Hati Senang

002-2 Rahasia-rahasia di Balik Pembagian Kalam – Huruf-huruf Magis

Dari Buku:
Huruf-huruf Magis
(Judul Asli: Maniyyah al-Faqir al-Munjarid wa Sairah al-Murid al-Mutafarrid)
Oleh: Syaikh Abdul Qadir bin Ahmad al-Kuhaniy
Penerjemah: Diya' Uddin & Dahril Kamal
Penerbit: Pustaka Pesantren

RAHASIA DI BALIK PEMBAGIAN KALĀM

 

وَ أَقْسَامُهُ ثَلَاثَةٌ: اِسْمٌ وَ فِعْلٌ وَ حَرْفٌ جَاءَ لِمَعْنًى

Kalām terbagi menjadi tiga, yaitu isim, fi‘il dan ḥurūf yang mengandung makna.

Pembagian kalām yang dipakai seorang hamba untuk mencapai ke hadirat Tuhan ada tiga macam:

 

1. Isim / kata benda (nama)

Yaitu, zikir dengan kata tunggal (mufrad), yaitu Allah. Disebutkan dalam firman-Nya: Berzikirlah pada nama Tuhanmu, dan curahkan perhatianmu kepada-Nya dengan penuh kesungguhan. (Al-Muzzammil: 8)

Maksudnya, curahkan potensi-potensi dirimu hanya kepada-Nya, dengan pencurahan total, baik siang maupun malam. Isim mufrad adalah raja segala isim. Isim tersebut adalah nama Allah yang paling agung. Karenanya seorang murid harus senantiasa melantunkan zikir nama ini dengan lisannya, bergetar karenanya, sampai mengalir dalam daging dan sumsum tulang, memancarkan cahaya-cahaya ke sekujur tubuh. Hingga bersatulah antara sang pezikir dan pusat zikir. Zikir pun kemudian memasuki hati, menyusuri kawasan jiwa, hingga menembus pusat rahasia.

Saat itu lisan pun menjadi bisu. Sang murid mencapai dataran kesaksian dan kejelasan. Pada dataran ini, zikir lisan pun menjadi bagian dari dosa, ketika mencapai penyaksian pada alam kegaiban.

حَسَنَاتُ الْأَبْرَارِ سَيِّئَاتُ الْمُقَرَّبِيْنَ

Berbagai kebaikan bagi orang-orang baik, merupakan keburukan bagi orang-orang yang dekat dengan Allah.

Seorang penyair melantunkan:

Bila aku ingat kepada-Mu,

Tidak ada apa pun selain keprihatinan yang merisaukanku,

Hatiku, jiwaku, serta rahasia batinku,

Saat mengingat-Mu, sehingga,

Seakan ada malaikat pengawas, dari-Mu, berkata,

Tanpa menampilkan wajah wujudnya:

Jaga dirimu, dari celaka beserta mengingat,

Jaga dirimu,

Apa kamu tidak melihat al-Ḥaqq,

Yang telah memancar bukti-buktiNya?

Teruslah, temukan semuanya, dari rahasia makna-Nya,

Menuju rahasia maknamu.

Zikir mencakup jangkauan wilayahnya. Zikir dengan sendirinya bermula dan berakhir pada puncak pencapaian. Zikir merupakan pintu gerbang besar untuk memasuki kebesaran Allah.

Sebagaimana ungkapan penyair:

Zikirlah pintu gerbang besar, yang harus kamu masuki,

Maka jadikanlah tarikan dan hembusan nafasmu,

Untuk menjaga tempat persemayamannya.

 

2. Fi‘il / kata kerja (tindakan)

Yang dimaksud fi‘il di sini adalah berjuang melawan hawa nafsu dengan mengoyak-ngoyak kebiasaan-kebiasaan hina dan rendah.

Bagaimana kamu dapat mengoyak hukum alam, sedangkan kamu tidak dapat mengoyak kebiasaan-kebiasaan rendah nafsumu.

Banyak bicara terkoyak oleh diam. Banyak tidur terkoyak oleh keterjagaan. Banyak makan terkoyak oleh lapar.

Kebiasaan rendah paling berbahaya yang menggiurkan nafsu adalah mabuk kepemimpinan, kekuasaan, dan harta. Tenggelam dalam kehinaan, kefakiran, dan ketidakpopuleran, akan mengoyak nafsu tersebut.

Tenggelamkan adamu dalam bumi khumūl (ketidakpopuleran),

Karena apa pun yang tumbuh,

Dari biji yang tidak dipendam,

Tiada sempurna buahnya.

Yang dimaksud dengan khumūl, adalah segala sesuatu yang merendahkan kedudukan martabat dan menurunkan derajatnya di hadapan manusia. Mereka berkata: “Ketika seorang murid sudah jatuh menurut pandangan makhluk, maka dia mulia dalam pandangan al-Ḥaqq.” Ketika kehinaan, kerendahan, dan khumūl lebih terasa nikmat daripada kemuliaan, dia telah menguasai dirinya. Dan orang yang sudah menguasai dirinya, bagaikan menguasai wujud secara keseluruhan, sampai ke haribaan Tuhannya.

Sebagian ulama ma‘rifat mengatakan: “Perjalanan para pencari kebenaran berpuncak pada kesadaran akan diri mereka sendiri. Bila mereka sudah mencapainya, berarti mereka telah sampai.”

 

3. Ḥurūf

Yang dimaksud dengan ḥurūf adalah harapan, cita-cita, tabiat, pembawaan, dan perjuangan mencapai Allah. Ḥurūf ini harus dimiliki dalam permulaan perjalanan, dan bila telah sampai kepada Allah, hendaknya dilepaskan.

Syaikh Abu al-Hasan asy-Syadzili r.a. berkata: “Apabila memang harus ada ḥurūf dan tidak bisa dihindarkan adanya, maka ḥurūf yang ada antara kamu dengan Allah lebih baik daripada ḥurūf yang ada antara kamu dengan makhluk.” Ḥurūf yang dimaksud adalah pengharapan untuk mencapai satu martabat di antara martabat-martabat.

Ḥurūf yang berkilau adalah pengharapan dalam mencapai Allah, pada ridha-Nya, pada kemuliaan di tengah kemuliaan-kemuliaan para wali-Nya, pada nikmat-nikmatNya yang abadi. Ḥurūf kegelapan adalah pengharapan memenuhi panggilan-panggilan nafsu yang bersifat sementara, seperti kepemimpinan, kehormatan, kekuasaan, cinta dunia, dan tujuan-tujuan duniawi lain yang menjadi tujuan orang-orang yang bercita-cita rendah.

Dengan demikian, ketiga jenis kalām (isim, fi‘il, ḥurūf), dapat disepadankan dengan tiga tahapan yang harus dilalui seorang murid syari‘at, tarekat, dan hakikat. Syari‘at berdasarkan perkataan Nabi Muḥammad s.a.w. Tarekat berdasarkan perbuatan beliau. Hakikat berdasarkan keadaan batin pribadi beliau.

Beliau bersabda:

الشَّرِيْعَةُ أَقْوَالِيْ، وَ الطَّرِيْقَةُ أَفْعَالِيْ وَ الْحَقِيْقَةُ أَحْوَالِيْ

Syari‘at adalah ucapan-ucapanku. Tarekat adalah perbuatan-perbuatanku, dan hakikat adalah keadaan pribadiku.

Syari‘at adalah bahwa kamu beribadah kepada-Nya. Tarekat adalah bahwa kamu menuju kepada-Nya. Sementara hakikat adalah bahwa kamu menyaksikan keagungan-Nya. Syari‘at kebanyakan berupa ungkapan kata-kata. Tarekat kebanyakan berupa tindakan-tindakan, yaitu memerangi hawa nafsu dan menahan penderitaan. Sedangkan hakikat kebanyakan berupa budi pekerti dan bentuk-bentuk olah rasa.

Demikianlah arah isyarat dari ungkapan mushannif kitab al-Ajrumiyyah, isim, fi‘il dan ḥurūf, sebagaimana aku sebutkan di atas.

Syari‘at bagi orang-orang awam. Tarekat untuk para orang khusus. Hakikat milik orang-orang istimewa (terdekat-Nya). Orang awam mencukupkan diri berpegang pada aturan-aturan syari‘at lahir. Orang-orang khusus berpegang pada aturan syari‘at secara lahir, sembari bersuluk dalam tarekat untuk mencapai hakikat dengan membersihkan pribadi dan menyucikan hati. Merekalah orang-orang yang benar-benar berjalan di antara para murid.

Sedangkan orang-orang istimewa berpegang pada aturan syari‘at lahir dan pada perilaku tarekat secara batin. Cahaya-cahaya hakikat pun memancar atas diri mereka. Mereka berakhlak sebagaimana akhlak Nabi Muḥammad s.a.w., mewarisi keadaan pribadi dan ucapan beliau. Merekalah pewaris nabi yang sebenarnya. Mewarisi harta peninggalan secara sempurna, berupa ucapan-ucapan, perbuatan-perbuatan, dan perilaku hidup beliau.

Penulis al-Mabāḥits memberikan isyarat dengan berkata: “Ahli ilmu mengikuti perkataan-perkataan Nabi. Ahli ibadah tekun mengikuti perbuatan-perbuatan Nabi. Sementara sufi mengikuti Nabi dalam kedua hal ini dengan berlomba-lomba, dan mereka masih menambahkan dengan akhlak beliau.”

Al-Qusyairi menjelaskan tafsir firman Allah: Di antara mereka ada orang yang berbuat zalim pada dirinya sendiri, ada yang bertindak secara seimbang, dan ada yang bercepat-cepat dalam melakukan kebaikan-kebaikan. (Luqmān: 32).

Dia berkata: “Orang yang berbuat zalim pada dirinya sendiri adalah orang yang hanya berpegang pada ucapan-ucapan Nabi s.a.w. Orang yang bertindak secara seimbang adalah orang yang berpegang pada ucapan-ucapan dan perbuatan-perbuatan beliau. Sementara orang yang berpacu dalam kebaikan adalah orang yang berpegang pada akhlak beliau.” Artinya, orang yang memegang teguh akhlak Nabi s.a.w., setelah berpegang teguh pada ucapan dan perbuatan beliau.

Wallāhu ta‘ālā a‘lam.

Alamat Kami
Jl. Zawiyah, No. 121, Rumah Botol Majlis Dzikir Hati Senang,
RT 06 RW 04, Kp. Tajur, Desa Pamegarsari, Parung, Jawa Barat. 16330.