Puasa Senin-Kamis – Panduan Puasa Terlengkap (1/2)

Panduan Puasa Terlengkap
Penulis: Efri A. Al-Bakary
 
Dicetak oleh: PT Gelora Aksara Pratama
Penerbit: Erlangga

Rangkaian Pos: 005 Puasa Senin-Kamis - Panduan Puasa Terlengkap

5.

Puasa Senin-Kamis

1. SYARĪ‘AT PUASA SENIN-KAMIS.

Puasa Senin-Kamis adalah puasa yang paling sering dilakukan oleh Nabi Muḥammad s.a.w. Dari Abū Hurairah: “Bahwasanya Rasūlullāh s.a.w. adalah orang yang paling banyak berpuasa pada hari Senin dan Kamis. Ketika ditanya tentang alasannya, Rasūlullāh s.a.w. bersabda: “Sesungguhnya segala ‘amal perbuatan dipersembahkan pada hari Senin dan Kamis, maka Allah akan mengampuni dosa setiap orang Muslim atau setiap orang Mu’min, kecuali dua orang yang bermusuhan. Maka Allah berfirman: “Tangguhkan keduanya.” (HR. Aḥmad).

Rasūlullāh s.a.w. sangat menganjurkan kepada umatnya untuk melaksanakan puasa Senin-Kamis. Beliau juga sangat antusias menjalankannya. Hal ini dapat terungkap lewat sebuah hadits dari ‘Ā’isyah binti Abī Bakar. Umm-ul-Mu’minīn ‘Ā’isyah berkata: Nabi Muḥammad s.a.w. sangat antusias senang melaksanakan puasa Senin dan Kamis.” (HR. Tirmidzī, Nasā’ī, dan Ibnu Mājah).

2. KEUTAMAAN HARI SENIN DAN KAMIS.

Senin dan Kamis merupakan dua nama hari dalam kalander Hijriah maupun Masehi. Dua hari ini memiliki keistimewaan tersendiri. Keistimewaannya dapat kita cari penyebabnya, tapi ada juga yang hanya secara makna saja. Penganjuran berpuasa sunnah pada kedua hari ini saja sudah menunjukkan keistimewaan tersendiri.

Ada yang berpendapat, hari Senin menjadi istimewa karena hari itu Nabi Muḥammad s.a.w. dilahirkan. Sebagaimana tercatat dalam sejarah Nabi lahir di Makkah pada hari Senin, tanggal 12 bulan Rabī‘-ul-Awwal tahun Gajah. Pada hari kelahiran Nabi Muḥammad s.a.w. banyak terjadi peristiwa besar yang menandakan manusia utusan Allah s.w.t. yang paling mulia telah terlahir ke dunia. Di antaranya yang diriwayatkan oleh Sa‘ad, bahwa ibunda Rasūlullāh s.a.w. berkata: “Setelah bayiku lahir, aku melihat ada cahaya keluar dari rahimku, menyinari istana-istana di Syām.

Puasa sunnah yang merujuk langsung pada hari Senin-Kamis ini disandingkan dengan beberapa puasa lain yang sunnah masyhur di zaman Nabi dalam sebuah hadits. Rasūlullāh s.a.w. pernah ditanya tentang puasa pada hari ‘Arafah. Nabi s.a.w. menjawab: “Puasa itu menghapus dosa tahun yang lalu dan tahun yang akan datang.” Dan beliau ditanya tentang puasa ‘Āsyūrā’ dan menjawab: “Puasa itu menghapus dosa tahun yang lalu.” Beliau ditanya lagi tentang puasa Senin-Kamis, lalu menjawab: “Pada hari itu adalah hari di mana aku dilahirkan, aku dijadikan seorang utusan (Rasūl), dan pada hari itu juga aku menerima wahyu.” (HR. Muslim).

Lalu, bagaimana dengan hari Kamis? Apa dan kenapa hari Kamis menjadi istimewa sehingga kita disunnahkan untuk berpuasa pada hari itu?

Hari Kamis dan hari Senin adalah hari dilaporkannya amalan mingguan seorang hamba. Hal ini termaktub dalam hadits dari Abū Hurairah: “Sesungguhnya segala ‘amal perbuatan dipersembahkan pada hari Senin dan Kamis….” (HR. Aḥmad).

Hari Senin dan Kamis juga adalah hari dibukanya pintu surga. Rasūlullāh s.a.w. bersabda: “Pintu-pintu di surga dibuka pada hari Senin dan Kamis. Maka pada hari itu akan diampuni setiap hamba yang tidak mempersekutukan Allah dengan sesuatu apa pun, kecuali orang yang di antara dirinya dan saudaranya terdapat permusuhan. Lalu dikatakan: “Lihatlah kedua orang itu hingga mereka berdamai.” (HR. Muslim, Abū Dāūd, dan an-Nasā’ī).

Kelebihan lain dari hari Kamis adalah bahwa hari itu Rasūlullāh s.a.w. kerap melaksanakan perjalanan. Dari Ka‘ab bin Mālik, mengatakan: “bahwa Nabi keluar pada hari Kamis di peperangan Tabuk dan beliau suka keluar (untuk melakukan perjalanan) pada hari Kamis.” (HR. Bukhārī dan Muslim).

Dalam riwayat Sakhar bin Widā‘ah ia menceritakan bahwa dirinya mendapatkan keberuntungan banyak dalam berniaga pada hari Kamis. Hal itu terjadi karena ia mengikuti anjuran Rasūlullāh s.a.w.: “Nabi bersabda: “Ya Allah berkahilah umatku pada pagi hari.” Rasūlullāh s.a.w. jika mengutus tentara untuk berperang sariyah (yang tidak dipimpin Rasūlullāh s.a.w.), beliau mengutus pada permulaan siang dan Sakhar adalah seorang pedagang. Ia membawa barang dagangannya pada permulaan siang, sehingga ia mendapat keuntungan yang berlimpah.” (HR. Abū Dāūd).

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *