Penerbit: Badan Penerbitan dan Penerjemahan Nahdlatul Wathan (BPPNW)

بَابُ الْمَفْعُوْلِ مِنْ أَجْلِهِ

Alam Hikmah (Upaya Menggapai Nikmat)

 

بَابُ الْمَفْعُوْلِ مِنْ أَجْلِهِ
وَهُوَ الْاِسْمُ الْمَنْصُوْبُ الَّذِيْ يُذْكَرُ بَيَانًا لِسَبَبِ وُقُوْعِ الْفِعْلِ نَحْوُ قَوْلِكَ قَامَ زَيْدٌ إِجْلَالًا لِعَمْرٍو وَ قَصَدْتُكَ ابْتِغَاءَ مَعْرُوْفِكَ

Dalam kamus sufi, yang dimaksudkan dengan maf‘ūl min ajlih adalah alam hikmah, yaitu ruang segala sebab yang tersirat di sebalik segala ciptaan.

Segala sesuatu di alam raya ini tercipta dan terjadi berdasarkan qudrah (kekuasaan) Tuhan dengan berpakaian hikmah-Nya. Maksudnya, segala sesuatu di alam ini terjadi melalui sebab-sebab dan upaya-upayanya. Sebab-sebab dan upaya-upaya itulah yang disebut hikmah. Kecuali mu‘jizat nabi dan keramat wali, keduanya terjadi dengan qudrah saja tanpa harus berpakaian hikmah. Artinya, mu‘jizat dan keramat tidak terjadi atas dasar upaya nabi dan wali, melainkan semata-mata pembenaran Tuhan atas kenabian nabi-Nya serta kewalian wali-Nya.

Di dunia ini, hikmah Tuhan lebih banyak daripada qudrah-Nya, sebab dunia adalah ruang taklīf, maka setiap hamba diwajibkan berusaha (hikmah) untuk meraih cita-citanya. Adapun di akhirat nanti, qudrah lebih nampak daripada hikmah, sebab akhirat adalah ruang ta‘rīf, dan saat berusaha sudah berakhir.

Segala jenis rizki merupakan tanda kekuasaan (qudrah) Tuhan yang diraih melalui usaha manusia (hikmah). Akan tetapi qudrah terkadang dapat diperoleh tanpa hikmah, sebagaimana firman-Nya:

وَ مَنْ يَتَّقِ اللهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا وَ يَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ

Barang siapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan memberikannya jalan keluar serta rizki dari arah yang tak disangka-sangka.” (461).

Contoh lain qudrah Tuhan adalah berlayarnya kapal di permukaan laut, ia terjadi melalui berbagai upaya (hikmah) agar tidak tenggelam.

Taqdir Tuhan pun tidak terlaksana kecuali melalui sebab (hikmah). Apabila seseorang ditaqdirkan sakit atau ditimpa musibah atau akan dipenjara, maka ketika saatnya tiba ia digerakkan oleh Allah untuk melakukan sebab-sebab yang membawanya kepada taqdir tersebut.

Orang-orang biasa hanya mampu berencana dan berusaha, sedang para auliya’ dapat menembus dinding ghaib sehingga dapat mencicipi kekuasaan taqdir Allah dengan izin-Nya.

Catatan:

  1. 46). Ath-Thallāq: 2-3.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *