الصَّحِيْحُ لِغَيْرِهِ
SHAḤĪḤ LI GHAIRIHI
“Shaḥīḥ li ghairihi” artinya: yang Shaḥīḥ karena yang lainnya, yaitu yang jadi sah karena dikuatkan dengan jalan (sanad) atau keterangan lain.
“Shaḥīḥ li ghairihi” menurut ketetapan ahli Ḥadīts, ada macam-macam rupa, yaitu:
Berikut ini, saya unjukkan keterangan dan contoh bagi tiap-tiap satu dari a, b, c dan d, tersebut.
Contoh bagi (a):
حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ عَلِيٍّ قَالَ: حَدَّثَنَا أَبُوْ قُتَيْبَةَ قَالَ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمنِ ابْنُ عَبْدِ اللهِ بْنِ دِيْنَارٍ عَنْ أَبِيْهِ قَالَ: سَمِعْتُ ابْنَ عُمَرَ يَتَمَثَّلُ بِشِعْرِ أَبِيْ طَالِبٍ….. (البخاري).
Artinya: (Bukhārī berkata): Telah menceritakan kepada kami, ‘Amr bin ‘Alī, ia berkata: telah menceritakan kepada kami, Abū Qutaibah, ia berkata: telah menceritakan kepada kami, ‘Abd-ur-Raḥmān bin ‘Abdillāh bin Dīnār dari bapaknya, ia berkata: “Aku pernah mendengar Ibnu ‘Umar meniru syi‘ir Abī Thālib…..” (33)
Keterangan:
Susunan sanad Riwāyat di atas, kalau kita atur, menjadi begini:
Sanad Riwāyat ini, bersambung dari No. 1 sampai No. 6, dan rāwī-rāwīnya orang-orang kepercayaan dengan sempurna, hanya ‘Abd-ur-Raḥmān bin ‘Abdillāh bin Dīnār (No. 4) (44) sahaja derajatnya ada kurang sedikit dari yang lain-lain, tetapi tidak lemah.
Maka martabat sanad yang begini rupanya, dinamakan Ḥasan li dzātihi.
Riwāyat-riwāyat ada juga diceritakan oleh Imām Ibnu Mājah dalam kitab Ḥadītsnya. (55) Susunan sanadnya begini:
Riwāyat Ibnu Mājah ini, sanadnya bersambung. Rāwī-rāwī No. 1, 3, 4, 6 dan 7, kepercayaan, sedang rāwī No. 2 dan No. 5 (66) martabatnya kurang sedikit dari lima rāwī tadi, tetapi tidak lemah.
Yang seperti ini juga dinamakan: Ḥasan li dzātihi.
Ringkasnya: Ḥasan Li Dzātihi riwayat Ibnu Mājah sama derajatnya dengan Ḥasan li dzātihi riwāyat Bukhārī. Dua sanad tersebut menunjukkan, bahwa Ḥasan li dzātihi dari riwāyat Bukhārī dikuatkan dengan Ḥasan li dzātihi dari riwayat Ibnu Mājah.
Yang begini rupanya, dinamakan “Shaḥīḥ li ghairihi”.
Contoh bagi (b):
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمنِ، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ عَبْدِ اللهِ ابْنِ مُحَمَّدِ بْنِ عَقِيْلٍ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ الْحَنَفِيَّةِ عَنْ عَلِيٍّ عَنِ النَّبِيِّ (ص) قَالَ: مِفْتَاحُ الصَّلَاةِ الطَّهُوْرُ وَ تَحْرِيْمُهَا التَّكْبِيْرُ وَ تَحْلِيْلُهَا التَّسْلِيْمُ. (الترمذي)
Artinya: (Kata Tirmidzī): Telah menceritakan kepada kami Muḥammad bin Basysyār, (ia berkata): telah menceritakan kepada kami, ‘Abd-ur-Raḥmān, (ia berkata): telah menceritakan kepada kami, Sufyān, dari ‘Abdullāh bin Muḥammad bin ‘Aqīl, dari Muḥammad bin al-Ḥanafiyyah, dari ‘Alī dari Nabi s.a.w., beliau bersabda: “Pembuka shalat itu, ialah bersuci, dan yang memasukkan (seseorang) ke dalam shalat, adalah takbir; dan yang mengeluarkan (seseorang) dari shalat itu, ialah salam”. (77).
Susunan sanadnya jagi:
Keterangan:
Rāwī-rāwī yang ada dalam sanad ini semua orang-orang kepercayaan, melainkan ‘Abdullāh bin Muḥammad bin ‘Aqīl saja, walaupun ia seorang yang benar, tetapi tentang hafalannya – kuat tidaknya – masih dalam perselisihan, yakni di antara ‘ulama’ ada yang menganggap hafalannya tidak kuat, dan ada yang menganggap kuat. (88).
Oleh karena itu, riwayat ‘Abdullāh bin Muḥammad bin ‘Aqīl ini dianggap Ḥasan li dzātihi.
Sanad Tirmidzī ini dikuatkan dengan enam jalan lain dan keterangan, yaitu:
Rāwī-rāwī ada dalam sanad ini, semua kepercayaan, melainkan Abū Sufyān as-Sa‘dī (No. 4), nama benarnya Thārif bin Syihāb, seorang rāwī yang lemah. (1010)
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ (ص) يَفْتَتِحُ الصَّلَاةَ بِالتَّكْبِيْرِ وَ يَفْتَتِحُ الْقِرَاءَةَ بِالْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ وَ يَخْتِمُهَا بِالتَّسْلِيْمِ. (الدارمي 1:281)
Artinya: Adalah Rasūlullāh s.a.w. memulai shalat dengan takbīr, dan mulai bacaan dengan “Alḥamdulillāhi rabb-il-‘ālamīn”, dan menyudahinya dengan “salām”. (HR. ad-Dārimī: 1: 281).
Ringkasnya: Ḥadīts Ḥasan li dzātihi yang diriwāyatkan oleh Tirmidzī itu, dikuatkan dengan enam macam jalan dan keterangan.
Jadi riwāyat Tirmidzī tersebut, sesudah dibantu dengan yang lain, dinamakan Shaḥīḥ li ghairihi.