5-0 Rahasia di Balik Pembagian Fi‘il – Huruf-huruf Magis

Dari Buku:
Huruf-huruf Magis
(Judul Asli: Maniyyah al-Faqir al-Munjarid wa Sairah al-Murid al-Mutafarrid)
Oleh: Syaikh Abdul Qadir bin Ahmad al-Kuhaniy
Penerjemah: Diya' Uddin & Dahril Kamal
Penerbit: Pustaka Pesantren

Rangkaian Pos: 005 Rahasia-rahasia di Balik Fi‘il

Bab V

Rahasia-rahasia di Balik Fi‘il

Rahasia di Balik Pembagian Fi‘il

 

الْأَفْعَالُ ثَلَاثَةٌ مَاضٍ وَ مُضَارِعٌ وَ أَمْرٌ نَحْوُ ضَرَبَ وَ يَضْرِبُ وَ اضْرِبْ

Fi‘il ada tiga macam, yaitu mādhī, mudhāri‘, dan amar. Contoh: dharaba (sudah memukul), yadhribu (sedang memukul), dan idhrib (pukullah).

Perbuatan-perbuatan yang sudah ditakdirkan ada tiga macam:

  1. Perbuatan di masa lalu;
  2. Perbuatan yang akan dikerjakan, merupakan runtuhan dari perbuatan di masa lalu;
  3. Perbuatan yang sedang dikerjakan.

Dalam hal itu, manusia terbagi menjadi empat golongan:

  1. Golongan yang dirundung ketakutan karena perbuatan di masa lalu;
  2. Golongan yang dirundung kekhawatiran akan akibat-akibat perbuatannya;
  3. Golongan yang disibukkan oleh aktivitas yang menghabiskan waktu dan oleh aturan-aturan yang dibebankan Allah kepada mereka. Sehingga karena kesibukan itu mereka lupa pada perbuatan yang telah lalu dan yang akan dikerjakan. Mereka adalah para ahli ibadah dan kaum asketis (zuhud);
  4. Golongan yang tenggelam menyaksikan Sang Pelaku yang terpilih. Diri mereka lebur, hilang dan rasa eksistensi mereka, tenggelam dalam eksistensi mutlak, Tempat Penghambaan mereka. Tidak terlintas dalam hati mereka hal-hal terdahulu maupun yang kemudian. Mereka berpasrah kepada Sang Majikan dalam hukum dan keputusan-Nya. Mereka adalah kaum ‘arif billah.

Dan bila anda mau, anda bisa juga mengatakan bahwa perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh seorang hamba terbagi menjadi tiga kelompok:

  1. Perbuatan di masa lalu;
  2. Perbuatan yang menjadi kesibukannya saat ini;
  3. Perbuatan akan datang yang dia tidak tahu apa yang akan Allah perbuat dengannya.

Dalam hadits disebutkan:

Seorang mukmin berada di antara dua sisi kekhawatiran; kekhawatiran tentang masa lalu, yang tidak dia ketahui apa yang akan Allah perbuat dengannya, dan kekhawatiran tentang masa yang masih tersisa yang tidak dia ketahui apa yang akan Allah putuskan di dalamnya. Maka hendaknya seorang hamba berusaha mendapatkan perbekalan dari aktivitasnya untuk dirinya sendiri. Dari aktivitas dunianya untuk kebahagiaan akhiratnya dan dari masa hidupnya untuk masa kematiannya. Maka demi Dzat yang jiwa Muhammad ada di tangan-Nya, setelah kematian, tidak ada lagi masa meminta kerelaan, dan tidak ada tempat tinggal setelah dunia selain surga atau neraka.

Cara menyikapi masa lalu adalah dengan melupakan dan melepaskan keterikatan darinya. Jika suatu saat dia ingat akan keburukan-keburukan di masa lalu, maka dia memperbarui penyesalan dan memohon ampunan. Jika dia ingat akan kebaikan-kebaikannya di masa lalu, maka dia membaca tahmid dan bersyukur.

Cara menyikapi masa depan adalah dengan menghilangkan bayang-bayang diri terhadapnya dan memperhatikan faktor-faktor yang tampak dari unsur qudrat. Meninggalkan rekayasa pengaturan dan pemilihan kehendak diri, dengan berpasrah kepada Sang Maha Tunggal, Maha Menguasai.

Karena siapa yang lepaskan pengaturan
Allah akan mengatur untuknya
Dan apa yang diatur al-Haqq untukmu
Lebih baik dari pengaturanmu
Siapa tahu, apa pun yang kamu atur
Kamu pilih
Justru menjadi bencana bagimu
Allah lebih mengasihimu
Dan lebih tahu apa yang layak bagimu
Daripada dirimu sendiri.

Betapa Allah memperindah ungkapan penyair yang berkata:

Berkali-kali Engkau sodorkan permasalahan
Engkau pilihkan juga bagiku jalan keluar
Tiada henti, Engkau selalu lebih baik dariku,
Dan lebih mengasihi
Tekadku untuk tidak merasakan
Kilasan pemikiran dalam hati
Kecuali hanya Engkaulah yang layak didahulukan
Agar Engkau tidak lagi melihatku
Berkubang dalam larangan-Mu
Karena di dalam hatiku
Ada-Mu begitu besar dan teragungkan.

Sementara cara menyikapi masa sekarang adalah menggunakan waktu yang ada sebelum kematian, menggunakan kesempatan sebelum habis masanya, dan berlomba-lomba melakukan kebaikan. Sebagaimana ungkapan seorang penyair.

Yang benar-benar cekatan
Dialah yang sigap ucapan dan perbuatannya
Peringatkan diri
Betapa rugi orang yang terlewat kesempatannya.
Wa billāh-it-taufīq.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *