فَأَمَّا الْكَسْرَةُ فَتَكُوْنُ عَلَامَةً لِلْخَفْضِ فِيْ ثَلَاثَةِ مَوَاضِعَ فِي الْاِسْمِ الْمُفْرَدِ الْمُنْصَرِفِ وَ جَمْعِ التَّكْسِيْرِ الْمُنْصَرِفِ وَ جَمْعِ الْمُؤَنَّثِ السَّالِمِ
Kasrah menjadi tanda bagi i‘rāb khafadh dalam tiga tempat, yaitu isim mufrad yang munsharif, jama‘ taksīr yang munsharif, dan jam‘-ul-mu’annats-is-sālim.
Ketidakberdayaan diri menandai tawādhu‘ hakiki dalam tiga tempat:
Pertama, sibuk dengan zikir kepada Allah. Zikir paling agung adalah zikir dengan nama mufrad (tunggal), Allah. Sebab nama ini adalah raja segala nama. Zikir bisa membersihkan hati dan mendorong sopan santun. Allah berfirman: Sungguh zikir kepada Allah merupakan kegiatan terbesar. (al-Ankabūt [29]: 45).
Kedua, jama‘ (berkumpul) bersama para waliyullah, ahli iksīr (penyepuh perwujudan), dan ahli taksīr (pemecah ego kepribadian).
Ketiga, melaksanakan sunnah Nabi dan menjaga agamanya dengan jama‘ (berkumpul) bersama mu’annats (perempuan) disertai sālim (selamat) dari musibah-musibah yang ditimbulkan. Yaitu dengan jalan pernikahan yang sah.
Tawādhu‘ dan akhlak terpuji seorang hamba tidak bisa tampak dengan jelas, kecuali bila masih tetap terjaga saat bersama keluarga (istri/suami) dan anak-anaknya.
Rasulullah s.a.w. bersabda: “Yang terbaik di antara kalian adalah yang terbaik sikapnya terhadap keluarganya. Dan, aku adalah orang terbaik kalian dalam bersikap terhadap keluargaku.”
Wa billāh-it-taufīq.