وَ أَمَّا الْفَتْحَةُ فَتَكُوْنُ عَلَامَةً لِلْخَفْضِ فِي الْاِسْمِ الَّذِيْ لَا يَنْصَرِفُ
Fatḥah menjadi tanda bagi i‘rāb khafadh dalam isim yang tidak munsharif.
Kadang kala fatḥah (tercerahkan) dalam pengetahuan hakikat-hakikat seorang hamba dapat menjadi sebab tertolaknya kembali, dan menjadi tanda khafadh (penurunan)-nya dari maqam tokoh-tokoh besar. Ini terjadi dalam diri hamba yang la yansharif, tidak menghindarkan diri dari hawa nafsunya, tidak memutus watak jeleknya, serta mengikuti harapan-harapan ego pribadinya. Dikarenakan adanya dua ‘illat (penyakit), yaitu cinta kepemimpinan dan kedudukan. Atau satu ‘illat yang bisa menempati dua ‘illat, yaitu cinta dunia yang merupakan pokok dari segala kesalahan.
Ketahuilah, pemahaman hakikat-hakikat hanya bisa dicapai oleh orang-orang tangguh. Yaitu, mereka yang telah membunuh ego-ego pribadi dengan mujāhadah dan mukhālafah. Mereka berjuang mengosongkan diri dari segala kesibukan dan rintangan. Mereka berteman dan bergaul dengan para guru, menghadiri majelis serta melayani keperluan mereka. Hukum-hukum aturan syariat terealisasi secara nyata dalam aktivitas lahir mereka.
Pada saat itu, ketika memasuki wilayah-wilayah jangkauan hakikat, terpancarlah cahaya dan rahasia hakikat diri mereka. Mereka merasakan nikmatnya memahamni makna-makna hakikat. Pemahaman rahasia-rahasia ma‘rifat terhunjam dalam hati mereka.
Sedangkan sebelum kondisi tersebut tercapai, mereka bisa menjadi zindiq dan melemparkan syariat ke belakang punggung mereka. Rontoklah iman dari hati mereka ibarat rambut yang tercerabut dari adonan roti, begitu mudah. Atau mereka mundur kembali ke belakang, ke tingkatan orang awam.
Tidak semua hati mampu menjangkau cahaya hakikat. Terkadang sebagian hati menolak, lari dari zikir dan berasyik-asyik dengan kesenangan dan kekayaan. Hati seperti ini ibarat sejenis kumbang yang dikenal dengan julukan: “Abu Fasas” (tukang kentut). Karena salah satu cirinya ia langsung mati jika dekat dengan wewangian. Dia tidak bisa hidup kecuali dengan bau busuk dan bergelimang kotoran.
Demikian juga dengan jiwa manusia. Sebagian jiwa mereka yang kotor hidup dengan kesenangan dan lari dari zikir. Tentang jiwa ini firman Allah ta‘ālā menjelaskan:
وَ إِذَا ذُكِرَ اللهُ وَحْدَهُ اشْمَأَزَّتْ قُلُوْبُ الَّذِيْنَ لاَ يُؤْمِنُوْنَ بِالآخِرَةِ وَ إِذَا ذُكِرَ الَّذِيْنَ مِنْ دُوْنِهِ إِذَا هُمْ يَسْتَبْشِرُوْنَ
Ketika nama Allah dituturkan secara sendiri, maka hati orang-orang yang tidak beriman dengan adanya akhirat merasa muak. Dan ketika dituturkan tuhan-tuhan selain-Nya, maka saat itu mereka bergembira. (az-Zumar [39]: 45).
Wa billāh-it-taufīq.