Tanwīn
Tanwīn adalah suara nūn mati tambahan yang berada di akhirnya kalimah isim namun tidak ada tulisannya. Ada 10 macam tanwīn, berikut rinciannya:
1. Tanwīn tamkīn; tanwīn ini bisa juga dinamakan tanwīn sharfī yaitu tanwīn yang berada pada isim-isim yang mu‘rab munsharifah (menerima perubahan dan menerima tanwīn). Seperti contoh lafazh: (رَجُلٍ وَ كِتَابٍ).
2. Tanwīn tankīr; yaitu tanwīn yang dimiliki sebagian dari isim yang mabnī (tetap atau tidak menerima perubahan). Fungsi dari tanwīn ini adalah untuk membedakan lafazh yang ma‘rifat dan lafazh yang nakirah. Contohnya lafazh (مَرَرْتُ بِسِيْبَوَيْه) jika (هَاء)nya lafazh (سِيْبَوَيْهِ) tidak ditanwīn, maka lafazh ini ma‘rifah ‘alam, sehingga yang dikehendaki lafazh ini adalah Imām Sibawaih yang masyhur akan keilmuannya dalam bidang nahwu. Sedangkan kalau lafazh (سِيْبَوَيْهٍ) ini ditanwīn maka lafazh ini adalah nakirah, sehingga yang dikehendaki adalah seseorang (siapa saja) yang memiliki nama ini (Sibawaihi). Tanwīn ini juga berlaku pada isim af‘āl yang mempunyai tujuan untuk membedakan antara yang mubham (samar) dan yang mu‘ayyan (ditentukan).
3. Tanwīn ‘iwadh; yaitu tanwīn yang berada pada akhirnya isim mudhāf yang mengganti dari lafazh mudhāf ilaih, baik adanya mudhāf ilaih itu berupa ḥurūf yang berada pada akhirnya isim nāqis yang tercegah dari tanwīn seperti lafazh (جَوَارٍ) dan (غَوَاشٍ) atau mudhāf ilaihnya berupa isim seperti contoh lafazh (كُلٌّ) dan (بَعْضٌ) atau mudhāf ilaihnya berupa jumlah seperti contoh: (وَ أَنْتُمْ حِيْنَئِذٍ تَنْظُرُوْنَ أَيْ حِيْنَ إِذْ بَلَغَتِ الرُّوْحُ الْحُلْقُوْمَ).
4. Tanwīn muqābalah; yaitu tanwīn yang berada pada jama‘ mu’annats sālim yang keberadaannya itu untuk membandingi nūnnya jama‘ mudzakkar sālim.
5. Tanwīn dharūrah; yaitu tanwīn yang berada pada munādā yang mabnī, baik dalam keadaan dhammah ataupun nashab.
6. Tanwīn ziyādah; tanwīn ini bisa juga dikatakan dengan tanwīn munāsabah, yaitu tanwīn yang berada pada isim yang ghairi munsharif (isim yang tercegah dari tanwīn), seperti contoh bacaannya Imām Nāfi‘: (سَلَاسِلًا وَ أَغْلَالًا) lafazh (سَلَاسِلًا) ditanwīn padahal lafazh itu adalah mengikuti shīghat muntah-al-jumū‘ yang sebenarnya tercegah dari tanwīn.
7. Tanwīn taktsīr; bisa juga dinamakan tanwīn hamzah yaitu tanwīn yang berada pada sebagian isim-isim yang mabnī dengan tujuan untuk memperbanyak, contohnya: (هؤُلَاءٍ قَوْمُكَ) dengan ditanwīn hamzah akhirnya lafazh (هؤُلَاءٍ).
8. Tanwīn hikāyah; yaitu tanwīn yang berada pada sebagian mauzūn, seperti contoh: (مِضْرَابٌ) mengikuti wazan (مِفْعَالٌ) dan lafazh (ضَارِبَةٌ) mengikuti wazan (فَاعِلَةٌ). Kedua wazan (مِفْعَالٌ) dan (فَاعِلَةٌ) tercegah dari tanwīn karena keduanya merupakan ‘alam jenis, maka keduanya tidak ditanwīn. Dan alasan pentawīnan tersebut hanya untuk hikāyat mauzūn.
9. Tanwīn tarnim; yaitu tanwīn yang berada pada akhirnya sebuah syair.
10. Tanwīn ghuluw; tanwīn yang berada pada akhirnya syair namun ḥurūf akhirnya harus berupa ḥurūf yang shaḥīḥ dan mati.
Dari kesepuluh macam tanwīn di atas yang kedua terakhir yakni tanwīn tarnim dan tanwīn ghuluw adalah tanwīn majāz, sedangkan selainnya adalah tanwīn yang khusus berada pada isim. (171).
Catatan: