Abū ‘Umāmah berkata: “Nama Allah yang paling agung, yang jika dibuat untuk berdoa maka Dia s.w.t. pasti akan mengabulkan dan jika dibuat untuk memohon sesuatu maka Dia s.w.t. pasti akan memberikannya, terdapat di surah: al-Baqarah, Āli ‘Imrān, dan surah Thāhā.”
Abū ‘Umāmah berkata bahwa Nabi s.a.w. bersabda: “Nama Allah yang paling agung terdapat di tiga surah al-Qur’ān; al-Baqarah, Āli ‘Imrān, dan surah Thāhā.” (601).
Abū Ḥafsh ad-Dimasyqī (612) – perawi hadits ini – berkata: “Aku kemudian melihat ketiga surah ini dan mendapati beberapa ayat di masing-masing ketiganya yang tidak ada padanannya di dalam surah-surah al-Qur’ān lainnya, yaitu ayat Kursi: “Allah, tiada ada tuhan yang berhak disembahkan melainkan Dia, Dzāt Yang Maha hidup dan Maha Berdiri Sendiri (al-Ḥayy-ul-Qayyūm).” (al-Baqarah [2]: 255), lalu sebuah ayat di surah Āli ‘Imrān: “Alif Lām Mīm, Allah, tiada ada tuhan yang berhak disembahkan melainkan Dia, Dzāt Yang Maha hidup dan Maha Berdiri Sendiri.” (Āli ‘Imrān [3]: 1), dan sebuah ayat di surah Thāhā: “Dan semua wajah tertunduk di hadapan Allah Yang Maha Hidup dan Maha Berdiri Sendiri.” (Thāhā [20]: 111). Semua ini menunjukkan bahwa nama Allah s.w.t. yang paling agung adalah al-Ḥayy-ul-Qayyūm.” (623).
Abū Ja‘far ath-Thaḥāwī berkat: “Apa yang dikatakan oleh Abū Ḥafsh mengandung kemungkinan bahwa perkataannya itu benar. Jadi, nama Allah s.w.t. yang paling agung adalah al-Ḥayy-ul-Qayyūm.”
Abū Ja‘far berkata: “Tapi, menurut pendapatku, yang benar (ash-shawāb) dari nama Allah s.w.t. yang paling agung adalah Allāh. Dalilnya adalah apa yang telah dikatakan kepada kami oleh Ibrāhīm ibn Marwān: telah berkata kepada kami Makkī ibn Ibrāhīm: telah berkata kepada kami ‘Ubaydillāh ibn Abī Ziyād, dari Syahr ibn Ḥawsyab, dari Asmā’ binti Yazīd bahwa dirinya mendengar Nabi s.a.w. bersabda: “Sesungguhnya di dua ayat ini terdapat nama Allah s.w.t. yang paling agung” “Dan Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada tuhan yang berhak disembah melainkan Dia, Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang.” (Al-Baqarah [2]: 163), dan ayat, “Alif Lām Mīm, Allah, tidak ada tuhan yang berhak disembah melainkan Dia, Yang Maha Hidup dan Maha Berdiri Sendiri.” Di dua ayat ini terdapat nama Allāh, dan tidak ada satu pun dari keduanya yang menyebut nama al-Ḥayy-ul-Qayyūm.”
Menurut kami (penulis), pendapat Abū Ja‘far ini menuntut ditariknya kesimpulan bahwa nama Allah s.w.t. yang paling agung adalah Lā ilāha illā Huwa (tidak ada tuhan yang berhak disembah melainkan Dia s.w.t.). Tidakkah engkau melihat riwayat dari Mālik di kitab al-Muwaththa’ yang menyebutkan bahwa Nabi s.a.w. bersabda: “Sebaik-baik apa yang aku dan para nabi sebelumku katakan adalah kalimat Lā ilāha illā Allāh [waḥdahu lā syarīka lahu] (Tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Dia s.w.t. semua, tidak ada sekutu bagi-Nya).” (634).
Diriwayatkan oleh Abū Dāwūd bahwa Nabi s.a.w. pernah bertanya kepada Ubay: “Ayat apa di kitab Allah s.w.t. yang paling agung?” Ubay menjawab: “Allāhu lā ilāha illā Allāhu, huwal-ḥayy-ul-qayyūm (Allah, tidak ada tuhan yang berhak disembah melainkan Dia, Dia s.w.t. Maha Hidup dan Maha Berdiri Sendiri)”. Nabi s.a.w. lalu menepuk dada Ubay dan bersabda: “Engkau akan menguasai ‘ilmu, wahai Abul-Mundzir!”
Abū Ja‘far berkata: “Apa yang disimpulkan oleh Abū Ḥafsh dari surah Thāhā adalah penyebutan al-ḥayy-ul-qayyūm. Dikatakan padanya: Kami juga menemukan penyebutan nama Allah s.w.t. di dalam surah Thāhā, yaitu Lā ilāha illā Huwa, Lah-ul-asmā’-ul-ḥusnā (Thāhā [20]: 8). Ini sejalan dengan hadits-hadits Nabi s.a.w., sejalan dengan apa yang terdapat di surah Thāhā, al-Baqarah, dan Āli ‘Imrān.”
Dengan madzhab ini, kalangan mayoritas ‘ulamā’ berpendapat. (645) Diriwayatkan oleh Muḥammad ibn al-Ḥasan bahwa Abū Ḥanīfah berkata: “Nama Allah yang paling agung adalah Allāh. Tidakkah engkau mengetahui bahwa ar-raḥmān merupakan turunan dari kata ar-raḥmah, dan ar-rabb merupakan turunan dari kata rubūbiyyah. Sementara itu, Allāh bukan merupakan turunan dari kata apapun.”
Abū Bakar ibn al-‘Alā’ berkata: Aku bertanya pada Sahl ibn ‘Abdillāh (656) tentang nama Allah s.w.t. yang paling agung, dan ia menjawab: “Allāh”. Aku berkata: “Dikatakan bahwa jika dibuat untuk berdoa maka Allah s.w.t. pasti akan mengabulkan dan jika dibuat untuk memohon sesuatu maka Dia s.w.t. pasti akan memberikannya. Dan kami memohon kepada-Nya, tapi belum juga dikabulkan!” Ia (Sahl) berkata: “Jika engkau memohon kepada-Nya dalam keadaan hati yang tdak terisi apa-apa selain bermunajat kepada-Nya, Dia s.w.t. pasti akan mengabulkan permohonanmu seketika.” Ia lalu berkata (menyebut firman): “Dan hati ibu Mūsā menjadi kosong.” (al-Qashash [27]: 10). Hatinya kosong dari semua persoalan selain perkara Mūsā, anaknya.”
Menurut Ibn-ul-Mubārak (667), nama Allah yang paling agung adalah Allāh karena semua nama-Nya ditambahkan ke nama ini.
Diriwayatkan bahwa ‘Alī berkata: “Nama Allah s.w.t. yang paling agung adalah: Yā Thāhir (Maha Suci).” Ibnu ‘Abbas berkata: “Nama Allah s.w.t. yang paling agung adalah Yā Qayyūm (Maha Berdiri Sendiri).” Sebagian kalangan ‘ulamā’ menyebutkan bahwa di antara nama-nama Allah s.w.t. terdapat satu nama yang tidak diketahui kecuali oleh-Nya, yaitu nama-Nya yang paling agung. Pendapat terakhir ini merupakan salah satu riwayat dari Ibnu ‘Abbās.
