فَأَمَّا السُّكُوْنُ فَيَكُوْنُ عَلَامَةً لِلْجَزْمِ فِي الْفِعْلِ الْمُضَارِعِ الصَّحِيْحِ الْآخِرِ
Sukūn menjadi tanda bagi i‘rāb jazm dalam fi‘il mudhāri‘ yang shaḥīḥ ḥurūf akhirnya.
Ketenangan lahiriah; bebas dari kepayahan mujāhadah, merupakan tanda kemantapan dan keteguhan bathin dalam maqām musyāhadah, dalam fi‘il mudhāri‘. Yaitu, amal kebajikan yang menyerupai perbuatan orang-orang yang ikhlas, sesuai sunnah Nabi s.a.w., jauh dari bid‘ah. Akhir yang sahih, artinya bersih dan bebas dari penyakit-penyakit yang mengiringi setelah kesempurnaanya. Seperti berbicara mengenai kesempurnaan itu dan meyakini keistimewaan diri atas semua manusia karenanya, atau mencari imbalan ketika melakukannya.
“Bagaimana mungkin kamu mencari imbalan dari perbuatan yang bukan kamu sendiri pelakunya.”
Alhasil, ketenangan lahiriah setelah kepayahan menunjukkan pada kemantapan serta kemapanan bathin dalam ma‘rifat Allah. Inilah hidup yang indah dan kehidupan yang bahagia. As-Sirri as-Saqathi berkata:
Yang mengenal Allah, dia benar-benar hidup
Yang cenderung pada dunia, dia ceroboh
Yang bodoh, dia berangkat pagi dan mencari
Ketenangan dalam kerendahan.
Ketahuilah, ketenangan lahiriah; terbebas dari kepayahan mujāhadah, sering kali disertai ketenangan bathin dengan nyamannya musyāhadah. Sering kali juga tetap disertai kepayahan, dengan adanya ketakutan dan kegundahan hati. Hal itu dikarenakan seorang murid, ketika bertemu guru dan menimba ilmunya, datanglah tentara nūr (cahaya) untuk mengeluarkan tentara zhulmah (kegelapan) dari perkotaan hati. Karena tentara zhulmah menginginkan untuk tetap tinggal di wilayah kekuasaannya berkobarlah pergumulan antara nūr dan zhulmah. Pergumulan ini menimbulkan goncangan-goncangan lahiriah, perubahan kondisi yang silih berganti.
Zikir lisan bagi senapan yang menembak menembus hati dari luar. Ketika zikir lisan sudah menembus masuk ke dalam hati, bercampur bersama dalam kawasan wilayahnya, maka lisan diam. Tidak tersisa selain pedang-pedang berkilatan yang terus menyerang hingga tentara zhulmah bisa dikeluarkan dari kerajaan hati. Hati bisa beristirahat dari payahnya mengatur dan mengusahakan kerajaannya, serta dari perubahan situasi-situasi dunia. Anggota tubuh lahir pun turut merasa tenang dari kepayahan mujāhadah.
Terkadang tentara nūr turun menghadapi tentara zhulmah. Namun mereka tidak mampu mengusir lawan dari kerajaan hati. Maka berbaliklah tentara nūr kembali ke asal kedatangannya. Anggota tubuh lahir merasa tenang di bawah kekuasaan tentara zhulmah. Sementara bathin masih merasakan kepayahan sebagaimana adanya.
Ini adalah kondisi para faqir yang sudah kembali sebelum mencapai tamkīn, dan sibuk dengan sebab-sebab sebelum wushūl. Hanya kepada Allah-lah memohon penjagaan dari pencabutan setelah sampainya pemberian.
Wa billāh-it-taufīq.