2-1 Rahasia-rahasia di Balik Kalam – Huruf-huruf Magis

Dari Buku:
Huruf-huruf Magis
(Judul Asli: Maniyyah al-Faqir al-Munjarid wa Sairah al-Murid al-Mutafarrid)
Oleh: Syaikh Abdul Qadir bin Ahmad al-Kuhaniy
Penerjemah: Diya' Uddin & Dahril Kamal
Penerbit: Pustaka Pesantren

Rangkaian Pos: 002 Rahasia-rahasia di Balik Kalam - Huruf-huruf Magis

BAB II

RAHASIA-RAHASIA DI BALIK KALĀM.

 

Mushannif (11) kitab al-Ajrumiyyah mengatakan:

الْكَلَامُ هُوَ اللَّفْظُ الْمُرَكَّبُ الْمُفِيْدُ بِالْوَضْعِ

Kalām adalah susunan kata, yang memberikan manfaat dan diucapkan dengan sadar.

Kalām (22) menurut para ahli bahasa adalah susunan kata yang berasal dari ucapan lisan dan perbuatan nyata. Pengujarnya adalah orang yang menyadari posisinya, menunjukkan pada jalan Allah dengan ucapannya, bermanfaat bagi hati pendengarnya. Dapat berupa pengetahuan, cahaya, maupun rahasia-rahasia.

Dalam kitab al-ikam terdapat ungkapan:

تَسْبِقُ أَنْوَارُ الْحُكَمَاءِ أَقْوَالَهُمْ فَحَيْثُ صَارَ التَّنْوِيْرُ وَصَلَ التَّعْبِيْرُ

“Cahaya-cahaya kebijaksanaan orang-orang bijak tampil mendahului ucapan-ucapan mereka. Pada saat pencerahan sudah terjadi, barulah kemudian datang penjelasannya.”

Hanya kalām yang menyentuh hati yang dapat membangkitkan dan melahirkan kerinduan pada Kehadiran Suci. Hanya kalām yang menghunjam hati yang menghadirkan ketakutan berbuat dosa.

الْكَلِمَةُ إِذَا خَرَجَتْ مِنَ الْقَلْبِ وَقَعَتْ فِي الْقَلْبِ

Artinya, setiap kalām yang berasal dari hati, akan sampai ke hati (diterima dengan hati). Itulah kalām yang bermanfaat. Melahirkan ketakutan yang mengurangi kemaksiatan, mampu menebar kerinduannya yang menggelisahkan. Sebaliknya, bila kalam hanya berasal dari lisan, yang berhak menerima hanyalah telinga.

Kita juga bisa mengatakan: “Kalam menurut orang-orang bijak adalah susunan kata yang membahaskan ucapan dan perbuatan. Apabila kalām hanya berupa ucapan, tanpa dibarengi perbuatan, ia tidak akan mampu menyentuh hati. Karena kondisi yang demikian dengan sendirinya telah menunjukkan palsunya perkataan.”

Seseorang yang memberi nasihat, jika lebih dulu mengamalkan nasihatnya maka akan terasa menggugah dan bermanfaat. Jika tidak, nasihatnya bagaikan pukulan terhadap besi yang dingin.

Seorang penyair berpesan:

Ingatlah wahai pengajar sesamanya,
Bukankah pengajaran itu juga berlaku bagi dirimu,
Kamu jelaskan obat bagi orang yang sakit dan lemah,
Supaya mereka sehat dengan obat itu,
Padahal kamu sendiri dalam keadaan sakit.

Kami melihat,
Kamu suntikkan petunjuk pada akal kami,
Dengan dalih sebagai nasihat,
Padahal dirimu sendiri tidak tersentuh petunjuk.

Mulailah dengan dirimu sendiri,
Cegahlah dari penyelewengan,
Bila sudah,
Kamulah orang bijaksana.

Saat itu, apa yang kamu katakan, akan diterima,
Nasihatmu akan diikuti, dan
Pengajaran akan benar-benar bermanfaat.

Janganlah kamu melarang satu perbuatan,
Selama kamu masih melakukannya,
Merupakan cacat yang besar,
Bila kamu melakukannya.”

Jika mau, Anda bisa merumuskan: “Kalām yang bermanfaat bagi yang mengucapkannya.” Yakni: susunan kata yang melukiskan hati dan lisan. Bermanfaat. Bersemayam di hati. Menciptakan pencerahan. Meningkatkan derajat dan penyaksian. Itulah dzikir hakiki, menggunakan lisan dan hati, hati dan jiwa, atau jiwa dan rahasia batin. Rahasia batin adalah kesaksian yang abadi.

Bermanfaat juga berarti bahwa kalām tersebut mendatangkan pahala besar dan menuai kebaikan yang melahirkan keindahan. Demikianlah zikir lisan dan hati tanpa guru, atau amar ma‘rūf nahi munkar. Selain yang demikian hanyalah keterlenaan, kesia-siaan, permainan, menyia-nyiakan usia, dan terjebak pada hal-hal yang tidak bermanfaat.

Allah berfirman:

لاَ خَيْرَ فِيْ كَثِيْرٍ مِّنْ نَّجْوَاهُمْ إِلاَّ مَنْ أَمَرَ بِصَدَقَةٍ أَوْ مَعْرُوْفٍ أَوْ إِصْلاَحٍ بَيْنَ النَّاسِ

Tidak ada kebaikan dalam banyak hal dari bisikan-bisikan rahasia mereka, kecuali orang yang memerintahkan sedekah, berbuat baik, atau membangun perdamaian antara sesama manusia.” (an-Nisā’:113)

Nabi bersabda: “Di antara (hal yang menunjukkan) bagusnya keislaman seseorang adalah meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat baginya.

Pembicaraan, apa pun juga, akan berakibat tidak menguntungkan dirimu, kecuali dzikir kepada Allah dan hal-hal yang berkaitan dengannya. Dalam hadits Rasulullah s.a.w. bersabda: “Allah merahmati seorang hamba yang diam sehingga selamat, atau berbicara sehingga mencapai tujuan.

Semoga Allah merahmati penyair yang menyenandungkan bait ini:

Pembicaraan di antara manusia,
Jika disamakan, laksana perak putih.
Diamnya manusia bagaikan emas,
Pahamilah,
Semoga Allah menunjukkan etika pencarian.

Aku mendengar Syaikhuna al-Buzidi berkata: “Seorang faqir yang benar, hanya dengan satu kata bisa memenuhi seribu kebutuhan. Sedangkan faqir pembohong berbicara dengan seribu kata, namun tidak bisa memenuhi satu kebutuhan pun.”

Aku pernah menulis surat kepada seorang teman. Setelah berbicara seperlunya, aku katakan: “Kamu tidak akan menemukan seorang pencari mencapai wushūl kepada Allah, kecuali dia adalah ahli dzikir, ahli membaca, ahli shalat, ahli mengingatkan, atau ahli mendengarkan. Waktu mereka terpenuhi dengan kegiatan. Setiap gerak dan diamnya diawasi dengan keikhlasan. Apabila berbicara, maka isinya tentang mengingat Allah atau hal-hal yang mendekatkan dia kepada Allah. Apabila diam, maka diamnya dari mempergunjingkan Allah. Dia mendidih dalam keagungan Allah atau dalam hal-hal yang mendekatkan dirinya kepada Allah. Apabila bergerak, geraknya dengan kehendak dan kekuasaan Allah. Apabila diam, diamnya dalam rasa bersama Allah. Merasakan kehadiran-Nya; lebur dengan Tuhannya, melenyapkan dirinya.

Dia tidak berdaya bercerita tentang keadaan dirinya, tidak memiliki ikatan yang tetap dengan selain Allah. Ketenteraman jiwanya dengan Allah. Duduknya bersama kehadiran Allah. Takwa adalah bekal kehidupannya. Qana‘ah adalah penolong hidupnya. Pedoman hidupnya bentangan samudra pengetahuan hakiki. Dia benar-benar mencukupkan diri dengan Allah, tidak butuh kepada selain-Nya. Dia lemparkan dunia beserta hawa nafsunya ke belakang punggungnya. Dia jadikan Allah sebagai teman. Dia tinggalkan semua manusia, sebagai orang lain.

Dalam diam dari hal-hal yang tidak berkaitan dengan Allah, tersembunyi hikmah-hikmah dan rahasia-rahasia yang tidak bisa dirasakan, kecuali oleh orang yang diberi kemampuan melakukannya oleh Allah, serta berakhlak mulia terhadap-Nya.”

Wallāhu a‘lam.

Catatan:


  1. 1). Penulis atau pengarang kitab.
  2. 2). Kalām dalam bahasa Indonesia sepadan dengan kalimat, sedangkan lafazh atau kalimah sepadan dengan kata.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *