Bab-ul-I’rab (Hati Hamba) – Tata Bahasa Sufi

Dari Buku:
Tata Bahasa Sufi – Mengungkap Spiritualitas
Matan Jurumiyah
Oleh: Imam Ibnu ‘Ajibah al-Hasani r.a.

Penerjemah: H. Abdul Aziz Sukarnawadi, MA.
Penerbit: Badan Penerbitan dan Penerjemahan Nahdlatul Wathan (BPPNW)

بَابُ الْإِعْرَابِ

Hati Hamba

 

الْإِعْرَابُ هُوَ تَغْيِبْرُ أَوَاخِرِ الْكَلِمِ لاِخْتِلَافِ الْعَوَامِلِ الدَّاخِلَةِ عَلَيْهَا لَفْظًا أَوْ تَقْدِيْرًا.

Sebagaimana berubahnya akhir setiap kata karena perbedaan ‘āmil yang memasukinya baik secara lafaz maupun perkiraan, maka demikian pula keadaan hati setiap manusia berubah sesuai kekuatan Asma’ Allah yang menimpanya. Apabila sifat jalāl (keagungan) yang menimpa maka hatinya mengalami qabdh (penuh rasa takut), dan apabila sifat jamāl (keindahan) yang menjelma maka hatinya mengalami basth (penuh harapan), sebagaimana yang dinyatakan Imam al-Qusyairi r.a.

Sedang Syaikh asy-Syibli menyebutkan bahwa apabila hati seseorang telah mencapai ma‘rifat maka ia mampu mengangkat langit dan bumi dengan bulu matanya, dan apabila hatinya belum mencapai ma‘rifat maka sayap nyamuk saja tidak mampu digerakkannya.

Rasulullah s.a.w. ketika hati beliau ditimpa jalāl Allah, beliau mengikat perut dengan batu untuk menahan lapar, dan ketika ditimpa jamāl Allah, beliau memberi makan kepada dua ribu orang lapar.

Namun ketika hati seorang murid mengalami qabdh maka ia harus meridhai takdir sambil mengharap pertolongan dari Yang Maha Kuasa, dan ketika hatinya mengalami basth maka ia harus malu pada Tuhan dengan banyak diam.

Keadaan qabdh dan basth dialami oleh orang-orang di tingkatan īmān, sedangkan orang-orang di tingkatan islām mengalami khawf dan rajā’. Adapun orang-orang di tingkatan iḥsān mengalami haibah dan uns. Dan ketika derajat seorang wali semakin meningkat maka ia akan mengalami fanā’ (ketiadaan/kesirnaan) alias mati rasa.

I‘rāb dalam bahasa adalah bayān (penjelasan), dengan demikian maka batin manusia dapat di-i‘rāb (dijelaskan) oleh keadaan zahirnya, sebagaimana sabda Rasulullah s.a.w.:

مَا أَضْمَرَ عَبْدٌ شَيْئًا إِلَّا ظَهَرَ عَلَى فَلَتَاتِ لِسَانِهِ وَ صَفَحَاتِ وَجْهِهِ.

Tidaklah seorang hamba menyembunyikan apapun dalam hatinya kecuali tampak dari kata-kata dan raut wajahnya.

وَ أَقْسَامُهُ أَرْبَعَةٌ: رَفْعٌ وَ نَصْبٌ وَ خَفْضٌ وَ جَزْمٌ.

Perubahan yang dialami batin seseorang ada empat macam. Pertama, raf‘, yaitu meningkatnya derajat seorang murid di sisi Allah s.w.t. dan penyebabnya adalah ilmu dan amal serta mengikuti para wali.

Kedua, nashb, yaitu ridha terhadap takdir Allah s.w.t. dengan segala kerelaan dan ketulusan.

Ketiga, khafdh, yaitu kehinaan dan kesesatan yang disebabkan oleh kejahilan, maksiat, dan hawa nafsu.

Keempat, jazm, yaitu tekad yang bulat untuk menempuh perjalanan menuju Allah s.w.t. Dengan demikian maka ahli raf‘ dan nashb adalah para wali yang telah sampai, ahli khafdh adalah orang-orang yang lalai dan tak mau bersuluk, dan ahli jazm adalah para murid yang tengah meniti perjalanan.

فَلِلْأَسْمَاءِ مِنْ ذلِكَ الرَّفْعُ وَ النَّصْبُ وَ الْخَفْضُ وَ لَا جَزْمَ فِيْهَا وَ لِلْأَفْعَالِ مِنْ ذلِكَ الرَّفْعُ وَ النَّصْبُ وَ الْجَزْمُ وَ لَا خَفْضَ فِيْهَا.

Telah disebutkan sebelumnya bahwa kalām terbagi menjadi tiga: syarī‘at (isim), tharīqat (fi‘il), dan ḥaqīqat (ḥarf). Orang-orang di tingkatan syarī‘at mengamalkan sabda-sabda Nabi s.a.w., orang-orang di tingkatan tharīqat mengamalkan perbuatan-perbuatan Nabi s.a.w., dan orang-orang di tingkatan ḥaqīqat mengamalkan akhlak dan kepribadian Nabi s.a.w.

Orang-orang di tingkatan syarī‘at-lah yang dimaksudkan dengan isim (atau disebut ahli isim), sebab tawassul mereka dengan isim-isim Allah, dzikir mereka dengan lisan, dan amal mereka dengan badan.

Mereka terkadang mengalami raf‘ bila mereka berdzikir dan beramal dengan baik. Terkadang juga mengalami nashb bila mereka ridha dengan ketetapan Tuhan. Terkadang juga mengalami khafdh bila mereka kehilangan semangat berdzikir dan beramal. Dan mereka tidak akan pernah mengalami jazm sebab jazm yang dimaksud di sini adalah puncak keyakinan dengan nikmatnya musyāhadah, dan anugerah itu hanya teruntukkan bagi orang-orang yang di tingkatan ḥaqīqat. Oleh karena itu, Rasulullah s.a.w. pernah menganjurkan untuk senantiasa bersama ahl-ul-yaqīn yaitu orang-orang yang sudah mencapai keyakinan tertinggi.

Adapun ahli fi‘il (tharīqat) maka mereka bisa mengalami raf‘, nashb, dan jazm, dan tidak pernah mengalami khafdh karena telah dipelihara oleh Allah s.w.t. sebab derajat mereka telah tinggi.

4 Komentar

  1. arief berkata:

    izin copy paste

    1. Majlis Dzikir Hati Senang berkata:

      Bismillah silakan. Hara cantumkan sumbernya ya. Terima kasih.

  2. Sri berkata:

    Kasyifatus saja nya post lagi dong…

    1. Muslim Administrator berkata:

      In sya Allah, mohon doakan. Terima kasih.

Tinggalkan Balasan ke Muslim Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *