Rahasia di Balik ‘Āmil-‘āmil Nashab
فَالنَّوَاصِبُ عَشَرَةٌ وَ هِيَ أَنْ وَ لَنْ وَ إِذَنْ وَ كَيْ وَ لَامُ كَيْ وَ لَامُ الْجُحُوْدِ وَ حَتَّى وَ الْجَوَابُ بِالْفَاءِ وَ الْوَاوِ وَ أَوْ
‘Āmil nāshib ada sepuluh, yaitu an, lan, idzan, kai, lāmu kai, lāmu juḥūd, ḥattā, jawāb dengan fā’, wāu dan au.
‘Āmil nāshib yang menentang fitrah suci seorang hamba dan mencegahnya dari pencapaian wushūl kepada Tuhannya ada sepuluh. Yaitu:
- Cinta dunia;
- Cinta kedudukan;
- Cinta harta;
- Merisaukan rezeki;
- Takut miskin;
- Terus-menerus tergantung pada makhluk;
- Berprasangka buruk terhadap para pemilik hubungan dengan Tuhan (ahl-un-nishāb);
- Mengingkari adanya orang-orang khusus pilihan Tuhan (ahl-ul-khushūshiyyah);
- Mengingkari adanya guru-guru spiritual (ahl-ut-tarbiyyah);
- Terlalu toleran pada ego pribadi, sampai tidak mampu menghindarkan dan mencegahnya dari gejolak hawa nafsunya.
Rahasia di Balik ‘Āmil-‘āmil Jazm
وَ الْجَوَازِمُ ثَمَانِيَةَ عَشَرَ وَ هِيَ لَمْ وَ لَمَّا وَ أَلَمْ وَ أَلَمَّا وَ لَامُ الْأَمْرِ وَ الدُّعَاءِ وَ لَا فِيْ النَّهْيِ وَ الدُّعَاءِ وَ إِنْ وَ مَا وَ مَنْ وَ مَهْمَا وَ إِذْمَا وَ أَيٌّ وَ مَتَى وَ أَيَّانَ وَ أَيْنَ وَ أَنَّى وَ حَيْثُمَا وَ كَيْفَمَا وَ إِذًا فِي الشِّعْرِ خَاصَّةً
‘Āmil jazm ada delapan belas, yaitu lam, lammā, alam, alammā, lāmu amar, lāmu du’ā, lā nahi, lā du’ā, in, ma, man, mahmā, idzmā, ayyun, matā, ayyāna, aina, annā, haitsuma, kaifama, dan idzan khusus di dalam syair.
‘Āmil jazm yang membekukan dan menghalangi seorang hamba dari pencapaian derajat khushūshiyyah ada delapan belas. Yaitu:
- Sombong;
- Dengki;
- Berambisi menjadi yang tertinggi;
- Berbangga diri;
- Riya’;
- Tidak bersopan-santun kepada para wali Allah;
- Menghujat mereka;
- Mencela fakir miskin;
- Thama’ kepada makhluk;
- Takut kepada makhluk;
- Bersimpati kepada orang-orang zalim dan memihak mereka;
- Menghentikan langkah pada maqam-maqam tertentu;
- Berhenti pada bentuk-bentuk kekeramatan;
- Berhenti pada nikmatnya ketaatan-ketaatan;
- Tenggelam, larut dalam ilmu pengetahuan dan wujud-wujud kebendaan;
- Kaku memegang aturan-aturan zhahir syari‘at;
- Memamerkan keluhuran-keluhuran derajat;
- Menampakkan kelebihan sebelum mapan;
Wa billāh-it-taufīq.