بَابُ الْمَعْرِفَةِ
وَ الْمَعْرِفَةُ خَمْسَةُ أَشْيَاءَ الْاِسْمُ الْمُضْمَرُ نَحْوُ أَنَا وَ أَنْتَ وَ الْاِسْمُ الْعَلَمُ نَحْوُ زَيْدٌ وَ مَكَّةُ وَ الْاِسْمُ الْمُبْهَمُ نَحْوُ هذَا وَ هذِهِ وَ هؤُلَاءِ وَ الْاِسْمُ الَّذِيْ فِيهِ الْأَلِفُ وَ اللَّامُ نَحْوُ الرَّجُلُ وَ الْغُلَامُ
وَ مَا أُضِيْفَ إِلَى وَاحِدٍ مِنْ هذِهِ الْأَرْبَعَةِ
بَابُ النَّكِرَةِ
وَ النَّكِرَةُ كُلُّ اسْمٍ شَائِعٍ فِيْ جِنْسِهِ لَا يَخْتَصُّ بِهِ وَاحِدٌ دُوْنَ آخَرَ وَ تَقْرِيْبُهُ كُلُّ مَا صَلَحَ دُخُوْلُ الْأَلِفِ وَ اللَّامِ عَلَيْهِ نَحْوُ الرَّجُلُ وَ الْفَرَسُ
Isim ma‘rifat ada lima macam, yaitu: (1). Dhamīr (kata ganti) seperti anā (aku) dan anta (kamu); (2). Isim ‘alam (nama) seperti Zaid dan Mekkah; (3). Isim mubham (samar) seperti hādzā (ini – laki-laki), hādzihi (ini – perempuan), dan hā’ulāi (mereka ini); (4). Isim yang memiliki al seperti ar-rajul dan al-ghulām; (5). Serta isim yang disandarkan pada salah satu dari keempat isim tersebut.
Isim nakirah adalah setiap isim yang masih umum, menjangkau satu kelompok jenis, tidak tertentu pada satu personal, tanpa mengikutkan yang lain. Lebih mudahnya, setiap isim yang layak dimasuki al, menjadi seperti ar-rajul dan al-faras.
Ma‘rifat billāh tampak dalam lima hal. Bila seseorang mengenal Allah dalam lima hal ini, dia adalah seorang ‘arif. Bila dia tidak mengenal-Nya, dan membakukan keberadaan 5 hal ini bersama Allah, dia adalah orang yang rugi.
Wujud semesta, baku adanya
Karena pembakuan-Nya
Dan lebur dengan keesaan Dzatnya
Seluruh alam ciptaan
Tidak dihadirkan
Semata kamu melihatnya, namun
Agar kamu bisa menguak rahasia
Keagungan Sang Tuan.
Orang yang mengenal Allah akan bisa memahami dan menyaksikan bahwa mereka semua dikendalikan di bawah pemaksaan al-Ḥaqq. Mereka mengatur segalanya dengan sifat qudrat dan iradat-Nya. Tidak satu pun dari mereka memiliki kemampuan melakukan sesuatu. Bahkan mereka tidak memiliki esensi wujud bersama keberadaan Allah. Maka inilah seorang ‘arif. Bila mereka meyakini bahwa mereka memiliki kemampuan memberikan kesulitan atau manfaat, dan hati salah seorang dari mereka dimasuki rasa cemas atau ketakutan, maka dia adalah orang yang tidak mengenal Allah ta‘ala. Pengakuannya terlalu berlebihan, melebihi pencapaian telapak kakinya.
Benar, bahwa pengelompokan (idhāfah), memiliki pengaruh bagi mudhāf (sesuatu yang disandarkan). Barang siapa terkelompokkan bersama para pemilik kemuliaan karena al-Ḥaqq, maka dia turut menjadi mulia, dan kemuliaannya tetap langgeng. Sedang orang yang terkelompokkan bersama pemilik kemuliaan karena makhluk atau harta, maka kemuliaan itu akan mati dan digantikan dengan kehinaan.
Betapa Allah memuliakan penyair yang menyatakan:
Tetapkan dirimu
Berteman para pemilik hati
Siapa yang terkelompokkan
Bersama mereka
Akan turut memiliki hati
Tetapi, jauhilah
Berteman orang yang tiada berhati
Sebab derajatmu akan hilang
Dari kemuliaan, dan
Menjadi hina.
Para pemilik hati adalah kaum ‘ārif billāh, yaitu mereka yang ditampilkan Allah ta‘ala untuk memberikan manfaat bagi para hamba-hambaNya dan berdoa kepada-Nya, sebagaimana langkah Rasulullah s.a.w. Dan orang yang “tidak berhati” adalah orang yang tidak mengenal Allah dan hukum-hukumNya, bagaimanapun keberadaannya.
Imam Malik r.a. sering kali mensyairkan bait ini:
Jangan bertanya tentang perilaku seseorang
Bertanyalah tentang perilaku temannya
Karena setiap orang yang berteman
Mengikuti perilaku orang yang menemaninya.
Wa billāh-it-taufīq.