2-3-2 Rahasia di Balik Tanda-tanda Isim – Huruf-huruf Magis

Dari Buku:
Huruf-huruf Magis
(Judul Asli: Maniyyah al-Faqir al-Munjarid wa Sairah al-Murid al-Mutafarrid)
Oleh: Syaikh Abdul Qadir bin Ahmad al-Kuhaniy
Penerjemah: Diya' Uddin & Dahril Kamal
Penerbit: Pustaka Pesantren

Rangkaian Pos: 002 Rahasia-rahasia di Balik Kalam - Huruf-huruf Magis

RAHASIA DI BALIK TANDA-TANDA ISIM

(Bagian 2 dari 2)

 

Manusia terbagi menjadi tiga kelompok. Satu kaum mencukupkan diri dengan maqam iman. Cita-cita mereka tidak meningkat untuk mencapai ketajaman mata bathin. Mereka tidak menempuh perjalanan spiritual. Mereka adalah orang-orang awam di antara kaum muslimin.

Satu kaum yang lain mengarahkan cita-cita mereka pada pencapaian wushūl. Mereka melaksanakan sebagian ibadah lahir. Namun mereka tidak memperoleh guru yang mendidik, atau mereka tidak sanggup bergaul dengannya serta belum rela untuk melepaskan semua keterikatan dan mengoyak kebiasaan-kebiasaan rendah.

Mereka adalah orang-orang saleh yang baik. Mereka termasuk golongan umum dari sayap kanan (ahl al-yamīn), baik dari kaum zahid, ahli ibadah, maupun ulama pemberani. Semua itu dikarenakan mereka belum mampu mengoyak kebiasaan-kebiasaan rendah nafsu pribadi, sehingga perjalanan spiritual mereka belum mencapai kesejatian.

Jika medan-medan pergolakan nafsu tiada,

Perjalanan para pencari tidaklah nyata

Bagaimana mungkin kewajaran terkoyak bagimu

Padahal kamu belum mengoyak kebiasaan-kebiasaan rendah nafsumu.

Yang terakhir, satu kaum yang cita-cita mereka melejit untuk mencapai wushūl kepada Allah, mendapatkan guru yang mendidik, dan Allah memberi mereka kekuatan untuk bergaul dan melayani guru mereka. Mereka sanggup melepaskan diri dari kebiasaan-kebiasaan rendah nafsu mereka.

Mula perjalanan mereka berkilauan dengan mujāhadah dan mukābadah (penderitaan). Puncak perjalanan mereka berkilauan dengan terus-menerus musyāhadah. Merekalah orang-orang khusus di antara yang khusus. Mereka adalah kaum yang selalu mendekatkan diri dan berlomba-lomba dalam kebaikan. Semoga Allah menjadikan kita termasuk golongan hamba-hambaNya yang khusus di antara mereka. Amin.

3. ‘An (mujāwazah, melampaui, menjauhi).

Isyarat untuk menjauhkan diri dari berbagai ketergantungan dan kesibukan yang melanakan hati. Karena suatu perjalanan tidak akan mungkin tercapai jika masih terikat rintangan kesibukan yang melenakan hati.

Syaikh al-Buzidi r.a. berkata: “Bila kalian menghendaki, akau berani bersumpah kepada kalian bahwa tidak akan bisa memasuki alam malakut, seseorang yang dalam hatinya masih ada satu rintangan.”

Allah berfirman: “Sungguh, kalian benar-benar datang kepada kami dalam keadaan sendiri-sendiri.” (al-An‘ām [6]: 94). Artinya, kalian semua mendatangi hadirat Kami dalam kondisi – terbebas dari berbagai rintangan dan kesibukan yang melenakan hati.

Allah berfirman: Bukankah Allah telah mendapati kamu dalam keadaan yatim, lalu Dia memberikan tempat perlindungan. (adh-Dhuḥā [93]: 6). Maksudnya, yatim dari kesamaan (sesama yang mengimbangi kepribadianmu). Lalu Allah memberikan tempat perlindungan kepadamu menuju Ḥadhrat-Nya.

Seorang penyair melantunkan:

Beruntunglah dia

Si pengurai kesibukan-kesibukan

Dan hanya kepada Tuhannya

Dia menghadap.

4. ‘Alā (di atas).

Mengisyaratkan pencapaian pada penguasaan nafsu dengan memaksa dan mengalahkannya, penguasaan atas perjalanan dengan pertolongan, penjagaan, hidayah yang mengukuhkan, dan bimbingan.

Mereka (melangkah) atas dasar petunjuk dari Tuhan mereka. Dan mereka adalah orang-orang yang beruntung. (al-Baqarah [2]: 5).

5. (di dalam)

Mengisyaratkan masuknya seorang hamba ke dalam Kehadiran Suci dan menetap di sana, sebagaimana menetapnya suatu benda di dalam wadah. Kehadiran Suci menjadi tempat berlindung baginya dan menjadi sarang hatinya. Di sana dia tinggal dan ke sana dia berlindung.

juga memberikan isyarat tentang perjalanan dalam penguasaan Allah. Dia berfirman dalam al-Qur’an, menceritakan ucapan kekasih-Nya, Ibrahim a.s.: Nabi Ibrahim berkata: Sungguh, aku berangkat menuju (ridhā) Tuhanku. Dia (pasti) akan memberi petunjuk kepadaku. (ash-Shāffāt [37]: 99).

Yang dimaksud adalah perjalanan dalam penguasaan Allah, setelah perjalanan menuju ridha-Nya. Yaitu, keasyikan tenggelam dalam samudera Aḥadiyyah. Perjalanan menuju ridhā Allah adalah pergulatan orang-orang yang menapaki laku perjalanan. Perjalanan dalam penguasaan Allah adalah perilaku orang-orang yang sudah wushūl kepada-Nya.

6. Rubba (sedikit sekali/banyak sekali)

Huruf ini mengisyaratkan betapa sedikitnya keberadaan orang-orang khusus.

Allah berfirman: Betapa sedikitnya mereka. (Shād [38]: 24). Dan sedikit di antara hamba-hambaKu, orang-orang yang bersyukur. (Saba’ [34]: 13).

Mereka adalah penyepuh yang wujud. Barang siapa dapat mencapai mereka, berarti mendapatkan keterpenuhan terbesar dan rahasia cemerlang.

Rubba juga bisa mengisyaratkan pada banyaknya jumlah mereka. Ini merupakan pandangan orang yang mendapatkan pertolongan Allah, memiliki ḥusn-uzh-zhan kepada-Nya dan hamba-hambaNya.

7. Bā’ (isti‘ānah/mengharap pertolongan, mushāḥabah/kebersamaan).

Huruf ini mengisyaratkan harapan untuk mendapat pertolongan dari Allah dalam perjalanan dan pencapaian wushūl mereka kepada-Nya.

“Barang siapa permulaan perjalanannya beserta kehendak Allah maka puncak perjalanannya akan mencapai kebesaran-Nya.”

Mereka terbebas dari rasa mampu dan kekuatan diri mereka, dalam proses perjalanan maupun pencapaian wushūl.

Bā’ juga mengisyaratkan suatu kebersamaan, yaitu bersama Allah dalam kesendirian maupun kehadiran bersama sesama, dalam segala keadaan mereka. Mereka menjadikan Allah sebagai teman dan membiarkan semua manusia sebagai orang lain.

Maka ketika Ibrāhīm telah memisahkan diri dari mereka serta segala berhala yang mereka sembah selain Allah, maka Kami berikan baginya Ishaq dan Ya‘qūb. (Maryam [19]: 49).

Memisahkan diri dari makhluk menjadi sebab curahan pemberian-pemberian al-Ḥaqq.

Kebersamaan juga mengacu pada persahabatan bersama orang yang menunjukkan jalan Allah dengan ucapannya dan bangkit menuju Allah dengan tindakannya. Bergaul dengan orang seperti itu merupakan satu pilar besar dari sendi-sendi tasawuf. Dengannya, dalam waktu singkat, bisa tercapai apa yang belum tercapai dalam waktu beberapa tahun dengan mujāhadah dan mukābadah. Cobalah, karena dengan mencoba akan muncul pengetahuan hakikat-hakikat.

8. Kāf (tasybīh/penyerupaan).

Isyarat untuk menyerupai kaum sufi dalam perilaku dan perjalanan spiritual mereka. Barang siapa menyerupai suatu kaum, dia termasuk golongan mereka. Yang dimaksud menyerupai adalah melalukan apa yang diamalkan mereka disertai keikhlasan.

9. Lām (milik).

Mengisyaratkan kewenangan terhadap kewalian (wilāyah); memilikinya dengan mencintai dan menyerupai kaum sufi penuh keikhlasan, dan membebaskan diri dari ketergantungan/halangan hati. Dengan ini terpancarlah atasnya cahaya-cahaya hakikat. Memiliki rahasia wujud secara keseluruhan, dari ‘Arsy-Nya hingga firasy (tempat tidur)-nya. Dia mengendalikan hal wujud dengan kesungguhannya dan berkeliling meninjau dalam sekejap dengan ketajaman pikirnya. Saat itu dikatakan kepadanya:

Bagimu, sang waktu adalah penurut, dan

Segenap makhluk adalah hamba

Maka hiduplah,

Setiap hari dari perjalanan masamu

Adalah hari raya.

10. Huruf qasam (huruf-huruf sumpah).

Mengisyaratkan eksistensi (keberadaan) kaum sufi. Apabila mereka bersumpah atas nama Allah maka Allah akan merealisasikan, menuruti mereka, dalam sumpah mereka. Ini maqam mereka yang dicintai. Semoga Allah menjadikan kita termasuk hamba-hamba khusus di antara mereka, dengan anugerah dan kemurahan-Nya.

Amin.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *