Tata Cara Berdoa – Al-Ma’tsurat (3/3)

Al-Ma’tsūrāt
Kitab Doa Tertua

Diterjemahkan dari: Ad-Du‘ā-ul-Ma’tsūru wa Ādābuhu wa Mā Yajibu ‘alad-Dā’i Ittibā‘uhu
Karya: Abū Bakr ath-Thurthūsyī al-Andalūsī
 
Penerjemah: Muhammad Zaenal Arifin
Penerbit: Zaman

Rangkaian Pos: Tata Cara Berdoa - Al-Ma’tsurat

12

Di antara adab berdoa lainnya adalah memakan makanan yang halal. Barang kali ini adalah salah satu syarat dikabulkanya sebuah doa. Rasūlullāh s.a.w. pernah bersabda pada Sa‘d: “Wahai Sa‘d, makanlah makanan yang baik dan halal, niscaya doamu akan dikabulkan.” (111).

Dikatakan: “Doa adalah kunci kebutuhan, dan makanan halal adalah gemboknya.”

Yūsuf ibn Asbāth (122) berkata: “Doa seorang hamba takkan bisa sampai ke langit jika dibarengi dengan makanan yang buruk (haram).”

 

13

Di antara adab berdoa adalah ketika engkau memohon sesuatu kepada Allah s.w.t., tetaplah berpegang pada kerendahan diri dan kepasrahan total, dan fokuslah pada kebesaran dan kedermawanan-Nya. Renungkanlah perkataan Nabi Ya‘qūb yang direkam oleh al-Qur’ān ini: “Keputusan itu hanyalah bagi Allah, dan kepada-Nya aku bertawakkal.” (Yūsuf [12]: 67). Allah s.w.t. pun mengabulkan doa nabi-Nya ini.

Renungkanlah perkataan Nabi Yūsuf yang juga direkam oleh al-Qur’ān ini: “Jika aku tidak Engkau hindarkan dari tipu-daya mereka, niscaya aku akan cenderung untuk (memenuhi keinginan mereka) dan tentu aku termasuk orang yang bodoh.” Maka Tuhan memperkenankan doa Yūsuf, dan Dia menghindarkan Yūsuf dari tipu daya mereka. Dialah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.” (Yūsuf [12]: 33-34). Artinya, Allah Maha Mendengar semua doa, keinginan, maksud hamba-hambaNya. Di sini Allah s.w.t. kemudian mengabulkan doa Yūsuf ketika ia mengakui bahwa dirinya sangat lemah, lalu melepaskan daya dan kekuatannya, dan memasrahkan semuanya kepada-Nya.

Renungkan juga perkataan mereka yang juga direkam oleh al-Qur’ān: “Sekiranya Engkau menyelamatkan kami (dari bahaya) ini, pasti kami termasuk orang-orang yang bersyukur.” (Yūnus [10]: 22). Di sini, mereka memohon kepada Allah s.w.t. tanpa memasrahkan semua urusan kepada-Nya. “Tetapi ketika Allah menyelamatkan mereka, mereka malah berbuat kezhaliman di bumi tanpa alasan yang benar.” (Yūnus [10]: 23).

Renungkan juga apa yang telah diperbuat oleh Bani Ādam saat mereka mengemban amanah tanpa disertai kerendahan diri dan kepasrahan total kepada Allah. “Lalu dipikullah amanat itu oleh manusia. Sungguh, manusia itu sangat zhalim dan sangat bodoh.” (al-Aḥzāb [18]: 72). Di sini, manusia tidak bisa mengemban amanah. Renungkanlah juga firman Allah s.w.t.: “Dan jangan sekali-kali engkau mengatakan terhadap sesuatu: “Aku pasti melakukan itu besok pagi” kecuali dengan mengatakan: “In syā’ Allāh”.” (al-Kahfi [18]: 23-24). Jadi, pasrahkan semuanya kepada Allah s.w.t. dan lepaskanlah kekuatan dan daya manusiawimu, niscaya engkau akan mendapatkan keinginanmu. In syā’ Allāh.

 

14

Di antara adab berdoa adalah seperti penuturan Abū Sulaimān ad-Dāranī (133) berikut: “Ketika engkau memohon sesuatu kepada Allah s.w.t., awalilah dengan mengucap (selawat dan salam) atas Nabi s.a.w., lalu berdoalah sekehendakmu, dan tutuplah juga dengan (selawat dan salam) atas beliau. Melalui kemuliaan Nabi s.a.w., Allah s.w.t. akan menerima doa tersebut, dan Allah s.w.t. adalah Dzāt yang paling mulia.”

 

15

Di antara adab berdoa adalah mengerjakan amal shalih terlebih dahulu sebelum memanjatkan doa, seperti shalat, sedekah, dan sebagainya.

 

16

Dalam berdoa meminta hujan (istisqā’), misalnya, kita dianjurkan untuk terlebih dahulu mengerjakan shalat, puasa, sedekah, dan amal-amal shalih lainnya. Inilah yang sudah diteladankan oleh generasi pendahulu kita.

‘Abdullāh ibn ‘Umar (144) berkata: “Ketika engkau ingin berdoa, awalilah dengan sedekah atau shalat atau amal kebaikan, lalu berdoalah sesuai keinginanmu.”

Wahb ibn Munabbih (155) berkata: “Perumpamaan orang yang berdoa tanpa perbuatan baik adalah seperti orang yang memanah tanpa menggunakan anak panah.”

Catatan:

  1. 11). Risālat-ul-Qusyairiyyah, II/530. Di antara syarat dikabulkannya doa adalah makanan yang dikonsumsi harus halal.
  2. 12). Adz-Dzahabī berkata: “Yūsuf ibn Asbāth adalah salah satu syaikh terkemuka dan memiliki nasehat-nasehat dan hikmah.” (Lihat: Ḥilyat-ul-Awliyā’, VIII/238, dan Siyaru A‘lam-in-Nubalā’, IX/169.)
  3. 13). Abū Sulaymān ‘Abd-ur-Raḥmān ibn Aḥmad ibn ‘Athiyyah al-‘Ansī; seorang zahid terkemuka dan dikenal dengan nama Abū Sulaymān ad-Dārānī. Nama ad-Dārānī ini dinisbahkan pada tempat kelahirannya, yaitu negeri Dāriyā – sebuah wilayah dekat Damaskus. Terjadi perbedaan pendapat mengenai tahun kematiannya. (Lihat: Wafyāt-ul-A‘yān, II/124, dan Tārīkhu Dāriyā [hlm. 51]).
  4. 14). ‘Abdullāh ibn ‘Umar ibn-il-Khaththāb; salah seorang sahabat terkemuka Nabi s.a.w., menyaksikan peristiwa penaklukan kota Makkah (Fatḥu Makkah), memberi fatwa kepada kaum muslim selama 60 tahun, dan meninggal dunia pada tahun 73 H. (Lihat: al-Ishābah II/347 dan Siyaru A‘lam-in-Nubalā’, III/203.)
  5. 15). Wahb ibn Munabbih ash-Shan‘ānī; seornag pakar sejarah, memiliki pengetahuan luas tentang kitab-kitab sebelum al-Qur’ān, tābi‘īn terkemka, memangku jabatan qādhī (hakim agung) di Shan‘ā pada masa pemerintahan khalifat ‘Umar ibn-ul-Khaththāb, dan meninggal dunia pada tahun 114 H. (Lihat: Wafyāt-ul-A‘yān, II/124, dan al-A‘lām, VIII/125).

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *