4-4-2 Rahasia di Balik Membuang Huruf – Huruf-huruf Magis

Dari Buku:
Huruf-huruf Magis
(Judul Asli: Maniyyah al-Faqir al-Munjarid wa Sairah al-Murid al-Mutafarrid)
Oleh: Syaikh Abdul Qadir bin Ahmad al-Kuhaniy
Penerjemah: Diya' Uddin & Dahril Kamal
Penerbit: Pustaka Pesantren

Rangkaian Pos: 004 Rahasia-rahasia di Balik Tanda-tanda I‘rab

Rahasia di Balik Membuang Ḥurūf

وَ أَمَّا الْحَذْفُ فَيَكُوْنُ عَلَامَةً لِلْجَزْمِ فِي الْفِعْلِ الْمُضَارِعِ الْمُعْتَلِّ الْآخِرِ وَ فِي الْأَفْعَالِ الَّتِيْ رَفْعُهَا بِثَبَاتِ النُّوْنِ

Membuang ḥurūf menjadi tanda bagi i‘rāb jazm dalam fi‘il mudhāri‘ yang mu‘tall ḥurūf akhirnya dan fi‘il-fi‘il tertentu (al-af‘āl-ul-khamsah) yang rafa‘-nya ditandai dengan tetapnya nūn.

Membuang kesibukan dan halangan lahir, baik dari kelompok zhulmāniyyah (kegelapan) maupun nūrāniyyah (kecahayaan), menjadi tanda kemantapan dan kemapanan bathin bagi maqām adzwāq dan wujdān, serta kemurniannya bagi maqām ‘iyān, dalam:

Pertama, fi‘il mudhāri‘; artinya, perbuatan yang menyerupai perbuatan orang-orang saleh; yang mu‘tall ākhir, sebagaimana penjelasan terdahulu. Membuang penyakit (‘illat), terbebas dan suci dari penyakit-penyakit (‘illat-‘illat) merupakan tanda kemantapan dan kemapanan bathin dalam pengenalan atas sifat syuhūd dan ‘iyān.

Jika dia tidak membuang penyakitnya dan tidak menyucikan diri dari cela maka menjadi pertanda kebohongannya dan tanda permanen keterhalangannya. Artinya, seorang hamba melepaskan ikatan-ikatan dan memfokuskan diri kepada Allah, serta meninggalkan kesibukan-kesibukan yang bisa mengacaukan hati dan mencerai-beraikan cita-citanya. Baik kesibukan duniawi maupun ukhrawi atau nuraniyyah, misalnya kegiatan keagamaan yang mengganggu konsentrasinya seperti mendalami pelajaran ilmu lahir dan bergelimang keutamaan-keutamaan.

Sehingga pada akhirnya tidak layang bagi seorang murid, kecuali menentukan satu zikir tertentu, sampai dia bisa merasakan rahasianya.

Semua itu tidak menjadi tanda kemantapan dan ketenangan pelakunya sampai dia memperbaiki perbuatannya, dan membersihkannya dari penyakit-penyakit yang menghampirinya, baik yang tampak secara lahir maupun tersembunyi dalam bathin.

Kedua, perbuatan-perbuatan yang rafa‘nya ditandai dengan tetapnya nūn. Yaitu, perbuatan yang mengangkat pelakunya dengan kestabilan nūrāniyah-nya, dan merasakan kenikmatan ketika melakukannya.

“Menemukan kenikmatan saat melakukan kebaikan di dunia menunjukkan diterimanya amal kebaikan itu di akhirat.”

Ketika seorang murid sudah merasakan nikmatnya pancaran cahaya tawajjuh, lalu meningkat pada nikmatnya kecemerlangan cahaya muwājahah, maka benarlah kema‘rifahannya, sempurna keyakinannya, serta mapan kemantapannya. Dia telah meneguhkan diri dalam memahami rahasia-rahasia tauhid.

Wa billāh-it-taufīq.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *