وَ أَمَّا الْكَسْرَةُ فَتَكُوْنُ عَلَامَةً لِلنَّصْبِ فِي الْجَمْعِ الْمُؤَنَّثِ السَّالِمِ
Kasrah menjadi tanda bagi i‘rāb nashab dalam jam‘-ul-mu’annats-is-sālim.
Kasrah berarti kehinaan dan kesalahan. Kasrah menandai ketuhanan (nashab) hamba untuk mengarahkan “wajah”nya menuju tawajjuh, tanpa membahayakan dan melemahkan langkah perjalanannya. Kasrah, bahkan, menguatkan kesadaran akan ketidakberdayaan dan kegelisahan dalam jam‘-ul-mu’annats-is-sālim. Yakni, ketika kehinaan dan kesalahan tersebut mendorong tabiatnya untuk memiliki kecenderungan pada perempuan. Kemudia dia bisa selamat dari musibah yang muncul dan kembali berjalan menuju Tuhannya dengan keterpurukan dan ketidakberdayaannya.
“Banyak maksiat yang menyebabkan kamu hina dan tidak berdaya. Itu lebih baik daripada ketaatan yang menumbuhkan kepadamu perasaan mulia dan sombong.”
Wa billāh-it-taufīq.