Tā’ Ta’nīts.
Fungsi tā’ ta’nīts adalah untuk me-mu’annats-kan musnad ilaih, baik adanya musnad ilaih itu berupa fā‘il seperti (قَامَتْ هِنْدٌ) atau berupa nā’ib fā‘il seperti contoh: (ضُرِبَتْ هِنْدٌ). Jika dikatakan bahwa tā’ ta’nīts itu fungsinya untuk memu’annatskan fā‘il, maka kalimah fi‘il tidak boleh diberi tā’ ta’nīts. Tidak boleh dikatakan demikian, karena tā’ ta’nīts ini adalah tandanya kalimah fi‘il dan karena fi‘il dan fā‘il itu sama. (251).
Dalam tā’ ta’nīts ada catatan harus berupa tā’ ta’nīts yang mati, dan matinya harus berupa mati yang asli. Namun ketika tā’ ta’nīts ini diberi harakat karena untuk menghindari bertemunya dua ḥurūf yang mati, maka boleh, baik harakatnya berupa harakat kasrah seperti contoh: (قَالَتِ الْإِعْرَابُ آمَنَّا) atau berupa harakat fatḥah seperti contoh (قَالَتَا أَتَيْنَا طَائِعِيْنَ) atau berupa harakat dhammah seperti contoh: (وَ قَالَتُ اخْرُجْ). Dikecualikan dari tā’ ta’nīts yang mati adalah tā’ yang berharakat asli yang berada pada isim seperti contoh: (قَائِمَةٌ) dan (فَاطِمَةٌ), tā’ yang berada pada fi‘il seperti (تَقُوْمُ) dan tā’ yang berada pada ḥurūf seperti (رُبَّتْ وَ ثُمَّتْ). Di samping tandanya kalimah fi‘il bisa menerima tā’ ta’nīts juga bisa menerima dhamīr dan nūn taukīd seperti contoh: (قُمْتَ، قُنْتِ، لِيَكْتُبَنَّ، لِيَكْتُبَنْ، اُكْتُبَنَّ، اُكْتُبَنْ).
(262).
Kesimpulan dari tanda-tandanya fi‘il adalah ada tanda yang khusus untuk fi‘il mādhī yaitu tā’ ta’nīts, ada tanda yang khusus untuk fi‘il mudhāri‘ yaitu ḥurūf sīn dan saufa dan ada tanda untuk fi‘il mādhī dan fi‘il mudhāri‘ yaitu qad. Pengarang kitab nahwu tidak menjelaskan tandanya fi‘il amar karena hal ini akan kesulitan bagi para mubtadi’ (pelajar tingkat dasar). Tanda untuk fi‘il amar adalah adanya makna untuk memerintah atau menghasilkan sesuatu, bersamaan lafazh tersebut bisa menerima (يَاء المخاطبة) seperti contoh: (اِضْرِبِيْ).
(273).
Catatan: