وَ لِلنَّصْبِ خَمْسُ عَلَامَاتٍ الْفَتْحَةُ وَ الْأَلِفُ وَ الْكَسْرَةُ وَ الْيَاءُ وَ حَذْفُ النُّوْنِ
I‘rāb nashab memiliki lima tanda, yaitu fatḥah, alif, kasrah, yā’, dan membuang nūn.
Perjuangan hamba untuk tetap tegar dalam mengikuti perputaran arus takdir dalam maqam ridha dicirikan oleh lima tanda, yaitu:
Pertama, Fatḥah; keterbukaan hatinya untuk mengetahui al-Ḥaqq. Karena sungguh, orang yang mengenal al-Ḥaqq akan ridha atas aturan hukum-hukumNya. Sedangkan orang yang tidak mengenal-Nya akan membenci aturan-aturan hukum-Nya.
Pernah ditanyakan kepada seorang ‘ārif: “Apa yang anda senangi?” Jawabnya: “Segala yang diputuskan Allah.” Yang lain mengatakan: “Di waktu pagi, aku adalah orang yang tidak memiliki kebahagiaan, selain saat terjadinya posisi-posisi garis takdir.”
Dalam al-Ḥikam disebutkan: “Orang yang cerdas, di pagi hari berpikir tentang apa yang akan dilakukan Allah melalui dirinya. Sedang orang yang bodoh, di pagi hari berpikir tentang apa yang akan dilakukan dirinya sendiri.”
Ciri orang berakal adalah tegar menghadapi pusaran arus takdir dan ridha atas peristiwa-peristiwa yang lahir dari unsur qudrat.
Kedua, alif waḥdah; ketauhidan. Dia tidak memperhatikan kepada selain Allah, dan tidak pula cenderung pada sesuatu yang lain. Karena orang yang benar-benar ridha kepada Allah sebagai Tuhan, dia tidak mengenal selain Dia.
Ketiga, kasrah. Yaitu, rendah hati dan diam, tenang di bawah arus perjalanan takdir-takdirNya. Merasa hina dan membutuhkan-Nya.
Keempat, keyakinan sempurna dan ketenangan terbesar. Yā’ dalam hal ini menjadi isyarat dari al-yaqīn.
Kelima, membuang nūn-ul-anāniyyah (keakuan, egoisme sentris), untuk keluar dari maqām fanā’ menuju maqām baqā’. Murid yang fanā’ berkata: “Hanya Aku”. Sementara yang dalam maqām baqā’ berkata: “Hanya Dia”, sebagaimana penjelasan terdahulu.
Wa billāh-it-taufīq.