Di kitab an-Nāsikhu wal-Mansūkh, al-Muḥāsibī (678) meriwayatkan dengan sanad-sanadnya dari Abu Buraydah, dari ayahnya berkata bahwa dirinya pernah mendengar seorang laki-laki berdoa: “Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu dengan bersaksi bahwa Engkau Maha Esa, tempat meminta segala sesuatu, tidak melahirkan dan tidak pula dilahirkan, dan tidak ada sesuatu yang setara dengan-Mu.” Nabi s.a.w. lalu bersabda: “Laki-laki itu telah memohon kepada Allah s.w.t. dengan nama-Nya yang paling agung, yang jika dibuat untuk berdoa maka Dia s.w.t. pasti akan mengabulkan dan jika dibuat untuk memohon sesuatu maka Dia s.w.t. pasti akan memberikannya.”
Dalam redaksi lain, Nabi s.a.w. bersabda: “Laki-laki itu telah memohon kepada Allah dengan nama-Nya yang paling agung dan paling besar….”
Diriwayatkan juga dari Sahl bahwa dirinya berkata: “Nama Allah s.w.t. yang paling agung adalah meninggalkan kemaksiatan (tark-ul-ma‘āshī).”
Anehnya, di kitab Ibnu Sya‘bān, kami (penulis) mendapati sebuah ungkapan: Seorang laki-laki tengah berdoa dan mengucapkan: “Ya Allah, wahai Dzāt Yang Maha Pengasih, wahai Dzāt Yang Maha Penyayang (Allāhumma, yā Raḥmān, yā Raḥīm). Kalimat yang paling kami sukai adalah Yā Allāh, Yā Allāh.”
Ini sebagaimana termaktub dalam al-Qur’ān, yaitu Allāhumma saja.
Dikatakan: “Makruh bagi orang yang berdoa untuk mengucapkan: “Ya Ḥannān, yā Rabb-al-Arbāb” (Wahai Dzāt Yang Maha Pengasih, Wahai Tuhan dari segala tuhan).”
Pernyataan seperti ini keliru. Ini hanya merupakan pernyataan orang yang memandang kata “Ya Ḥannān, yā Rabb-al-Arbāb” sebagai nama Allah s.w.t. yang paling agung. Allah s.w.t. telah berfirman: “Dan Allah memiliki Asmā’-ul-Ḥusnā (nama-nama terbaik), maka bermohonlah kepada-Nya dengannya.” (al-A‘rāf [7]: 180). Nama-nama terbaik ini kemudian menyebar luas. Allah s.w.t. lalu berfirman: “Katakanlah (Muḥammad): “Serulah Allāh atau serulah ar-Raḥmān.” (al-Isrā’ [17]: 110). Di sini, Allah s.w.t. memulai dengan menyebut nama-Nya yang paling agung dan menganjurkan makhluq agar menyeru-Nya dengan nama tersebut – yaitu satu nama yang Dzāt Maha Benar (al-Ḥaqq) telah menamakan diri-Nya, melarang perubahan penamaan terhadap-Nya, menggenggam rahasia penyeruan-Nya dengan nama itu, dan menghindarkan doa-doa makhluq dari semua penindas atau syaithan yang dijadikan sekutu-Nya. Lihatlah Fir‘aun, sang penindas, yang dengan kekuasaan dan kekerasan kepalanya hanya berkata kepada bangsa Mesir Koptik: “Akulah tuhanmu yang paling tinggi.” (an-Nāzi‘āt [79]: 24). Fir‘aun tidak berani untuk berkata: “Akulah Allah.” Allah s.w.t. telah menggenggam rahasia-rahasia penyeruan-Nya dengan lafal Allāh. Ia s.w.t. berfirman: “Apakah engkau mengetahui ada sesuatu yang setara dengan-Nya?” (Maryam [19]: 65). Artinya, apakah engkau mengetahui sesuatu selain Allah s.w.t. yang diseru dengan nama Allah? Satu nama yang dimutlakkan oleh Allah s.w.t. untuk disebut oleh makhluq-Nya, dikaitkan oleh-Nya dengan keimanan terhadap-Nya, dijadikan sebagai pemenuhan bagi orang-orang yang memohon dan tempat berlindung bagi orang-orang yang terzhalimi.