Doa-doa Nabi – Al-Ma’tsurat

Al-Ma’tsūrāt
Kitab Doa Tertua

Diterjemahkan dari: Ad-Du‘ā-ul-Ma’tsūru wa Ādābuhu wa Mā Yajibu ‘alad-Dā’i Ittibā‘uhu
Karya: Abū Bakr ath-Thurthūsyī al-Andalūsī
 
Penerjemah: Muhammad Zaenal Arifin
Penerbit: Zaman

Rangkaian Pos: Doa-doa Nabi - Al-Ma’tsurat

16.

Doa-doa Nabi

 

Pada lembaran kali ini, kami akan mencoba meringkas doa-doa Nabi s.a.w. yang disebutkan di lima kitab hadis utama, yaitu al-Muwaththa’ karya Mālik ibn Anas, al-Bukhārī, Muslim, Sanan Abī Dāwūd, dan Sunan an-Nasā’ī. Demikian itu karena tujuan kami adalah mengoreksi, bukan memperbanyak materi.

Selain itu, kami tidak menyebutkan semua doa yang direkam oleh kelima kitab hadits tersebut. Tetapi, kami hanya mengemukakan sejumlah doa yang selaras dengan kehidupan sehari-hari umat Islam, yang tak seorang muslim pun tidak membutuhkannya dalam menjalani hari-harinya. Kami juga menerjemahkan setiap hadits, baik dengan menambahkan hadits-hadits yang sema‘na maupun dengan menjelaskan maksud yang dikandung hadits, agar supaya mudah dimengerti dan diketahui faedahnya. Hanya kepada Allah s.w.t.-lah kami memohon pertolongan karena Dia s.w.t. adalah sebaik-baik pemberi pertolongan.

A. Harta Karun Surga dan Pintunya.

Diriwayatkan oleh al-Bukhārī (1531) dan Abū Dāwūd (1542) dari Abū Mūsā al-Asy‘arī bahwa Nabi s.a.w. pernah bersabda: “Maukah engkau aku tunjukkan salah satu harta karun surga?” al-Asy‘arī berkata: “Apa itu, wahai Rasūlullāh?” Beliau bersabda: “Lā ḥawla wa lā quwwata illā billāh (tidak ada daya dan kekuatan kecuali seidzin Allah s.w.t. semata).

Diriwayatkan oleh an-Nasā’ī dari Abū Hurairah bahwa Nabi s.a.w. bersabda: “Maukah engkau aku tunjukkan salah satu pintu surga?” Abū Hurairah berkata: “Apa itu, wahai Rasūlullāh?” Beliau bersabda: “Lā ḥawla wa lā quwwata illā billāh (tidak ada daya dan kekuatan kecuali seidzin Allah s.w.t. semata).” (1553)

Diriwayatkan oleh Abū Dāwūd bahwa Nabi s.a.w. bersabda: “Salah satu harta karun surga adalah “Lā ḥawla wa lā quwwata illā billāh (tidak ada daya dan kekuatan kecuali seidzin Allah s.w.t. semata).”

Ketahuilah bahwa ḥawla, iḥtiyāl, dan ḥilyah mengandung ma‘na yang sama, yaitu kekuatan (al-quwwah). Allah s.w.t. berfirman: “Dia Maha Keras siksaan-Nya (al-miḥāl).” (ar-Ra‘d [13]: 13). Artinya, tidak ada tipu daya dan kekuatan kecuali milik Allah s.w.t. semata. Demikianlah pendapat kalangan ahli bahasa, karena ḥawla berarti al-quwwah (kekuatan),

Abū ‘Ubayd berkata: “Lafazh al-miḥāl dan al-mumāḥalah mengandung arti tipu daya (al-mumākarah) dan pertikaian (al-mughālabah).”

Al-A‘syā (1564) dalam sebuah syair menuturkan:

Cabang pohon bergetar di ranting kemuliaan
Embunnya banyak dan siksaannya keras.

Dikatakan: “Tidak ada daya untuk bermaksiat kepada Allah s.w.t. kecuali dengan pertolongan-Nya, dan tidak ada kekuatan untuk menaati Allah s.w.t. kecuali karena Allah s.w.t.” Seolah-olah hendak dikatakan: “Tidak ada pencegahan, penolakan, pengabaian, gerak, dan diam kecuali karena Allah s.w.t.”

B. Perkataan yang Dipilih dan Dicintai oleh Allah s.w.t.

Diriwayatkan oleh an-Nasā’ī dari Abū Hurairah dan Abū Sa‘īd al-Khudrī bahwa Nabi s.a.w. bersabda: “Sesungguhnya Allah s.w.t. telah memilih empat perkataan: subḥānallāh (Maha Suci Allah), alḥamdu lillāh (segala puji milik Allah), lā ilāha illlā Allāh (tidak ada tuhan melainkan Allah), dan Allāhu akbar (Allah Maha Besar).” (1575).

Barang siapa yang mengucapkan subḥānallāh maka akan ditulis baginya dua puluh kebaikan dan dihapuskan untuknya dua puluh keburukan, barang siapa yangg mengucapkan Allāhu akbar maka dia akan memperoleh hal yang serupa, barang siapa yang mengucapkan lā ilāha illlā Allāh maka dia juga akan memperoleh hal yang serupa, dan barang siapa yang mengucapkan alḥamdu lillāhi rabb-il-‘ālamīn (segala puji milik Tuhan semesta alam) dari dalam hatinya maka akan ditulis baginya tiga puluh kebaikan dan dihapuskan untuknya tiga puluh keburukan.” (1586).

Diriwayatkan oleh Abū Dāwūd bahwa Abū Dzarr al-Ghifārī pernah bertanya kepada Nabi s.a.w.: “Apa yang harus kami ucapkan pada waktu sujud?” Nabi s.a.w. bersabda: “Apa yang dipilihkan oleh Allah s.w.t. bagi para malaikat-Nya, yaitu subḥānallāhi wa bi ḥamdih (Maha Suci Allah dan segala puji milik-Nya).”

Diriwayatkan dari Samurah ibn Jundub bahwa Nabi s.a.w. pernah bersabda: “Perkataan yang paling dicintai oleh Allah s.w.t. adalah subḥānallāhi wal-ḥamdu lillāhi wa lā ilāha illā Allāhu wa Allāhu akbar. Takkan ada sesuatu pun yang bisa membahayakan kamu, dari mana saja engkau mulai membacanya.” (1597).

Abū Dzarr menuturkan bahwa Nabi s.a.w. bersabda: “Perkataan yang paling dicintai Allah s.w.t. adalah ketika seorang hamba mengucapkan, subḥānallāh-il-‘azhīmi wa bi ḥamdih (Maha Suci Allah Yang Maha Agung, segala puji milik-Nya semata).

‘Abdullāh ibn Mas‘ūd berkata: “Perkataan yang paling dicintai Allah s.w.t. adalah ketika seorang hamba mengucapkan subḥānallāhi wa bi ḥamdika wa tabāraka ismuka wa ta‘ālā jadduka wa lā ilāha ghayruka. (Maha Suci Engkau, segala puji milik-Mu semata, Maha Suci nama-Mu, Maha Luhur Engkau, tidak ada Tuhan melainkan Engkau). Perkataan yang paling dibenci Allah s.w.t. adalah ketika seorang laki-laki berkata pada laki-laki lain: “Bertaqwalah kepada Allah”, dan laki-laki lain itu menjawab: “Uruslah dirimu sendiri!” (1608).

Diriwayatkan oleh Mālik (1619), al-Bukhārī (16210), Muslim (16311), an-Nasā’ī (16412), Abū Dāwūd (16513), dan at-Tirmidzī (16614) dari Abū Hurairah bahwa Nabi s.a.w. bersabda: “Barang siapa yang mengucapkan subḥānallāhi wa bi ḥamdih sebanyak seratus kali dalam sehari maka akan dihapus dosa-dosanya, meskipun dosa-dosanya seperti buih di lautan.” Muslim (16715) menambahkan dalam riwayatnya: “Aku (Nabi s.a.w.) mengucapkan subḥānallāhi wal-ḥamdu lillāhi wa lā ilāha illā Allāhu wa Allāhu akbar, itu lebih aku cintai ketimbang terbitnya matahari.”

Diriwayatkan oleh Abū Hurairah bahwa Nabi s.a.w. bersabda: “Dua kalimat yang ringan di lisan, berat di timbangan ‘amal, dan dicintai oleh Yang Maha Pengasih adalah subḥānallāh-il-‘azhīmi wa bi ḥamdih.” (16816).

Diriwayatkan dari Rabī‘ah ibn Ka‘b al-Aslamī berkata: “Aku menginap di kamar Nabi s.a.w. Ketika beliau mengerjakan shalat malam, aku mendengar beliau mengucapkan: subḥānallāhi rabb-il-‘ālamīn (Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam) sampai malam hampir habis.” (16917).

Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbās bahwa suatu pagi Nabi s.a.w. mendapati Juwayriyyah binti al-Ḥārits tengah berada di tempat shalatnya sambil bertasbih dan berdzikir. Saat masuk waktu siang, Nabi s.a.w. masih mendapati Juwayriyyah berada di tempat yang sama. Beliau lalu bersabda: “Wahai Juwairiyyah, apakah dari tadi engkau tetap di tempatmu?” Juwayriyyah menjawab: “Aku masih tetap di tempatku sejak engkau mengetahuinya tadi.

Aku mengucapkan empat kalimat yang aku ulangi sampai tiga kali, dan itu kalimat terbaik yang pernah aku ucapkan: subḥānallāhi ‘adada khalqih (Maha Suci Allah menurut anekaragam ciptaan-Nya), subḥānallāhi zinata ‘arsyih (Maha Suci Allah menurut keluhuran ‘arsy-Nya), subḥānallāhi radhiya nafsih (Maha Suci Allah menurut ridha Dzāt-Nya), dan subḥānallāhi midāda kalimātih (Maha Suci Allah menurut bilangan banyaknya firman-Nya).” (17018).

Demikianlah kalimat-kalimat yang bisa digunakkan untuk memuji Allah s.w.t. Setiap muslim harus mengetahuinya dan mempraktikkannya.

Diriwayatkan oleh at-Tirmidzī dari Abū Hurairah bahwa Nabi s.a.w. bersabda: “Apabila kalian melewati taman-taman surga maka singgahlah.” Para sahabat lalu bertanya: “Apa taman-taman surga itu?” Nabi s.a.w. menjawab: “Masjid” (Catatan: Hadits berikutnya dengan redaksi (حِلَقُ الذِّكْرِ) = ḥalaqah-ḥalaqah (lingkaran, majelis) dzikir. – SH.). Mereka bertanya lagi: “Apa maksudnya singgah?” Nabi s.a.w. menjawab: subḥānallāhi wal-ḥamdu lillāhi wa lā ilāha illā Allāhu wa Allāhu akbar. (17119).

Diriwayatkan oleh an-Nasā’ī dari ‘Imrān ibn Ḥushayn bahwa Nabi s.a.w. bersabda: “Apakah salah satu dari kalian mampu berbuat ‘amal kebajikan dengan pahala sebesar Gunung Uhud setiap harinya?” Para sahabat berkata: “Wahai Rasūlullāh, siapa yang mampu melakukan itu?” Beliau bersabda: “Semua dari kalian mampu melakukan itu. Subḥānallāhi itu lebih besar daripada Gunung Uhud, lā ilāha illā Allāh itu lebih besar daripada Gunung Uhud, al-ḥamdu lillāh itu lebih besar daripada Gunung Uhud, Allāhu akbar itu lebih besar daripada Gunung Uhud.” (17220).

Diriwayatkan juga oleh an-Nasā’ī bahwa Rasūlullāh s.a.w. bersabda: “Barang siapa yang pada waktu Shubuḥ mengucapkan subḥānallāhi sebanyak seratus kali, begitu juga pada waktu sore, niscaya takkan ada satu makhluq pun yang memperoleh pahala sebanyak apa yang telah diperolehnya.”

Ketahuilah bahwa poros dan asas doa adalah dengan memuji Allah s.w.t., mengagungkan-Nya, dan menyucikan-Nya melalui empat kalimat, yaitu tasbīḥ (subḥānallāh), taḥmīd (al-ḥamdu lillāh), tahlīl (lā ilāha illā Allāh), dan takbīr (Allāhu akbar).

Catatan:

  1. 153). Shaḥīḥ-ul-Bukhārī, (hadits no. 6384).
  2. 154). Sunanu Abī Dāwūd, (hadits no. 1526, 1527, dan 1528).
  3. 155). Diriwayatkan oleh an-Nasā’ī dari beberapa jalur periwayatan. ‘Amal-ul-Yawmi wal-Laylah, hlm. 294-295.
  4. 156). Dīwān al-A‘syā dalam memuji al-Aswad ibn al-Mundzir al-Lakhmī.
  5. 157). Al-Kaykadī menghimpun berbagai hadits dan pendapat tentang penafsiran lafazh subḥānallāhi wal-ḥamdu lillāhi wa lā ihāha illā Allāhu wa Allāhu akbar di sebuah kitab berjudul Juz’ fī Tafsīr-il-Baqāyāt-ish-Shāliḥāt. (Dār Ibni Katsīr, 1987 M.).
  6. 158). Ibn-ul-Atsīr, Jāmi‘-ul-Ushūl, IV/203-377.
  7. 159). Tafsīr-il-Baqāyāt-ish-Shāliḥāt, hlm. 30 dan sesudahnya.
  8. 160). ‘Amal-ul-Yawmi wal-Laylah, hlm. 488-489.
  9. 161). Al-Muwaththa’, I/209.
  10. 162). Shaḥīḥ-ul-Bukhārī, (hadits no. 6405).
  11. 163). Shaḥīḥu Muslim, (hadits no. 2691).
  12. 164). ‘Amal-ul-Yawmi wal-Laylah, hlm. 478-479.
  13. 165). Sunanu Abī Dāwūd, (hadits no. 5091).
  14. 166). Sunan-ut-Tirmidzī, (hadits no. 3466).
  15. 167). Shaḥīḥu Muslim, (hadits no. 2695).
  16. 168). Shaḥīḥu Muslim, (hadits no. 2694).
  17. 169). An-Nasā’ī, ‘Amal-ul-Yawmi wal-Laylah, hlm. 493. Lihat juga Sunan-ut-Tirmidzī, (hadits no. 3416).
  18. 170). Shaḥīḥu Muslim. Lihat juga: ‘Amal-ul-Yawmi wal-Laylah, hlm. 213.
  19. 171). Sunan-ut-Tirmidzī, (hadits no. 3509).
  20. 172). ‘Amal-ul-Yawmi wal-Laylah, hlm. 483.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *