0-4 Penerangan (Tentang Nama-nama Sanad) – Ilmu Mushthalah Hadits

PENERANGAN (TENTANG NAMA-NAMA SANAD).

Sebelum masuk dalam pembicaraan pasal-pasal yang akan datang, hendaklah lebih dahulu kita mengenal beberapa perkataan yang berhubung dengannya, supaya mudah memahami keterangan-keterangan di pasal-pasal itu.

Untuk merupakan kata-kata itu, berikut ini saya unjukkan satu Ḥadīts dari kitab “Shaḥīḥ Bukhārī”, bab pertama. (11).

Imām Bukhārī berkata:

حَدَّثَنَا الْحُمَيْدِيُّ عَبْدُ اللهِ بْنُ الزُّبَيْرِ قَالَ: حَدَّثَنَا سُفْيَانُ قَالَ: حَدَّثَنَا يَحْيَ بْنُ سَعِيْدٍ الْأَنْصَارِيُّ قَالَ: أَخْبَرَنِيْ مُحَمَّدُ بْنُ إِبْرَاهِيْمَ التَّيْمِيُّ أَنَّهُ سَمِعَ عَلْقَمَةَ بْنَ وَقَّاصٍ اللَّيْثِيَّ يَقُوْلُ: سَمِعْتُ عُمَرَ بْنَ لْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَلَى الْمِنْبَرِ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ (ص) يَقُوْلُ: إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ.

Artinya: Telah menceritakan kepada kami al-Ḥumaidī ‘Abdullāh bin Zubair, ia berkata: telah menceritakan kepada kami, Sufyān, ia berkata: telah menceritakan kepada kami, Yaḥyā bin Sa‘īd al-Anshārī, ia berkata: telah mengkhabarkan kepadaku, Muḥammad bin Ibrāhīm at-Taimī, bahwa ia mendengar ‘Alqamah bin Waqqāsh al-Laitsī berkata: aku telah mendengar ‘Umar Ibn-ul-Khaththāb r.a. berkata atas mimbar: “Aku telah mendengar Rasūlullāh s.a.w. bersabda: “Sesungguhnya amal-amal itu, tidak lain melainkan (bergantung) kepada niat-niat.” (Bukhārī).

Dari Ḥadīts ini, kalau kita susun orang-orang yang menceritakannya, dari mulai Imām Bukhārī sampai kepada Rasūlullāh s.a.w. akan berupa begini:

  1. Bukhārī,
  2. Al-Ḥumaidī ‘Abdullāh bin az-Zubair,
  3. Sufyan,
  4. Yaḥyā bin Sa‘īd al-Anshārī,
  5. Muḥammad bin Ibrāhīm at-Taimī,
  6. ‘Alqamah bin Waqqāsh al-Laitsī,
  7. ‘Umar bin al-Khaththāb,
  8. Rasūlullāh s.a.w.

Keterangannya:

  1. Dari perkataan “telah menceritakan” yang di permulaan Ḥadīts tersebut, sampai perkataan “Rasūlullāh bersabda” dinamakan Sanad, atau Musnad, atau Isnād.
  2. Tiap-tiap seorang dari No. 1 sampai No. 7, yaitu dari Bukhārī sampai ‘Umar, masing-masing disebut Rāwī atau Musnid.
  3. Bukhārī saja, sebagai pencatat Ḥadīts, dikatakan: Mukharrij.
  4. ‘Umar dikatakan Shaḥābī (shahabat Nabi).
  5. ‘Alqamah, sebagai shahabat bagi shahabat Nabi s.a.w., dinamakan Tābi‘ī.
  6. Sabda Nabi s.a.w. dari “Sesungguhnya” sampai akhir, dinamakan Matan.
  7. al-Ḥumaidī, sebagai orang permulaan sesudah pencatat Ḥadīts (Bukhārī), maka sanadnya dikatakan : Awwal Sanad.
  8. ‘Umar, sebagai tukang cerita yang akhir, sanadnya disebut: Akhir Sanad.
  9. Sufyān, Yaḥyā, Muḥammad dan ‘Alqamah, sanadnya dinamakan Pertengahan Sanad, karena adanya antara Awwal Sanad dan Akhir Sanad.

Penjelasan:

Keterangan di atas, jalannya begini:

  1. Sanad artinya: sandaran.

Musnad artinya: yang disandarkan atau tempat sandaran.

Isnād artinya: menyandarkan.

Bukhārī berkata, bahwa al-Ḥumaidī menceritakan kepada-nya. Cara begini dan yang seumpamanya, dikatakan Bukhārī “menyandarkan” kepada al-Ḥumaidī.

Perantaraan Bukhārī dengan al-Ḥumaidī itu dinamakan “sandaran”.

al-Ḥumaidī disebut “musnad”, karena Bukhārī menyandarkan kepadanya, atau karena Bukhārī menjadikan dia sebagai tempat sandaran cerita.

Begitu juga al-Ḥumaidī dengan Sufyān: Sufyān dengan Yaḥyā; Yaḥyā dengan Muḥammad, Muḥammad dengan ‘Alqamah; ‘Alqamah dengan ‘Umar’ ‘Umar dengan Nabi s.a.w.

Jadi yang dikatakan Sanad, Musnad atau Isnād itu, ialah orang-orang pembawa khabar yang ada di antara Imam pencatat Ḥadīts dengan pembawa khabar yang akhir.

Dalam Ḥadīts di atas, yang jadi pembawa khabar yang akhir, ialah ‘Umar.

  1. Rāwī artinya: yang menceritakan, yang meriwayatkan.

Musnad artinya: yang menyandarkan.

Bukhārī, karena ia yang menyandarkan Ḥadīts itu kepada al-Ḥumaidī, maka ia dikatakan “rāwī” (Bukhārī pun boleh disebut rāwī) terhadap kita, sebab ia yang menceritakannya kepada kita.

Jadi, tiap-tiap orang yang membawa khabaran, disebut “rāwī”, dan ketika ia menyandarkan khabaran itu kepada seseorang, dinamakan dia “musnid”.

  1. Mukharrij artinya: yang mengeluarkan.

Tiap-tiap orang yang mengeluarkan atau mencatat Ḥadīts, dinamakan “Mukharrij”.

  1. Shaḥābī artinya: shahabat, kawan. Kalau lebih dari dua orang dikatakan “Shahabat”.

Menurut ketetapan ‘ulama’ Ḥadīts, bahwa yang dikatakan Shaḥābī itu, ialah seorang yang bertemu dengan Nabi s.a.w., serta beriman kepadanya dan mati dalam keadaan beragama Islam.

Kalau perempuan, disebut “Shaḥābiyyah”.

(Selanjutnya untuk seorang atau beberapa orang shahabat Nabi s.a.w. baik yang laki-laki atau perempuan, akan saya gunakan kata-kata “Shaḥābat saja”).

  1. Tābi‘ī artinya: seorang yang dianggap mengikuti atau menurut. Kalau banyak, dikatakan “Tābi‘īn”. Untuk seorang perempuan disebut “Tābi‘iyyah”.

Menurut ‘ulama’ ilmu Ḥadīts, yang dikatakan: “Tābi‘ī” itu, ialah seorang yang bertemu dengan shahabat Nabi s.a.w. serta Muslim.

  1. Matan artinya: kekerasan, kekuatan, kesangatan.

Matan dalam Ilmu Ḥadīts, ditujukan kepada lafazh-lafazh dan omongan yang terletak sesudah rawi dari akhir sanad.

  1. Awwal Sanad atau Permulaan Sanad, yaitu di tempat rawi yang pencatat Ḥadīts terima khabar daripadanya.
  1. Akhir Sanad, yakni di tempat orang yang berada di akhir sebelum Nabi s.a.w. kalau yang bersabda itu Rasūlullāh; atau di tempat orang yang ada di penghabisan sebelum Shaḥābat, kalau yang berkata itu Shaḥābat.

Kalau yang berkata itu Nabi, maka Akhir Sanadnya, ialah Shaḥābat.

Jika yang beromong itu Shaḥābat, maka Akhir sanadnya, ialah Tābi‘ī.

  1. Pertengahan Sanad, bahasa ‘Arabnya: Wasath-us-Sanad, yaitu di tempat rāwī atau rāwī-rāwī yang terletak antara Awwal Sanad dan Akhir Sanad.

Catatan:

  1. 1). Yaitu “Kitāb-ul-Īmān”.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *