Hati Senang

4-1-0 Rahasia di Balik Tanda-tanda I‘rab Rafa‘ – Huruf-huruf Magis

Dari Buku:
Huruf-huruf Magis
(Judul Asli: Maniyyah al-Faqir al-Munjarid wa Sairah al-Murid al-Mutafarrid)
Oleh: Syaikh Abdul Qadir bin Ahmad al-Kuhaniy
Penerjemah: Diya' Uddin & Dahril Kamal
Penerbit: Pustaka Pesantren

Rahasia di Balik Tanda-tanda I‘rab Rafa‘

لِلرَّفْع أَرْبَعُ عَلاَمَاتٍ: الضَّمَّةُ وَ الْوَاوِ وَ الْأَلِفِ وَ النُّوْنِ

I‘rāb rafa‘ memiliki empat tanda, yaitu dhammah, wāwu, alif, dan tetapnya nūn.

Rafa‘ (naik) menuju maqam muqarrabin memiliki empat tanda:

Pertama: dhammah. Artinya: dengan sang guru seorang murid berkumpul, bergaul, berinteraksi, melayani, mengagungkan, dan mencintai.

Demi Allah,
Siapa yang sukses
Takkan sukses
Tanpa interaksi
Bersama dia yang telah sukses.

Kedua: Wāwu. Yakni: wāw-ul-hūwiyyah yang bermakna karakter pribadi dan kesejatian. Seorang murid harus mengalami fanā’ (lebur) dalam Dzat secara hakiki. Orang yang tidak mengalami fanā’ tidak akan mengalami baqā’ (keabadian).

Tahap pertama murid mengalami fanā’ dalam nama, kemudian dalam Dzat. Pencapaian baqā’ tergantung kadar pencapaian fanā’. Kapasitas pencapaian ketakmabukan tergantung pada kadar kemabukan.

Ketiga: alif-ul-waḥdah (kesatuan). Murid harus menjadi pribadi yang mempunyai satu fokus. Dia memiliki tujuan yang satu, kecintaan yang satu, serta kehendak yang satu. Hal itu bisa dicapai dengan memiliki keterpaduan hati yang satu, yang di dalamnya terdapat pancaran tauhid yang bebas dari semua bentuk kesyirikan.

Keempat: nūn-ul-anāniyyah (keakuan). Seorang murid terus-menerus melakukan zikir dengan nama Allah, sampai termanifestasikan dalam Yang Dinamai. Maka saat itu dia berucap: “Aku adalah Dzat yang aku cintai, dan Dzat yang aku cintai adalah Aku.

Hamba yang berzikir hilang dalam keakuan Yang Dizikirkan. Bukan hanya satu orang yang mengatakan dalam maqam fanā’: “Hanya Aku,” dan dalam maqam baqā’: “Hanya Dia.” Kepada yang pertama dikatakan: “Kamu benar,” dan kepada yang kedua: “Kamu baik dan santun”, sebagaimana telah diungkapkan oleh sebagian kaum ‘arifin.

Dalam hal ini mushannif kitab al-Jurumiyyah juga mengungkapkan makna isyarat yang lain:

Pertama, dhmamah, mengisyaratkan mendekap diri sendiri (dhamm-un-nafsi) dan mencegah dari pelampiasan gejolak hawa nafsunya, dengan kendali mujahadah dan mukhālafah. Dengan itu seorang murid mampu mencapai maqam musyāhadah.

Kedua, wāwu mengisyaratkan kesukaan (wudd) dan kecintaan terhadap Allah, saudara seperjuangan, dan seluruh hamba Allah. Mencintai adalah pilar dasar tarikat. Perjalanan, dengan mencintai, dapat menggapai hakikat kenyataan.

Ketika murid mencapai wushūl, Allah mencintainya, menjadi pendengarannya, penglihatannya, dan seluruh potensi dirinya. Allah berfirman dalam hadits qudsi: “Ketika Aku mencintainya, maka Aku adalah dia.

Ketika Allah mencintai seorang hamba, Allah melakukan “panggilan” di seluruh langit. Sehingga seluruh penghuni langit mencintai hamba tersebut. Selanjutnya kecintaan Allah itu turun ke bumi, seperti disebutkan dalam hadits.

Allah berfirman: Sungguh, orang-orang yang beriman dan berbuat kebajikan, Allah Yang Maha Penyayang akan menjadikan bagi mereka kecintaan. (Maryam [19]: 97).

Dengan alif penulis mengungkap makna isyarat al-waḥdah, sebagaimana keterangan sebelumnya. Dengan nūn mengungkap maka nūr-ut-tawajjuh (cahaya kecenderungan), kemudian al-muwājahah (tatap muka). Nūr-ut-tawajjuh bagi para peniti perjalanan, sementara nūr-ul-muwājahah bagi para pencapai wushūl. Yang dimaksud nūr-ut-tawajjuh adalah kenikmatan melaksanakan ketaatan dan apa yang ditemukan murid dalam perjalanannya, yang berupa luapan kegembiraan dan kemabukan. Nūr-ul-muwājahah adalah cahaya penyaksian. Murid mengharap kepada Allah dengan rahasia-rahasia Dzat-Nya. Dengannya semua wujud lenyap selain Dzat Yang Disembah.

Al-Junaid r.a. berkata:

Wujudku yang sebenarnya adalah
Ketika aku hilang dari rasa wujud
Karena adanya kejelasan bagiku
Berupa penyaksian pada Tuhanku.

Alamat Kami
Jl. Zawiyah, No. 121, Rumah Botol Majlis Dzikir Hati Senang,
RT 06 RW 04, Kp. Tajur, Desa Pamegarsari, Parung, Jawa Barat. 16330.