Lebih Baik Berdoa atau Berdzikir dan Memuji-Nya? – Al-Ma’tsurat

Al-Ma’tsūrāt
Kitab Doa Tertua

Diterjemahkan dari: Ad-Du‘ā-ul-Ma’tsūru wa Ādābuhu wa Mā Yajibu ‘alad-Dā’i Ittibā‘uhu
Karya: Abū Bakr ath-Thurthūsyī al-Andalūsī
 
Penerjemah: Muhammad Zaenal Arifin
Penerbit: Zaman

12.

Lebih Baik Berdoa atau Berdzikir dan Memuji-Nya?

 

Sejumlah ‘ulamā’ berpendapat bahwa berdzikir kepada Allah s.w.t., menghaturkan pujian kepada-Nya, dan menyucikan-Nya itu jauh lebih utama dan lebih tepat bagi terpenuhinya sebuah permohonan ketimbang berdoa. Di antara ‘ulamā’ tersebut adalah Sufyān ibn ‘Uyainah. (1321) Pendapat seperti ini juga diyakini oleh Abū Nashr ibn ash-Shabbāgh asy-Syāfi‘ī. (1332).

Dalil mereka adalah sebuah riwayat yang menyebutkan bahwa Umayyah ibn Abish-Shalt pernah bermaksud meminta sesuatu kepada ‘Abdullāh ibn Jad‘an. Ibn Abish-Shalt lalu bersyair:

Haruskah aku terus-terang meminta kebutuhanku atau cukup bagiku –
Rasa maluku terhadapnya, sesungguhnya kelemahanku adalah rasa malu.
Apabila suatu hari seseorang memujimu
Cukup baginya pujian untuk menyindirmu. (1343).

Demikianlah makhluq yang memiliki harta ketika dipuji. Bagaimana jika itu dipraktikkan kepada Sang Pencipta, jika seorang hamba memuji-Nya?!

Dalam sebuah hadits qudsi yang shaḥīḥ, Nabi s.a.w. bersabda: “Barang siapa yang menyibukkan diri dengan mengingat-Ku (berdzikir), niscaya Aku akan memberikan kepadanya yang terbaik dari apa yang akan Aku berikan kepada orang-orang yang memohon.” (1354).

Menurut pena’wilan sejumlah ‘ulamā’, barang kali di dalam hadits ini Allah s.w.t. hendak berfirman: “Aku akan memberikan kepadanya sesuatu yang terbaik dari yang akan Aku berikan kepada orang-orang yang memohon.” Artinya, ingatnya (dzikir) seorang hamba kepada-Ku telah membuat-Ku mengabulkan permohonannya. Ini sebagaimana firman Allah s.w.t.: “Ingatlah kepada-Ku niscaya Aku akan mengingatmu.” (al-Baqarah [2]: 152). Seolah-olah ingat kepada Allah s.w.t. merupakan cara terbaik untuk memohon. Dalilnya adalah firman: “Dan mengingat Allah itu lebih besar keutamaannya dari ibadah yang lain.” (al-‘Ankabut [29]: 45). Jadi, apabila mengingat Allah s.w.t. merupakan ibadah terbaik, tentu pahalanya adalah yang terbaik juga.

Barang kali juga di dalam hadits ini Allah s.w.t. hendak berfirman: “Barang siapa yang sibuk mengingat-Ku sebelum Aku menciptakannya, mengetahui pertolongan-Ku kepadanya, mengetahui bagaimana Aku telah memindahkannya ke alam rahim sampai Aku telah menjadikannya sebagai makhluq paling sempurna, lalu mengajarkannya keimanan sebelum Aku menciptakannya dan sebelum dirinya memohon kepada-Ku; niscaya Aku akan memberikan kepadanya lautan anugerah-Ku.”

Perkataan Yūnus a.s. “Tidak ada tuhan (yang berhak disembah) melainkan Engkau, Maha Suci Engkau. Sungguh, aku termasuk orang-orang yang zhalim. Maka Kami kabulkan doanya.” (al-Anbiyā’ [21]: 87). Menunjukkan bahwa pengesaan, pengakuan dosa, dan pujian adalah doa, sementara doa bukanlah pujian. Artinya, pujian jauh lebih utama ketimbang doa. Alasannya, pujian meliputi sanjungan sekaligus doa. Inilah ma‘na sesungguhnya dari sabda Nabi s.a.w. yang diriwayatkan oleh Mālik: “Doa yang paling utama adalah doa pada hari ‘Arafah, dan perkataan yang paling utama yang aku dan para nabi sebelumku ucapkan adalah kalimat lā ilāha illā Allāh.” (1365).

Catatan:

  1. 132). Abū Muḥammad Sufyān ibn ‘Uyainah al-Hilālī al-Kūfī, seorang ‘ulamā’ terkemuka dan memiliki banyak karya di bidang ‘ilmu al-Qur’ān dan hadits. Ia dilahirkan pada tahun 107 H. dan meninggal dunia di tahun 198 H.
  2. 133). Abū Nashr ‘Abd-us-Sayyid ibn Muḥammad ibn ‘Abd al-Wāḥid, atau lebih dikenal dengan nama Abū Nashr ash-Shabbāgh penulis kitab asy-Syāmilu wal-Kāmil. Ia merupakan salah satu ahli fikih terkemuka di kalangan madzhab asy-Syāfi‘ī. As-Subkī mengatakan: “Ia adalah imam besar. Kepemimpinan para sahabat berujung pada dirinya. Ia lalu ibadah, ahli fikih, ahli agama, yang lahir pada tahun 400 H dan wafat pada tahun 477 H.” Lihat: Thabaqāt-usy-Syāfi‘yyah, V/122 dan sesudahnya.
  3. 134). Dīwān Umayyah ibn Abī Shalt, hlm. 333.
  4. 135). Asnā-l-Mathālib, hlm. 72. Hadits lainnya adalah: “Aku akan bersama hamba-Ku selama ia mengingat-Ku dan dua bibirnya bergerak (berdzikir) untuk-Ku.”
  5. 136). Al-Muwaththa’, I/214-215.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *