Bab III
الْإِعْرَابُ هُوَ تَغْيِبْرُ أَوَاخِرِ الْكَلِمِ لاِخْتِلَافِ الْعَوَامِلِ الدَّاخِلَةِ عَلَيْهَا لَفْظًا أَوْ تَقْدِيْرًا.
I‘rāb adalah perubahan pada akhir kalimah (kata) karena perbedaan ‘āmil (penyebab) yang masuk pada kata-kata tersebut. Baik perubahan itu terjadi secara lahir atau tidak terlihat secara lahiriah.
Kondisi-kondisi hati dapat berubah-ubah sesuai gejolak hati yang masuk mempengaruhinya, sebagaimana berubahnya akhir kalimah karena perbedaan ‘āmil yang ada. Suatu ketika yang datang ke hati adalah situasi ketertekanan. Pada saat yang lain berupa kelapangan. Tertekan dan lapang adalah dua keadaan yang silih berganti mempengaruhi sang hamba, seperti pergantian siang dan malam.
Sayyid al-Qusyairi berkata: “Ketika Allah menyibak tabir sifat Jamāl-Nya kepada seorang hamba, Allah melonggarkan hati hamba tersebut. Ketika Allah memperlihatkan sifat Jalāl-Nya, Dia menekan hati sang hamba. Ketertekanan menimbulkan kegelisahan bathin, sedangkan kelonggaran menciptakan ketenangan baginya.”
Ketahuilah bahwa kembali ke perilaku-perilaku manusiawi memberikan rasa tertekan bagi seorang hamba. Sehingga dia tidak memiliki kemampuan sekecil apa pun. Penurunan kembali kondisi ini, suatu ketika, mendorongnya untuk mendapatkan kembali sebagian sifat-sifatnya. Sehingga dia kembali memiliki kekuatan dan ketahanan untuk menanggung permasalahan yang dihadapinya.
Asy-Syibli r.a. berkata: “Seorang yang mengenal Allah jalla wa ‘alā (seakan) mampu mencakup seluruh langit dan bumi dengan selembar bulu matanya. Orang yang tidak mengenal Allah jalla wa ‘alā, bila satu sayap lalat menempel pada dirinya, dia akan ribut karenanya.” Dari sini jelaslah jangkauan kedua kondisi, tertekan dan longgar, sehingga seorang hamba tidak mampu menanggungnya.
Inilah pemimpin para rasul. Ketika datang kepada beliau rasa tertekan, beliau mengikatkan batu pada perut beliau. Ketika datang kelonggaran, beliau mampu memberi makan 1000 orang lapar, masing-masing satu shā‘. (Satu shā‘ menurut ulama Hanafiyah adalah 326.5 gram. Sedangkan menurut selain mereka adalah 217.2 gram.)
Masing-masing kondisi, tertekan dan longgar, memiliki adabnya sendiri. Adab ketika rasa tertekan datang adalah tenang mengikuti arus takdir dan mengunggu kelonggaran dari Allah Yang Maha Mulia dan Maha Pengampun. Adab ketika kelonggaran datang adalah menghindari perbincangan, memperketat kendali, dan malu kepada Sang Maha Mulia dan Pemberi Anugerah. Kelonggaran bisa menjadi tempat terpelesetnya telapak kaki para pribadi sejati.
Sebagian ahli sufi mengatakan: “Suatu ketika terbuka bagiku pintu kelonggaran. Kemudian aku benar-benar terpeleset. Ini menyebabkan aku terhalang dari maqamku selama 30 tahun.”
Oleh karena itu dikatakan: “Diamlah dengan kelonggaran. Jauhkan dirimu dari kesenangan. Ketahuilah bahwa ketertekanan dan kelonggaran berada di atas ketakutan dan harapan (khauf wa rajā’). Di atas ketertekanan dan kelonggaran niscaya terdapat kebesaran, kewibawaan (haibah), dan ketenangan (ins). Takut dan berharap diperuntukkan bagi kaum beriman. Ketertekanan dan kelonggaran teruntuk bagi orang yang meniti perjalanan. Haibah dan ins bagi orang-orang ‘arif. Mahwu (penghilangan) terhadap adanya wujud benda bagi orang yang sudah mapan dalam kedekatan dengan Allah. Bagi mereka tak lagi haibah dan ins, juga ilmu dan rasa.
Mereka mensyiarkan:
Andai saja kamu
Telah menjadi ahli wujud yang sebenarnya, maka
Akan hilang
Dari ada semesta
Dari ‘Arsy dan dari Kursi
Ada tanpa keadaan
Hanya diam
Dalam kehampaan bersama-Nya
Terpisah dari kenangan
Dari jin dan manusia.
Kami menyatakan bahwa i‘rāb adalah penjelasan. Secara isyarat, i‘rāb adalah penjelasan situasi-situasi bathin. Yaitu, perubahan perilaku anggota tubuh lahir karena perbedaan aspek eksternal yang mempengaruhinya. Apa yang tersimpan dalam pergolakan bathin akan tampak dalam perilaku lahiriah anggota tubuh. Amal yang beraneka warna disebabkan ragam aspek eksternal yang mempengaruhi keadaannya.
Wallāhu a‘lam.