وَ أَمَّا الْيَاءُ فَتَكُوْنُ عَلَامَةً لِلْخَفْضِ فِيْ ثَلَاثَةِ مَوَاضِعَ فِي الْأَسْمَاءِ الْخَمْسَةِ وَ فِي التَّثْنِيَةِ وَ الْجَمْعِ
Yā’ menjadi tanda bagi i‘rāb khafadh dalam tiga tempat, yaitu isim lima (al-asmā’-ul-khamsah), isim tatsniyah, dan jama‘.
Yā’-un-nisbah, mengikatkan diri dengan kaum sufi secara benar menjadi tanda kerendahan hati dan tawadhu‘ seorang murid, sehingga dia secara mapan mencapai apa yang dicapai kaum sufi, dalam tiga tempat.
Pertama, isim lima (al-asmā’-ul-khamsah). Rasa rendah hatinya tampak secara nyata di hadapan makhluk: manusia, jin, malaikat, beragam hewan, dan benda-benda mati. Seorang ‘arif bersikap tawadhu‘ di hadapan batu, tanah liat, dan segala sesuatu, karena sifat tawadhu‘nya timbul dari penyaksian dua sifat berlawanan.
Kedua, tatsniyah; dua sifat berlawanan dalam segala sesuatu. Dia tawadhu‘ pada hadirnya sifat ke-Tuhan-an, disertai sikap wajar terhadap sifat kehambaan.
Ketiga, jama‘ bersama semua teman. Dia bersikap tawadhu‘ kepada yang masih muda maupun yang sudah dewasa. Bersikap kasih sayang kepada yang muda dan memuliakan yang sudah dewasa.
Nabi s.a.w. bersabda: “Kasih sayangilah anak-anak muda kalian dan muliakanlah orang-orang dewasa kalian.” Atau sebagaimana sabda beliau dalam kitab al-Jāmi‘.
Betapa Allah memuliakan penyair yang berucap:
Berlakulah kasih sayang, wahai putraku
Kepada makhluk, seluruhnya
Tataplah mereka, dengan lembut dan belas kasihan
Muliakan orang berumur mereka, dan
Sayangilah anak muda mereka
Seorang pemimpin yang sebenarnya,
Pada setiap makhluk, ada hak dari budi pekertinya.
Wa Billāh-it-taufīq.